Sunday, May 31, 2015

Destinasi wisata baru Benteng Mataram Kotagede



            Beteng Mataram Kotagede
      Destinasi wisata Baru di Yogyakarta

            Tulisan ini kelanjutan dari artikel yang lalu, kunjungan ke situs Beteng Mataram Kotagede. Ini hobi penulis saja yang suka keluyuran, terutama Jogging pagi hari setiap minggu. Ternyata menghasilkan semacam tulisan jurnalistik biarpun hanya berupa pengamatan sepintas lalu.
            Pagi hari adzan subuh berkumandang, penulis semalaman demam karena Flu mulai menyerang. Sudah terbayang siksaan penyakit flu yang menjengkelkan dalam beberapa hari. Terutama karena penulis punya jadwal latihan cukup intens berupa Yoga dan Pencak Silat.
            He He He tak terasa perantauan di Yogya telah mengantarkan penulis menjadi seorang praktisi di kedua bidang tersebut secara autodidak. Beberapa tulisan dalam blog, maupun naskah novel selalu menyinggung kegiatan penulis ini. Belum sukses karena baru sebatas hobi.
            Ada naskah fiksi yang sudah menjadi pertaruhan penulis untuk diterbitkan melalui penerbit. Tapi sejauh ini masih gagal, penerbit belum tertarik melihat naskah milik penulis yang masih berantakan.
            Oke, tak perlu pesimis.
            Karena sudah merasa hendak sakit itulah penulis akhirnya memutuskan sekedar jogging untuk kegiatan pagi hari minggu. Rutenya pilihan, kali ini menuju Kotagede menyusuri Ringroad selatan. Yang terasa gejalanya adalah hidung mbeler cairan ingus encer, menjengkelkan sekali!!
            Begitu keluar jalan besar sudah terlihat banyak orang keluar dari masjid seusai menunaikan ibadah sholat subuh. Beberapa diantaranya melambaikan tangan pada penulis karena saling mengenal, bahkan seorang yang sudah sepuh berteriak,
            “Yul gek ndang mengko tak susul jogging!” Katanya semangat karena merasa juga tertantang untuk berolah raga seperti penulis.
            Sangat menyenangkan bila kegiatan kita mendapat apresiasi dari orang sekitar. Itu karena sebenarnya menjadikan kegiatan olahraga seperti yang penulis lakoni adalah tidak mudah, butuh komitmen keras dan perjuangan yang berkesinambungan.
            Penulis mulai lari pelan-pelan santai karena tidak terburu nafsu. Hari masih remang-remang biarpun jalan Parangtritis sudah ramai kendaraan. Penulis menyusuri jalan menuju selatan, mencapai ringroad selatan, belok kiri cuma berani di jalur lambat. Berbagai kendaraan besar seperti bus AKAP hingga bus mikro dan truck tronton adalah penguasa, mereka berpacu karena jalan mulus bebas hambatan.
            Rutenya adalah jalan Parangtritis, ke kiri mencapai perempatan Wojo, terus mencapai kampus Universitas Ahmad Dahlan, sampailah di terminal bus Giwangan. Itu masih berlanjut ke timur hingga akhirnya mencapai Taman parkir wisata Beteng Mataram Kotagede Singasaren.
            Asyik kelihatannya ya…..
            Kalau buat penulis itu asyik banget, soalnya jogging sudah tak jadi masalah besar bahkan mampu menikmatinya. Penulis bayangkan untuk mereka yang tak pernah jogging, mungkin baru lari seratus dua ratus meter nafas sudah ngos-ngosan bahkan kepala pening. Jogging ini buat penulis adalah parameter untuk pengukuran stamina.
            Kemungkinan jarak tempuh lari penulis hanya sekitar lima kilo, jadi bukan kategori Maraton. Apalagi ini bukan perlombaan, penulis menjalaninya dengan langkah lari pendek-pendek juga menghindari kerikil atau pecahan beling yang bisa melukai karena tak beralas kaki.
            Senangnya jika badan dibawa lari adalah hangat segar, serasa hidung dan demam flu yang diderita penulis sudah sembuh. Jadinya makin semangat untuk mencapai finish…kali ini adalah pas di taman parkir wisata Singasaren.
 Taman parkir Singosaren Kotagede Jogja
     Gambar taman parkir wisata Singosaren    

  Inilah pintu gerbang destinasi wisata baru Beteng Mataram Kotagede. Parkir wisata berupa kompleks berisi ruko dan warung serta kantor pengelola parkir. Baru awal tahun 2015 diresmikan. Sebelumnya adalah berupa tanah kosong rendah seperti kolam yang menjadi lapangan bola volley warga sekitar.
            Kenapa kemudian dibangun taman parkiran?
            Dugaan penulis adalah karena adanya pemugaran situs beteng Mataram di Purbayan yang memperlihatkan fisiknya sehingga bisa menjadi obyek wisata baru di pinggiran kota Yogyakarta. Pemugaran itu memakan waktu cukup lama, setahu penulis sampai tiga empat tahun dari awalnya penulis keluyuran memasuki areal situs.
            Taman parkiran baru ini terlihat cukup terpelihara, puluhan sepeda motor terparkir rapi. Sebuah panggung terbuka sedang didirikan untuk pentas wayang golek, berarti terkelola baik. Biasanya bus wisata siang harinya datang mengantarkan para pengunjung beteng Mataram. Beberapa warung angkringan sudah mencoba bertaruh mendapatkan keuntungan, juga sudah ada los kios untuk cenderamata di sekeliling areal parkir.
            Penulis sedikit iri karena parkiran ini tampaknya langsung hidup. Tapi setelah melihat lingkungannya jadi maklum. Taman parkiran ini hanya berseberangan saja dengan sebuah pabrik pakaian jadi yang cukup besar. Tentunya karyawan-karyawan pabrik membutuhkan tempat parkir untuk kendaraan mereka. Nah taman parkiran ini cukup luas untuk menampung sepeda motor dan mobil dari pabrik pakaian jadi tersebut.
            Juga warga sekitar memanfaatkan rumah dan halaman mereka untuk menerima titipan sepeda dan motor para karyawan pabrik. Belum lagi disebelah timurnya ada kompleks ruko dan pasar Singasaren yang sudah cukup lama berdiri. Biarpun bukan pasar tradisional dan tidak ramai tapi masih banyak orang yang membuka usaha di sana. Berarti tetap terkelola cukup baik.
            Pabrik pakaian jadi, pasar tradisional walaupun banyak berupa kios bengkel motor dan pemilik bus mikro, sekarang ditambah Taman parkir wisata ke Beteng Mataram Kotagede. Tentu sekarang untuk bus wisata dilarang parkir di sekitar pasar Legi Kotagede yang sangat sempit jalannya. Hiduplah parkiran wisata kecil ini menjadi semarak di pinggiran kota Yogyakarta.
            Karenanya bagi penulis boleh mengklaim sebagai destinasi wisata baru di Yogyakarta. Lumayan bila dilihat dari obyek wisata yang ditawarkan, tinggal menyusuri jalan kecil masuk ke dalam kampung Purbayan.
            Dari taman parkiran wisata tinggal menyusuri jalan kampung sampailah di wisata utamanya. Beteng baluwarti bekas keraton Mataram Kotagede, ada sanggar budaya di pinggir jalan mungkin itu memanfaatkan Danais yang bergulir setiap tahun.
            Beteng hasil pemugaran ini sudah terlihat fisiknya, memotong jalan di kanan kirinya. Ini adalah bagian selatannya yang berupa tanah luas berumpun bambu dan mungkin dulunya adalah parit yang mengelingi beteng pertahanan keraton.
 
            

 Gambar reruntuhan beteng sebelum dipugar




 Lumayan sudah tertata cukup rapi, dijadikan taman dengan beberapa pot tanaman hias. Makanya sudah bisa ditawarkan untuk tempat wisata baru, tentu dengan cerita cukup menarik sebagai latar belakangnya.
            Bila kita berada di sebelah tenggaranya itu adalah beteng yang dinamakan Bokong Semar, itu karena bangunan beteng ternyata tidak simestris kotak, yang di sudut tenggaranya ini bila dilihat dari udara seperti pantat tokoh wayang Semar. Sebagian besar sebenarnya sudah rusak, setahu penulis ketika pertama kali berkunjung justru masih asli, batu yang terpasang sekarang ini sebagian adalah batu isian untuk memperlihatkan struktur beteng yang tak utuh lagi ditemukan.
            Makanya bila tak cermat pengunjung cuma akan mengagumi kemegahan tembok beteng yang terbuat dari batu pahatan persegi yang ditata satu dengan lainnya menjadi tembok pertahanan. Karena tidak utuh ditemukan akhirnya untuk bagian dalam diisi dengan bata cor-coran semen.
            Kalau penulis sih bisa menjadi saksi bisu mana yang asli dan aspal, soalnya ketika berkunjung pertama kalinya di beteng ini belum ada pemugaran sama sekali, Bagian bokong Semar ini dulunya bahkan sulit dilewati karena rusak bekas saluran air dari kampung di sekitarnya. Juga sampah bukan main menumpuk di mana-mana sangat mengganggu pemandangan.
 
   Gambar bagian sudut beteng yang tumpul sehingga disebut Bokong Semar      


 Bila di sebelah barat itu yang langsung nampak di pinggir jalan berbatasan dengan makam umum. Mungkin inilah yang diambil poin sebagai lokasi utama beteng karena lebih mudah diakses, tinggal masuk dari pinggir jalan dan bisa mengambil gambar utuh beteng Mataram Kotagede.
            Anda bisa mengambil sosok beteng pertahanan yang mengelilingi keraton Mataram. Ini didirikan oleh Panembahan Senopati sekitar tahun 1500 Masehi. Beberapa cerita legenda muncul di sekitar kompleks isi beteng ini. Semuanya berhubungan dengan situs yang ada seperti Watu Gilang, kompleks pemakaman Hastorengga, kompleks bekas alun-alun dengan rumah warga yang unik karena mewakili arsitektur kotagede masa Pakubuwono, kompleks makam raja-raja Mataram di Masjid besar Mataram, pasar Legi yang berdiri pertama kali di alas Mentaok dan tak lupa berbagai bangunan joglo yang bisa ditelusuri di setiap gang dalam kecamatan Kotagede hingga desa Jagalan.
 
Gambar beteng sebagian sudah dipugar dan bagian beteng bokong semar           

 Tak lupa berbagai jenis rumah Kalang, ini sejak masa Sultan Agung berkuasa adalah warga tersendiri yang banyak dipekerjakan sebagai tukang kayu. Kemudian beranak pinak hingga banyak menjadi pengusaha sukses yang mendirikan rumah kalang sebagai arsitektur yang berbeda dengan rumah Jawa umumnya.
            Pokoknya bila menelusuri seluruh kawasan cagar budaya Kotagede dan sekitarnya waktu cuma beberapa jam saja tidak cukup. Mungkin seharian penuh barulah bisa mengelilinginya. Hanya saja destinasi wisata yang ditawarkan ada dipusatkan di beberapa tempat.
            Tembok Beteng Mataram ini yang bisa dianggap tempat wisata baru, Yang lama adalah kompleks makam raja-raja Mataram, pasar Legi Kotagede, bangunan cagar budaya joglo, kerajinan perak, sekarang ini ada pabrik coklat Monggo di sekitar situs Watu Gilang. Karena ada show roomnya mungkin bisa belanja juga coklat-coklat lezat yang konon pemiliknya adalah orang Eropa.
            Yah penulis sudah menggali suatu bentuk destinasi wisata baru yang berbeda dengan wisata lainnya. Beteng Mataram ini tidak sesakral kompleks masjid Mataram, ketika penulis duduk di pondasi bronjong penahan erosi ada makam yang cukup dikeramatkan. Namanya makam Nyi Melati, bernisan batu tua berukir dikelilingi pagar dan ditaburi bunga mawar. Satu anglo kecil diletakkan di batu nisan sebagai adanya peziarah yang membakar menyan.
            Sedikit bulu kuduk penulis merinding.
            Penulis pulang dengan jalan kaki sampai di rumah kontrakan, selang satu jam kemudian mulai lagi gejala flu kambuh. Hidung penulis mulai bersimbah ingus cair…..SEBEL!