Beteng Mataram Kotagede
Destinasi wisata Baru di Yogyakarta
Tulisan ini kelanjutan dari artikel
yang lalu, kunjungan ke situs Beteng Mataram Kotagede. Ini hobi penulis saja
yang suka keluyuran, terutama Jogging pagi hari setiap minggu. Ternyata
menghasilkan semacam tulisan jurnalistik biarpun hanya berupa pengamatan
sepintas lalu.
Pagi hari adzan subuh berkumandang,
penulis semalaman demam karena Flu mulai menyerang. Sudah terbayang siksaan
penyakit flu yang menjengkelkan dalam beberapa hari. Terutama karena penulis
punya jadwal latihan cukup intens berupa Yoga dan Pencak Silat.
He He He tak terasa perantauan di
Yogya telah mengantarkan penulis menjadi seorang praktisi di kedua bidang
tersebut secara autodidak. Beberapa tulisan dalam blog, maupun naskah novel
selalu menyinggung kegiatan penulis ini. Belum sukses karena baru sebatas hobi.
Ada naskah fiksi yang sudah menjadi
pertaruhan penulis untuk diterbitkan melalui penerbit. Tapi sejauh ini masih
gagal, penerbit belum tertarik melihat naskah milik penulis yang masih
berantakan.
Oke, tak perlu pesimis.
Karena sudah merasa hendak sakit
itulah penulis akhirnya memutuskan sekedar jogging untuk kegiatan pagi hari
minggu. Rutenya pilihan, kali ini menuju Kotagede menyusuri Ringroad selatan. Yang
terasa gejalanya adalah hidung mbeler cairan ingus encer, menjengkelkan
sekali!!
Begitu keluar jalan besar sudah
terlihat banyak orang keluar dari masjid seusai menunaikan ibadah sholat subuh.
Beberapa diantaranya melambaikan tangan pada penulis karena saling mengenal,
bahkan seorang yang sudah sepuh berteriak,
“Yul gek ndang mengko tak susul
jogging!” Katanya semangat karena merasa juga tertantang untuk berolah raga
seperti penulis.
Sangat menyenangkan bila kegiatan
kita mendapat apresiasi dari orang sekitar. Itu karena sebenarnya menjadikan
kegiatan olahraga seperti yang penulis lakoni adalah tidak mudah, butuh
komitmen keras dan perjuangan yang berkesinambungan.
Penulis mulai lari pelan-pelan
santai karena tidak terburu nafsu. Hari masih remang-remang biarpun jalan
Parangtritis sudah ramai kendaraan. Penulis menyusuri jalan menuju selatan,
mencapai ringroad selatan, belok kiri cuma berani di jalur lambat. Berbagai
kendaraan besar seperti bus AKAP hingga bus mikro dan truck tronton adalah penguasa,
mereka berpacu karena jalan mulus bebas hambatan.
Rutenya adalah jalan Parangtritis,
ke kiri mencapai perempatan Wojo, terus mencapai kampus Universitas Ahmad
Dahlan, sampailah di terminal bus Giwangan. Itu masih berlanjut ke timur hingga
akhirnya mencapai Taman parkir wisata Beteng Mataram Kotagede Singasaren.
Asyik kelihatannya ya…..
Kalau buat penulis itu asyik banget,
soalnya jogging sudah tak jadi masalah besar bahkan mampu menikmatinya. Penulis
bayangkan untuk mereka yang tak pernah jogging, mungkin baru lari seratus dua
ratus meter nafas sudah ngos-ngosan bahkan kepala pening. Jogging ini buat
penulis adalah parameter untuk pengukuran stamina.
Kemungkinan jarak tempuh lari
penulis hanya sekitar lima kilo, jadi bukan kategori Maraton. Apalagi ini bukan
perlombaan, penulis menjalaninya dengan langkah lari pendek-pendek juga
menghindari kerikil atau pecahan beling yang bisa melukai karena tak beralas
kaki.
Senangnya jika badan dibawa lari
adalah hangat segar, serasa hidung dan demam flu yang diderita penulis sudah
sembuh. Jadinya makin semangat untuk mencapai finish…kali ini adalah pas di
taman parkir wisata Singasaren.

Gambar taman parkir wisata Singosaren
Inilah pintu gerbang destinasi
wisata baru Beteng Mataram Kotagede. Parkir wisata berupa kompleks berisi ruko
dan warung serta kantor pengelola parkir. Baru awal tahun 2015 diresmikan.
Sebelumnya adalah berupa tanah kosong rendah seperti kolam yang menjadi
lapangan bola volley warga sekitar.
Kenapa kemudian dibangun taman
parkiran?
Dugaan penulis adalah karena adanya
pemugaran situs beteng Mataram di Purbayan yang memperlihatkan fisiknya
sehingga bisa menjadi obyek wisata baru di pinggiran kota Yogyakarta. Pemugaran
itu memakan waktu cukup lama, setahu penulis sampai tiga empat tahun dari
awalnya penulis keluyuran memasuki areal situs.
Taman parkiran baru ini terlihat
cukup terpelihara, puluhan sepeda motor terparkir rapi. Sebuah panggung terbuka
sedang didirikan untuk pentas wayang golek, berarti terkelola baik. Biasanya
bus wisata siang harinya datang mengantarkan para pengunjung beteng Mataram.
Beberapa warung angkringan sudah mencoba bertaruh mendapatkan keuntungan, juga
sudah ada los kios untuk cenderamata di sekeliling areal parkir.
Penulis sedikit iri karena parkiran
ini tampaknya langsung hidup. Tapi setelah melihat lingkungannya jadi maklum.
Taman parkiran ini hanya berseberangan saja dengan sebuah pabrik pakaian jadi
yang cukup besar. Tentunya karyawan-karyawan pabrik membutuhkan tempat parkir
untuk kendaraan mereka. Nah taman parkiran ini cukup luas untuk menampung
sepeda motor dan mobil dari pabrik pakaian jadi tersebut.
Juga warga sekitar memanfaatkan
rumah dan halaman mereka untuk menerima titipan sepeda dan motor para karyawan
pabrik. Belum lagi disebelah timurnya ada kompleks ruko dan pasar Singasaren
yang sudah cukup lama berdiri. Biarpun bukan pasar tradisional dan tidak ramai
tapi masih banyak orang yang membuka usaha di sana. Berarti tetap terkelola
cukup baik.
Pabrik pakaian jadi, pasar
tradisional walaupun banyak berupa kios bengkel motor dan pemilik bus mikro,
sekarang ditambah Taman parkir wisata ke Beteng Mataram Kotagede. Tentu
sekarang untuk bus wisata dilarang parkir di sekitar pasar Legi Kotagede yang
sangat sempit jalannya. Hiduplah parkiran wisata kecil ini menjadi semarak di
pinggiran kota Yogyakarta.
Karenanya bagi penulis boleh
mengklaim sebagai destinasi wisata baru di Yogyakarta. Lumayan bila dilihat dari
obyek wisata yang ditawarkan, tinggal menyusuri jalan kecil masuk ke dalam kampung
Purbayan.
Dari taman parkiran wisata tinggal
menyusuri jalan kampung sampailah di wisata utamanya. Beteng baluwarti bekas
keraton Mataram Kotagede, ada sanggar budaya di pinggir jalan mungkin itu
memanfaatkan Danais yang bergulir setiap tahun.
Beteng hasil pemugaran ini sudah
terlihat fisiknya, memotong jalan di kanan kirinya. Ini adalah bagian
selatannya yang berupa tanah luas berumpun bambu dan mungkin dulunya adalah parit
yang mengelingi beteng pertahanan keraton.

Gambar reruntuhan beteng sebelum dipugar
Lumayan sudah tertata cukup rapi,
dijadikan taman dengan beberapa pot tanaman hias. Makanya sudah bisa ditawarkan
untuk tempat wisata baru, tentu dengan cerita cukup menarik sebagai latar
belakangnya.
Bila kita berada di sebelah
tenggaranya itu adalah beteng yang dinamakan Bokong Semar, itu karena bangunan
beteng ternyata tidak simestris kotak, yang di sudut tenggaranya ini bila
dilihat dari udara seperti pantat tokoh wayang Semar. Sebagian besar sebenarnya
sudah rusak, setahu penulis ketika pertama kali berkunjung justru masih asli,
batu yang terpasang sekarang ini sebagian adalah batu isian untuk
memperlihatkan struktur beteng yang tak utuh lagi ditemukan.
Makanya bila tak cermat pengunjung cuma
akan mengagumi kemegahan tembok beteng yang terbuat dari batu pahatan persegi
yang ditata satu dengan lainnya menjadi tembok pertahanan. Karena tidak utuh
ditemukan akhirnya untuk bagian dalam diisi dengan bata cor-coran semen.
Kalau penulis sih bisa menjadi saksi
bisu mana yang asli dan aspal, soalnya ketika berkunjung pertama kalinya di
beteng ini belum ada pemugaran sama sekali, Bagian bokong Semar ini dulunya
bahkan sulit dilewati karena rusak bekas saluran air dari kampung di
sekitarnya. Juga sampah bukan main menumpuk di mana-mana sangat mengganggu
pemandangan.

Gambar bagian sudut beteng yang tumpul sehingga disebut Bokong Semar
Bila di sebelah barat itu yang
langsung nampak di pinggir jalan berbatasan dengan makam umum. Mungkin inilah
yang diambil poin sebagai lokasi utama beteng karena lebih mudah diakses,
tinggal masuk dari pinggir jalan dan bisa mengambil gambar utuh beteng Mataram
Kotagede.
Anda bisa mengambil sosok beteng
pertahanan yang mengelilingi keraton Mataram. Ini didirikan oleh Panembahan
Senopati sekitar tahun 1500 Masehi. Beberapa cerita legenda muncul di sekitar
kompleks isi beteng ini. Semuanya berhubungan dengan situs yang ada seperti
Watu Gilang, kompleks pemakaman Hastorengga, kompleks bekas alun-alun dengan
rumah warga yang unik karena mewakili arsitektur kotagede masa Pakubuwono,
kompleks makam raja-raja Mataram di Masjid besar Mataram, pasar Legi yang
berdiri pertama kali di alas Mentaok dan tak lupa berbagai bangunan joglo yang
bisa ditelusuri di setiap gang dalam kecamatan Kotagede hingga desa Jagalan.

Gambar beteng sebagian sudah dipugar dan bagian beteng bokong semar
Tak lupa berbagai jenis rumah
Kalang, ini sejak masa Sultan Agung berkuasa adalah warga tersendiri yang
banyak dipekerjakan sebagai tukang kayu. Kemudian beranak pinak hingga banyak
menjadi pengusaha sukses yang mendirikan rumah kalang sebagai arsitektur yang
berbeda dengan rumah Jawa umumnya.
Pokoknya bila menelusuri seluruh
kawasan cagar budaya Kotagede dan sekitarnya waktu cuma beberapa jam saja tidak
cukup. Mungkin seharian penuh barulah bisa mengelilinginya. Hanya saja
destinasi wisata yang ditawarkan ada dipusatkan di beberapa tempat.
Tembok Beteng Mataram ini yang bisa
dianggap tempat wisata baru, Yang lama adalah kompleks makam raja-raja Mataram,
pasar Legi Kotagede, bangunan cagar budaya joglo, kerajinan perak, sekarang ini
ada pabrik coklat Monggo di sekitar situs Watu Gilang. Karena ada show roomnya
mungkin bisa belanja juga coklat-coklat lezat yang konon pemiliknya adalah
orang Eropa.
Yah penulis sudah menggali suatu
bentuk destinasi wisata baru yang berbeda dengan wisata lainnya. Beteng Mataram
ini tidak sesakral kompleks masjid Mataram, ketika penulis duduk di pondasi
bronjong penahan erosi ada makam yang cukup dikeramatkan. Namanya makam Nyi
Melati, bernisan batu tua berukir dikelilingi pagar dan ditaburi bunga mawar.
Satu anglo kecil diletakkan di batu nisan sebagai adanya peziarah yang membakar
menyan.
Sedikit bulu kuduk penulis
merinding.
Penulis pulang dengan jalan kaki sampai
di rumah kontrakan, selang satu jam kemudian mulai lagi gejala flu kambuh.
Hidung penulis mulai bersimbah ingus cair…..SEBEL!