Penulis mulai menjabarkan tentang Yoga, inilah hasil latihan selama beberapa puluh tahun. Penulis mengenal Yoga sejak kecil, tetapi melatihnya secara intensif baru tahun 1998 saat merantau dan bekerja di sebuah peerusahaan HPH di Kuala Kurun.
Apa itu yoga?
Penulis tak perlu menrangkan dari definisi atau apapun pengetahuan masalah Yoga. Tidak perlu membahas dari asal-usul sampai pertentangannya dengan agama. Penulis menyadari bahwa yang didapat dari praktisi Yoga ini hanya berupa latihan rutin, itupun hanya sebagian kecil daari bidang Yoga yang demikian luas sesuai versi ahli Yoga yang lain.
Bagaimana cara laatihannya?
Sederhana saja, penulis mulai menerangkan dari segi praktek yang dilakukan. Inilah teknik-tekniknya,
Sikap atau postur dalam bahasa sansekerta di sebut Asana. Nah inilah Yoga yang dilatih penulis hingga menjaddi jenis praktisi. Oh ya penulis tak pernah berpikir tentang apakah berlatoih yoga berarti menjaddi pertapa? Ya tidak pernah sampai kesana, juga bila disebut sebagai asketisme pun penulis sering bingung. Soalnya hingga detik ini biarpun berlatih yoga tetap saja hidup penulis normal di masyarkat.
Memang dalam berlatih sering sembunyi-sembunyi karena tak bisa memamerkan latihan tersebut sebagai konsumsi umum. Sangat tidak logis menjadikan latihan untuk ajang pamer "(itu pendapat penulis).Penulis mencoba membeberkan jenis Asana saja, itupun tidak langsung semuanya.
Oke....
Asana versi I,
-Paschimotasana (Mencium lutut)
-Padmasana (Teratai)
-Postur menyilangkan kaki
-Vakrasana I (Miring)
-Mahamudra (Sikap utama)
-Vakrasana II
-Sirsana
-Halasana (Postur cangkul)
-Pada Hastasana
-Virasana
Penulis belum akan menerangkan jenis asana yang dilatih tersebut. Biarkan semuanya menjadi sebuah tulisan berdasarkan peristiwa atau kegiatan penulis yang lain.
HAri minggu hobi penulis jalan-jalan pasti ada sebuah oleh-oleh. Itulah yang lebih suka penulis terangkan untuk menjadi semacam artikel.
Kali ini penulis jogging menyusuri ring road selatan menuju timur.Start dari eks akmpus STIEKERS menuju selatan sampai ringroad. Dari perempatan jalan Parangtritis belok ke timur mencapai hotel Ros Inn. Setelahnya terus penulis berlari kecil mencapai perempatan Wojo kemudian melibas jembatan kali Code menyusuri sebuah kebun tebu desa tamanan bahkan akhrinya sampai di kampus Universitas Ahmad Dahlan. sampailah penulis di terminal Giwangan. Masih diteruskan lari pagi.
Stop!!
Jogging tak bisa dilanjutkan, ternyata sebuah proyek perbaikan jalan yang mengalami kerusakan sedang berlangsung. Tak mungkin kaki ini berlari dijhalan yang demikian kasar berbatu berlari. yah kaki penulis memang tak beralas alias nyeker.
Jalan rusak itu dahulu karena erosi saat hujan beberapa bulan yang lalu, ternyata kerusakan termasuk parah hingga perbaikan cukup lama sampai lebih dari dua bulan. Ini yang tidak diketahui penulis dulu saat habis hujan dan penulis jogging di areal tersebut ternyata telah memakan korban jiwa penduduk setempat. Orang tersebut bersepedda onthel mungiin karena hari massih gelap (Subuh) jadirnya tak melihat di depannya jalan telah menganga lebar sekali. Jatuhlah oraang tersebutt tanpa diketahui siapapun. Dan ternyata orang tersebut dittemukan telah meninggal dunia siang harinya. Ah kejadian tak terduga siapapun bisa menemui ajal dimanapun berada.
Tak bisa melewati jalan tersebut akhirnya penulis berbelok menuju sebuah gang kecil menuju utara. Oh sebenarnya penulis sudah tak tahu arah, belok kekiri itu menurut penulis menuju utara. Ini jalan kecil yang bila ditelusuri kemudian belok lagi kegang sempit yang tak beraspal hanya jalan berkonblok masih di wilayah Umbulharjo. Tepatnya di tepi kali gajah Wong.
Segera penulis menemui suasana teduh tepian sungai besar yang mengalir membelah kota dan kecamatan Banguntapan. Jalan ini menyusuri saaluran irigasi untuk lahan pertaanian. sangat teduh hingga membuat hati adem tentrem.
Ya ini sungai gajah Wong merupakan sambungan sungai dari kodya Yogyakarta yang mengalir membelah kota gede. Jadi merupakan sungai yang pasti dulunya bercerita tentang sebuaah keraton bekas Mataram. Keadaan sungai masih asri walaupun air sungai tak lagi bersih karrena sampah cukup banyuak dialirannya. Yang berkesan bagi penulis adalah disaluran irigasi ini seperti menjadi destinassi wisata sungai seperti Code. ya tetapi wisata di sungai gajah Wong bagian hilirnya ini terassa bersuasana pedesaan. Umbulharjo dan Jagalan, teernyata nama umbul mengena di tempat ini. Penulis langsung melihat sebuah papan nama yang menyatakan adanya sebuah mata air (Umbul) di bawah saluran air tepat dibawah jalan kecil yang penulius sedang menyusurinya. Terdata itu mata air yang diresmikan oleh Keraton Yogyakarta tertanggal 21 april 20013. Jadi merupakan sebuah umbul yang pasti memiliki kaitan dengan keraton yang masih eksis tersebut. Padahal sepintas melihat dari atas umbul tersebut biarpun berair tapi alirannya tak deras mungkin hanya bisa untuk cuci muka saja. Entahlah penulis mungkin salah perkiraan, soalnya beberapa meter dari umbul tersebut ada banguanan tertutup yang kemungkinan merupakan tempat penampunagn air untuk berbagai keperluan masyarkat. tak ada petunjuk mistik terkait dengan umbul tersebut.
Terus penulis menyusuri tepian kali gajah Wong tersebut, beberapa bangunan rumah seperti di kali Code tidak seberapa banyak. Rupanya banyak larangan mendirikan rumah mengahdap tepi sungai untuk pelestaarian sempadan sungai. Mungkin yang berani membangun orang-orang yang telah memiliki sertifikat tanah.Keadaan tepi sungai ini masih asri sampai dijalan beraspal menuju Jagalan. sampai di jembatan penulis sempat memandangi lanskap yang ada, ada kampung tepat berada di ujung bendungan irigasi hulu saluran pertanian. Kesanalah penulis menyusuri, bangunan rumah yang ada termasuk kumuh biarpun semuanya semi permanen. Kemungkinan tanah tersebut sebenarnya bukan hak milik karena tepat di saluran irigasi yang tentu akan bertabrakan dengan ebrbagai proyek perbaikan nantinya.
Kesanalah penulis menyusuri hingga mencapai bendungan tersebut. kali ini bendungan tersebut menampilkan genangan air seperti kolam yang luas hingga kemungkinan biassa orang memancing didam tersebut. Buktinya ada sebuah warung angkringan yang pagi itu mmasih tutup, kemungkinan mengandalkan ramianya pehobi mancing.
Dipinggir bendungan tersebut ada beberapa mata air yang digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan, juga beberapa kolam pemeliharaan ikan. Semoga mata air yang ada ini tetap lestari, soalnya melihat perkembangan bangunan yang ada diatasnya jelas bakalan menghisap air bawwah tanah sampai habis, itulah perkembangan pesat kota besar di Indonesia.
masih penulis menysurinya sampai masuk kampung Jagalan, baru berakhir di jalan besar dimana terdaapt hotel besar Omah Duwur. Berakhirlah acara jalan-jalan penulis.
Yang berkesan dari penulis adalah setiap masuk kampung tentu merasakan keakraban dan keindahan tata kampung, mungkin inilah sebabnya biarpun seorang turis bule mencoba masuk kampung supaya mereka lebih mendapatkan kesan mendalam urusan kehidupan langsung di depan matanya. Jadi asalkan kita menata kampung biarpun tidak wah tetap saja akan berkesan bagi pendatang.
No comments:
Post a Comment