Sunday, October 15, 2017

HATAPRADIPIKA



        HATAPRADIPIKA
Penulis berlatih Yoga, Meditasi, dan Pencak Silat. Sampai saat ini masih berlangsung. Untuk menambah pengetahuan sering hanya mendasarkan pada dunia maya dengan mencari di berbagai media sosial. Salah satunya adalah dari Group Facebook Yoga Indonesia.
Penulis mengambil satu manuskrip karangan Pujangga besar pengajaran Yoga yaitu Begawan Patanjali. Namanya HATAPRADIPIKA, maksud penulis adalah seberapa besar kesesuaian antara manuskrip kuno yang berisi ajaran Yoga dengan praktek latihan Yoga yang sehari-hari dilakukan penulis.
1.69 na vesha-dharanam siddheh karanam na cha’at-kathakriyaiva karanam siddheh satyamatanna samsayah
1.70 pithani kumbhakaschitra divyani karanani cha sarvanyapi ha, habhyase raja-yogha-phalavadhi
“asana (postur), aneka kumbhaka, dan dalam artian sarana ilahiah lainnya, semua harus dilakukan dalam praktek Hatha Yoga, hingga (kemudian) buah dari raja yoga-diraih”
Sedangkan pengertian Raja Yoga terdapat dalam manuskrip dari Patanjali Yoga Sutra, Asthanga Yoga.
11.1 tapah svadyay-esvarapranidharani kriya-yogah
11.2 samadhi-bhavana-attah kiesa tani-karana-arthas ca
11.3 avidya-asmita-raga-dvesa-abhirivesah kiesah
“hidup sederhana dengan penuh kedisiplinan (tapah), mempelajari ajaran-ajaran kebaikan secara mandiri (svdhyay), dan menyerahkan diri, kerja, dan hasil kerja dalam ranah pengabdian kepadanya (esvarapranidharani), ini disebut kriya yoga- hal ini dilakukan untuk melenyapkan kekotoran batin yang menyebabkan penderitaan (karma) dan untuk mencapai kebahagiaan spiritual (samadi)
Kebodohan atau kegelapan batin (avidya), egoisme (asmita), kelekatan atau kecintaan pada ragawi (raga), kebencian (dvesa), dan kecintaan yang sangat pada kehidupan sehingga amat takut mati (abhirivesah) adalah lima kekotoran batin (panca kiesah)”
Penulis mencoba menafsirkannya secara bebas menuruti selera sendiri, jadi jangan menjadikan tulisan ini sebagai pembenaran mutlak. Siapapun boleh menafsirkan karena setiap orang memiliki latar belakang berbeda, kalau untuk penulis mencoba menyesuaikan dengan hasil latihan selama bertahun-tahun yang tidak pernah mencapai kesempurnaan.
Yoga dalam pemahaman penulis berdasarkan praktek latihan adalah Asana Yoga dan Meditasi. Biarpun bercampur dengan latihan Jurus Pencak Silat tapi bidangnya bisa digabungkan tanpa saling meniadakan. Soal metodanya benar atau salah kurang mengetahui, ini akibat latihan didapat secara otodidak dengan petunjuk yang termasuk sembarangan saja mencatut dari berbagai sumber.
Seberapa besar pendekatan Yoga penulis dengan manuskrip kuno Patanjali Yoga Sutera ini?
Masih jauh???? Ya tidak apa-apa!!
Tak mengapa untuk fisik lumayan bisa mencapai kesehatan raga. Lagi pula penulis mendapati latihan asana dan meditasi selama ini lebih banyak untuk hiburan karena dilakukan waktu-waktu senggang.
Juga melatihnya tidak murni asana dan meditasi, bercampur-campur dengan gerak senam aerobik dan bela diri yang semuanya masih tanggung. Tingkat penulis dalam semua jenis latihan hanya sebagai peminat saja. Semuanya diraih penulis hanya untuk mendapatkan semacam identitas diri yang sedikit berbeda dengan orang lain.
Asana-asana yang dikuasai terpotong-potong, tidak ada metoda dalam gerak seperti yang diajarkan lembaga kursus bersertifikat. Lembaga kursus tersebut standarnya sudah sangat aman untuk semua kalangan. Penulis dalam berlatih cuma mencontoh gerak dari gambar-gambar di buku yoga yang banyak beredar di Indonesia.
Tercantum kata aneka kumbhaka- penulis tak tahu artinya, juga tak perlu membahasnya. Jadi biarpun mendekatkan diri dengan Hatapradipika untuk aneka kumbhaka ini penulis tak memahaminya. Apa lagi melatihnya rutin, walaupun mungkin juga tak sengaja telah melakukannya sehari-hari.
Mungkin aneka kumbhaka berhubungan dengan pengaturan nafas yang disebut pranayama. Ini bukan bidang penulis, pengetahuan penulis hanya tahu sedikit dari berbagai artikel yang berhubungan dengan yoga dan kesehatan.
…..dan dalam sarana ilahiah lainnya,…..
Kalimat laanjutan Hatapradipika mungkin mudah ditafsirkan, kata ilahiah menyatakan pendekatan pada Tuhan. Yang dimaksud mungkin adalah ritual ibadah. Soal agama silahkan menyesuaikan dengan yang dianut masing-masing. Seluruh ritual ibadah adalah untuk menghadirkan adanya kekuasaan yang maha mutlak pada setiap umat manusia.
Menurut pendapat penulis kalimat ini bukan menyatakan Hatapradipika lebih tinggi dari ajaran agama tetapi keberadaan manuskrip ini saat agama-agama besar sudah berkembang di seluruh belahan dunia.
Jadi bentuknya hanya sebuah kesimpulan dari fenomena-fenomena yang sudah ada.
Mungkin yang paling mendekati latihan dari penulis untuk kalimat di atas adalah Meditasi. Penulis cukup rutin melakukan meditasi, lebih ke olah pikiran dari pada mendekatkan diri pada mistik agama.
Duduk bersila (Padmasana), bernafas teratur sekedarnya, melakukan visualisasi Grounding (Terhubung ke langit dan bumi), membersihkan cakra, afirmasi (Mantera) dan latihan getaran suara.
Padmasananya bagian dari Asana Yoga, bernafas teratur mungkin masuk Pranayama dan kemudian visualisasi anggap saja itu semacam mistik. Sedangkan Mantera/Afirmasi merupakan bagian bahasa lisan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu contohnya adalah doa, dzikir, mantera berbagai upacara ritual agama atau sekedar memanfaatkannya untuk sarana mengundang roh nenek moyang/klenik.
Kalau untuk penulis saat bermeditasi semuanya bercampur-campur atau sekaligus.
Penulis berpendapat meditasi adalah kelanjutan latihan asana untuk mencapai puncak intelektual dan spiritual. Bukti-bukti tentang kemampuan intelektual dan spiritual bisa dilihat dari monumen kuno yang bertebaran di seluruh Indonesia. Diantaranya adalah semegah-megahnya candi Borobudur, candi Prambanan dll semuanya adalah pengejawantahan atau bisa ditafsirkan sebagai pencapaian laku meditasi.
Stupa, Lingga, Yoni, Meru dll merupakan lambang-lambang pencapaian kesempurnaan. Jalannya adalah laku meditasi yang terprogram, Tentu sebenarnya sangat menarik bila dikaji dari sejarah, kemungkinan besar saat didirikannya berbagai monumen kebesaran Hindu Budha sudah ada sistem pendidikan dengan metoda praktek meditasi. Mungkin bila sistem pendidikannya diterapkan jaman sekarang setara dengan universitas.
Ahli-ahli meditasi mungkin saat itu bertebaran, sekarang metodanya banyak yang lenyap karena terkubur di tanah akibat bencana alam maha dahsyat. Tinggallah yang tersisa berupa monumen bangunan candi yang penuh dengan keheningan para penciptanya.
Soal meditasi penulis sekedar meluangkan waktu melatihnya, bukan inti dari kehidupan sehari-hari, lebih tepatnya adalah sarana hiburan. Lumayanlah keseharian penulis menjadi bervariasi karenanya.
Itulah yang bisa penulis paparkan soal meditasi.
…..semua harus dilakukan dalam praktek Hatha Yoga…..
Menafsirkan kalimat dari naskah kuno memang bisa berubah-ubah, semakin ahli seseorang dalam penguasaan kajian sejarah makin tahu makna yang tersembunyi di kalimat tersebut di atas. Mungkin banyak pujangga yang bisa membuat tafsir yang lebih baik berdasarkan versinya.
Terbaca seolah-olah Hatha Yoga adalah yang terbaik, padahal itu hanya penggambaran dari hasil latihan. Bagi penulis cukuplah mencakup apa-apa yang dipraktekan sehari-hari. Jadi penulis berlatih asana, aneka kumbhaka, meditasi, dan berbagai ritual ibadah menurut ajaran agama berjalan terus, menjadi kebiasaan atau kemampuan.
Hatha Yoga di sini adalah kemampuan, kekuatan, di artikel lain adalah Matahari dan Bulan (Persatuan), silahkan membuat penafsiran sendiri.
Kebiasaan tentu akan mencapai kemampuan, penguasaan, dan pengalaman. Cakupannya sederhana saja untuk penulis, yaitu dari hasil latihan asana yoga selama ini.
Sudahkah penulis mencapainya?
Oh tak perlu sesempurna naskah Hatapradipika ini. Satu dua kemampuan mencukupilah, penulis menyatakan tak mampu menguasai semua bidang yang sangat idealis tersebut. Tapi kalau ikhtiar atau usaha boleh dong…..
Soal kekurangan di sana-sini itu manusiawi sekali.
…..hingga (kemudian) buah dari Raja Yoga-diraih….
Mudah menggambarkan seorang raja. Seorang yang duduk di kursi singgasana yang dipenuhi kekayaan dan kekuasaan serta kehormatan. Paling mudah menggambarkan raja adalah pasti secara materi sangat berlimpah. Sangat banyak contohnya, rata-rata orang yang sukses dalam bisnis pun disebut raja.
Penulis tentu saja tak menyebut diri mencapai Raja Yoga. Berlatih asana, aneka kumbhaka, meditasi, dan ritual ibadah cukup sebagai tabungan masa depan. Karena melatihnya mulai umur likuran maka saat mencapai umur setengah abad ini tahu saja hasil tabungannya sudah seberapa…..lumayan ternyata.
Kesehatan masih memadai, bisa menjadi modal kegiatan lain tanpa banyak hambatan, Alhamdulillah.
Raja Yoga itu bagaimana sih?
Keterangannya dijelaskan pada Yoga Sutra karangan Begawan Patanjali, Hasthanga Yoga.
……hidup sederhana dengan penuh kedisiplinan (Tapah), mempelajari ajaran-ajaran kebaikan secara mandiri (svdhayay), dan menyerahkan diri, kerja, dan hasil kerja dalam ranah penyerahan kepadanya (esvarapranidhanani), ini disebut kriya yoga…..
Perhatikan kata yoga, bisa tersirat di bagian mana saja. Dari awal ada asana yoga, raja yoga, hasthanga yoga, sekarang kriya yoga. Bila membaca naskah Bhagavad Gita maka dari bab 1 sampai berakhir semua judulnya selalu berakhir kata yoga.
Bagi penulis sekarang yoga adalah prosesnya, bukan tujuan akhir. Jalannya macam-macam, sekarangpun jalannya melalui kriya yoga seperti yang tertulis di atas.
Kriya Yoga ada tapah, penulis tahunya itu Tapa dalam budaya Jawa. Hidup mengasingkan diri mencapai tataran spiritual. Budaya Jawa sarat dengan laku tapa ini, boleh dikata setiap tempat yang berkaitan dengan leluhur orang Jawa bisa menjadi wisata spiritual ala Jawa.
Tapi dari naskah Hatha Yoga ini penulis melihat hidup sederhana dan disiplin sudah bisa disebut tapah. Cukuplah itu menjadi rujukan dari berbagai fenomena tapa yang ada di Jawa.
Kemudian swdhayay, mudah saja membahasakannya dalam bahasa Indonesia, swadaya. Kalimat ini adalah program-program kemandirian dalam berbagai bidang untuk mencapai kesejahteraan. Dalam hal ini lebih ke urusasn kejiwaan mencapai kebaikan di masyarakat.
…..dan menyerahkan diri, kerja dan hasil kerja dalam ranah pengabdian kepadanya….
Bayangkan tentu sempurna sekali seseorang yang bisa mencapainya. Idealisme seperti ini yang belum bisa dilakukan penulis. Bilapun mencapainya dengan tertatih-tatih sudah harus bersyukur.
Bila ketiganya bisa dilaksanakan bersama disebut Kriya Yoga.
Bila membaca naskah-naskah kuno memang banyak berkaitan dengan spiritual, tingkatan penulis dalam menapakinya baru sekedar coba-coba. Tak ada peningkatan berarti, hidup biasa-biasa saja, artinya masih jauh dari pencapaian yang disebut oleh pengarangnya Begawan Patanjali.
Kelanjutan Hasthanga Yoga,
….hal ini dilakukan untuk melenyapkan kekotoran batin yang menyebabkan penderitaan (karma) dan untuk mencapai kebahagiaan spiritual (samadi)…
Inilah kondisi seseorang yang mencapai hatapradipika. Lepas dari penderitaan di dunia dan mendapatkan nikmat yang digambarkan situasi samadi (keheningan yang dalam). Tapi terserah pembacca saja menafsirkannya berdasarkan latar belakang dan pengetahuannya.
Bagi penulis naskah ini lebih baik mendekatkan diri pada budaya Jawa yang bisa sangat fleksibel karena pernah mendapatkan pengaruh budaya Hindhu Budha. Jadi jangan kaget dalam keseharian orang jawa istilah karma dan samadi sudah melekat banyak sekali dalam adat. Kisah-kisah dunia pewayangan didominasi laku budaya ini, dan bisa diterima semua kalangan.
Gara-gara penulis berlatih asana dan meditasi maka begitu ada naskah hatapradipika dicoba sebagai pembanding. Bayangkan sudah rutin melatihnya tapi tidak tahu apa-apa yang ditujunya, mau tersesat ke mana ya?
Toh setelah membaca dan sedikit mempelajarinya penulis yakin bukan seorang Pakar Yoga, mungkin cukup sebagai penikmat karena dalam melatihnya mendapat sedikit manfaat……
Penulis mengakhiri tulisan dengan tambahan tentang apa yang disebut kekotoran batin menurut Asthanga Yoga yang disebut Panca Klesah,
Kebodohan atau kegelapan batin (avidya), egoisme (asmita), kelekatan atau kecintaan pada ragawi (raga), kebencian (dvesa), dan kecintaan yang sangat pada kehidupan sehingga amat takut mati (abhinivesah).
Namaste.




No comments:

Post a Comment