HATAPRADIPIKA
Penulis berlatih Yoga, Meditasi, dan Pencak Silat.
Sampai saat ini masih berlangsung. Untuk menambah pengetahuan sering hanya
mendasarkan pada dunia maya dengan mencari di berbagai media sosial. Salah
satunya adalah dari Group Facebook Yoga Indonesia.
Penulis mengambil satu manuskrip karangan Pujangga
besar pengajaran Yoga yaitu Begawan Patanjali. Namanya HATAPRADIPIKA, maksud
penulis adalah seberapa besar kesesuaian antara manuskrip kuno yang berisi
ajaran Yoga dengan praktek latihan Yoga yang sehari-hari dilakukan penulis.
1.69 na
vesha-dharanam siddheh karanam na cha’at-kathakriyaiva karanam siddheh
satyamatanna samsayah
1.70 pithani
kumbhakaschitra divyani karanani cha sarvanyapi ha, habhyase raja-yogha-phalavadhi
“asana (postur),
aneka kumbhaka, dan dalam artian sarana ilahiah lainnya, semua harus dilakukan
dalam praktek Hatha Yoga, hingga (kemudian) buah dari raja yoga-diraih”
Sedangkan pengertian Raja Yoga terdapat dalam
manuskrip dari Patanjali Yoga Sutra, Asthanga Yoga.
11.1 tapah
svadyay-esvarapranidharani kriya-yogah
11.2
samadhi-bhavana-attah kiesa tani-karana-arthas ca
11.3
avidya-asmita-raga-dvesa-abhirivesah kiesah
“hidup sederhana
dengan penuh kedisiplinan (tapah), mempelajari ajaran-ajaran kebaikan secara
mandiri (svdhyay), dan menyerahkan diri, kerja, dan hasil kerja dalam ranah
pengabdian kepadanya (esvarapranidharani), ini disebut kriya yoga- hal ini
dilakukan untuk melenyapkan kekotoran batin yang menyebabkan penderitaan
(karma) dan untuk mencapai kebahagiaan spiritual (samadi)
Kebodohan atau
kegelapan batin (avidya), egoisme (asmita), kelekatan atau kecintaan pada
ragawi (raga), kebencian (dvesa), dan kecintaan yang sangat pada kehidupan
sehingga amat takut mati (abhirivesah) adalah lima kekotoran batin (panca kiesah)”
Penulis mencoba menafsirkannya secara bebas menuruti
selera sendiri, jadi jangan menjadikan tulisan ini sebagai pembenaran mutlak.
Siapapun boleh menafsirkan karena setiap orang memiliki latar belakang berbeda,
kalau untuk penulis mencoba menyesuaikan dengan hasil latihan selama
bertahun-tahun yang tidak pernah mencapai kesempurnaan.
Yoga dalam pemahaman penulis berdasarkan praktek
latihan adalah Asana Yoga dan Meditasi. Biarpun bercampur dengan latihan Jurus
Pencak Silat tapi bidangnya bisa digabungkan tanpa saling meniadakan. Soal
metodanya benar atau salah kurang mengetahui, ini akibat latihan didapat secara
otodidak dengan petunjuk yang termasuk sembarangan saja mencatut dari berbagai
sumber.
Seberapa besar pendekatan Yoga penulis dengan manuskrip
kuno Patanjali Yoga Sutera ini?
Masih jauh???? Ya tidak apa-apa!!
Tak mengapa untuk fisik lumayan bisa mencapai
kesehatan raga. Lagi pula penulis mendapati latihan asana dan meditasi selama
ini lebih banyak untuk hiburan karena dilakukan waktu-waktu senggang.
Juga melatihnya tidak murni asana dan meditasi,
bercampur-campur dengan gerak senam aerobik dan bela diri yang semuanya masih
tanggung. Tingkat penulis dalam semua jenis latihan hanya sebagai peminat saja.
Semuanya diraih penulis hanya untuk mendapatkan semacam identitas diri yang
sedikit berbeda dengan orang lain.
Asana-asana yang dikuasai terpotong-potong, tidak
ada metoda dalam gerak seperti yang diajarkan lembaga kursus bersertifikat.
Lembaga kursus tersebut standarnya sudah sangat aman untuk semua kalangan.
Penulis dalam berlatih cuma mencontoh gerak dari gambar-gambar di buku yoga
yang banyak beredar di Indonesia.
Tercantum kata aneka
kumbhaka- penulis tak tahu artinya, juga tak perlu membahasnya. Jadi
biarpun mendekatkan diri dengan Hatapradipika untuk aneka kumbhaka ini penulis
tak memahaminya. Apa lagi melatihnya rutin, walaupun mungkin juga tak sengaja
telah melakukannya sehari-hari.
Mungkin aneka kumbhaka berhubungan dengan pengaturan
nafas yang disebut pranayama. Ini bukan bidang penulis, pengetahuan penulis
hanya tahu sedikit dari berbagai artikel yang berhubungan dengan yoga dan
kesehatan.
…..dan dalam
sarana ilahiah lainnya,…..
Kalimat laanjutan Hatapradipika mungkin mudah
ditafsirkan, kata ilahiah menyatakan pendekatan pada Tuhan. Yang dimaksud
mungkin adalah ritual ibadah. Soal agama silahkan menyesuaikan dengan yang
dianut masing-masing. Seluruh ritual ibadah adalah untuk menghadirkan adanya
kekuasaan yang maha mutlak pada setiap umat manusia.
Menurut pendapat penulis kalimat ini bukan
menyatakan Hatapradipika lebih tinggi dari ajaran agama tetapi keberadaan
manuskrip ini saat agama-agama besar sudah berkembang di seluruh belahan dunia.
Jadi bentuknya hanya sebuah kesimpulan dari
fenomena-fenomena yang sudah ada.
Mungkin yang paling mendekati latihan dari penulis
untuk kalimat di atas adalah Meditasi. Penulis cukup rutin melakukan meditasi,
lebih ke olah pikiran dari pada mendekatkan diri pada mistik agama.
Duduk bersila (Padmasana), bernafas teratur
sekedarnya, melakukan visualisasi Grounding (Terhubung ke langit dan bumi),
membersihkan cakra, afirmasi (Mantera) dan latihan getaran suara.
Padmasananya bagian dari Asana Yoga, bernafas
teratur mungkin masuk Pranayama dan kemudian visualisasi anggap saja itu
semacam mistik. Sedangkan Mantera/Afirmasi merupakan bagian bahasa lisan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu contohnya adalah doa, dzikir, mantera
berbagai upacara ritual agama atau sekedar memanfaatkannya untuk sarana
mengundang roh nenek moyang/klenik.
Kalau untuk penulis saat bermeditasi semuanya
bercampur-campur atau sekaligus.
Penulis berpendapat meditasi adalah kelanjutan
latihan asana untuk mencapai puncak intelektual dan spiritual. Bukti-bukti
tentang kemampuan intelektual dan spiritual bisa dilihat dari monumen kuno yang
bertebaran di seluruh Indonesia. Diantaranya adalah semegah-megahnya candi
Borobudur, candi Prambanan dll semuanya adalah pengejawantahan atau bisa
ditafsirkan sebagai pencapaian laku meditasi.
Stupa, Lingga, Yoni, Meru dll merupakan lambang-lambang
pencapaian kesempurnaan. Jalannya adalah laku meditasi yang terprogram, Tentu
sebenarnya sangat menarik bila dikaji dari sejarah, kemungkinan besar saat
didirikannya berbagai monumen kebesaran Hindu Budha sudah ada sistem pendidikan
dengan metoda praktek meditasi. Mungkin bila sistem pendidikannya diterapkan
jaman sekarang setara dengan universitas.
Ahli-ahli meditasi mungkin saat itu bertebaran,
sekarang metodanya banyak yang lenyap karena terkubur di tanah akibat bencana
alam maha dahsyat. Tinggallah yang tersisa berupa monumen bangunan candi yang
penuh dengan keheningan para penciptanya.
Soal meditasi penulis sekedar meluangkan waktu
melatihnya, bukan inti dari kehidupan sehari-hari, lebih tepatnya adalah sarana
hiburan. Lumayanlah keseharian penulis menjadi bervariasi karenanya.
Itulah yang bisa penulis paparkan soal meditasi.
…..semua harus
dilakukan dalam praktek Hatha Yoga…..
Menafsirkan kalimat dari naskah kuno memang bisa
berubah-ubah, semakin ahli seseorang dalam penguasaan kajian sejarah makin tahu
makna yang tersembunyi di kalimat tersebut di atas. Mungkin banyak pujangga
yang bisa membuat tafsir yang lebih baik berdasarkan versinya.
Terbaca seolah-olah Hatha Yoga adalah yang terbaik,
padahal itu hanya penggambaran dari hasil latihan. Bagi penulis cukuplah
mencakup apa-apa yang dipraktekan sehari-hari. Jadi penulis berlatih asana,
aneka kumbhaka, meditasi, dan berbagai ritual ibadah menurut ajaran agama
berjalan terus, menjadi kebiasaan atau kemampuan.
Hatha Yoga di sini adalah kemampuan, kekuatan, di
artikel lain adalah Matahari dan Bulan (Persatuan), silahkan membuat penafsiran
sendiri.
Kebiasaan tentu akan mencapai kemampuan, penguasaan,
dan pengalaman. Cakupannya sederhana saja untuk penulis, yaitu dari hasil
latihan asana yoga selama ini.
Sudahkah penulis mencapainya?
Oh tak perlu sesempurna naskah Hatapradipika ini.
Satu dua kemampuan mencukupilah, penulis menyatakan tak mampu menguasai semua
bidang yang sangat idealis tersebut. Tapi kalau ikhtiar atau usaha boleh
dong…..
Soal kekurangan di sana-sini itu manusiawi sekali.
…..hingga (kemudian)
buah dari Raja Yoga-diraih….
Mudah menggambarkan seorang raja. Seorang yang duduk
di kursi singgasana yang dipenuhi kekayaan dan kekuasaan serta kehormatan.
Paling mudah menggambarkan raja adalah pasti secara materi sangat berlimpah.
Sangat banyak contohnya, rata-rata orang yang sukses dalam bisnis pun disebut
raja.
Penulis tentu saja tak menyebut diri mencapai Raja
Yoga. Berlatih asana, aneka kumbhaka, meditasi, dan ritual ibadah cukup sebagai
tabungan masa depan. Karena melatihnya mulai umur likuran maka saat mencapai
umur setengah abad ini tahu saja hasil tabungannya sudah seberapa…..lumayan
ternyata.
Kesehatan masih memadai, bisa menjadi modal kegiatan
lain tanpa banyak hambatan, Alhamdulillah.
Raja Yoga itu bagaimana sih?
Keterangannya dijelaskan pada Yoga Sutra karangan
Begawan Patanjali, Hasthanga Yoga.
……hidup
sederhana dengan penuh kedisiplinan (Tapah), mempelajari ajaran-ajaran kebaikan
secara mandiri (svdhayay), dan menyerahkan diri, kerja, dan hasil kerja dalam
ranah penyerahan kepadanya (esvarapranidhanani), ini disebut kriya yoga…..
Perhatikan kata yoga, bisa tersirat di bagian mana
saja. Dari awal ada asana yoga, raja yoga, hasthanga yoga, sekarang kriya yoga.
Bila membaca naskah Bhagavad Gita maka dari bab 1 sampai berakhir semua
judulnya selalu berakhir kata yoga.
Bagi penulis sekarang yoga adalah prosesnya, bukan
tujuan akhir. Jalannya macam-macam, sekarangpun jalannya melalui kriya yoga
seperti yang tertulis di atas.
Kriya Yoga ada tapah, penulis tahunya itu Tapa dalam
budaya Jawa. Hidup mengasingkan diri mencapai tataran spiritual. Budaya Jawa
sarat dengan laku tapa ini, boleh dikata setiap tempat yang berkaitan dengan
leluhur orang Jawa bisa menjadi wisata spiritual ala Jawa.
Tapi dari naskah Hatha Yoga ini penulis melihat
hidup sederhana dan disiplin sudah bisa disebut tapah. Cukuplah itu menjadi
rujukan dari berbagai fenomena tapa yang ada di Jawa.
Kemudian swdhayay, mudah saja membahasakannya dalam
bahasa Indonesia, swadaya. Kalimat ini adalah program-program kemandirian dalam
berbagai bidang untuk mencapai kesejahteraan. Dalam hal ini lebih ke urusasn
kejiwaan mencapai kebaikan di masyarakat.
…..dan
menyerahkan diri, kerja dan hasil kerja dalam ranah pengabdian kepadanya….
Bayangkan tentu sempurna sekali seseorang yang bisa
mencapainya. Idealisme seperti ini yang belum bisa dilakukan penulis. Bilapun
mencapainya dengan tertatih-tatih sudah harus bersyukur.
Bila ketiganya bisa dilaksanakan bersama disebut
Kriya Yoga.
Bila membaca naskah-naskah kuno memang banyak
berkaitan dengan spiritual, tingkatan penulis dalam menapakinya baru sekedar
coba-coba. Tak ada peningkatan berarti, hidup biasa-biasa saja, artinya masih
jauh dari pencapaian yang disebut oleh pengarangnya Begawan Patanjali.
Kelanjutan Hasthanga Yoga,
….hal ini
dilakukan untuk melenyapkan kekotoran batin yang menyebabkan penderitaan
(karma) dan untuk mencapai kebahagiaan spiritual (samadi)…
Inilah kondisi seseorang yang mencapai
hatapradipika. Lepas dari penderitaan di dunia dan mendapatkan nikmat yang
digambarkan situasi samadi (keheningan yang dalam). Tapi terserah pembacca saja
menafsirkannya berdasarkan latar belakang dan pengetahuannya.
Bagi penulis naskah ini lebih baik mendekatkan diri
pada budaya Jawa yang bisa sangat fleksibel karena pernah mendapatkan pengaruh
budaya Hindhu Budha. Jadi jangan kaget dalam keseharian orang jawa istilah
karma dan samadi sudah melekat banyak sekali dalam adat. Kisah-kisah dunia
pewayangan didominasi laku budaya ini, dan bisa diterima semua kalangan.
Gara-gara penulis berlatih asana dan meditasi maka
begitu ada naskah hatapradipika dicoba sebagai pembanding. Bayangkan sudah
rutin melatihnya tapi tidak tahu apa-apa yang ditujunya, mau tersesat ke mana
ya?
Toh setelah membaca dan sedikit mempelajarinya
penulis yakin bukan seorang Pakar Yoga, mungkin cukup sebagai penikmat karena
dalam melatihnya mendapat sedikit manfaat……
Penulis mengakhiri tulisan dengan tambahan tentang
apa yang disebut kekotoran batin menurut Asthanga Yoga yang disebut Panca
Klesah,
Kebodohan atau kegelapan batin (avidya), egoisme
(asmita), kelekatan atau kecintaan pada ragawi (raga), kebencian (dvesa), dan
kecintaan yang sangat pada kehidupan sehingga amat takut mati (abhinivesah).
Namaste.
No comments:
Post a Comment