Sunday, December 29, 2013

Gundul Tengik sampai di Gumuk Pasir Parangtritis.

Kegiatan akhir tahun.
Penulis ingat tentang kajian Geografi sebuah gumuk pasir. Itu terdapat di kamar Penulis berupa skripsi seorang mahasiswa UGM untuk contoh pembuatan skripsi mahasiswa Kehutanan.
Tetap saja Penulis tertarik biarpun tak paham maksud isi skripsi untuk jenjang sarjana seorang mahasiswa. Yang penulis tertarik itu berupa semacam petualangan perjalanan Hiking untuk menyelusuri gumuk pasir Parangtritis.
Langsung penulis melihat peta wilayah gumuk pasir yang tertera dalam skripsi, ya itu bisa jadi penunjuk untuk sebuah perjalanan menyusurinya.
Sebenarnya sudah lama penulis  pernah menginjakkan kakinya sesuai alur  peta yang ada dalam skripsi tersebut, mungkin sudah dua tahunan yang lalu, tapi tahun 2013 ini dicoba kembali untuk membuktikan rasa penasaran penulis akan kajian Geografi lokal Yogyakarta.
Nah kegiatan yang dikorbankan adalah olah raga bela diri Pencak Silat (Kayak Pendekar saja......), kemudian Yoga, dan Jogging mingguan. Tak apalah hitung-hitung ini kegiatan tahun 2014 nanti. Kelemahan penulis itu dalam masalah dokumentasi, tak punya  kamera untuk mendokumentasikan perjalanan yang dilakoni penulis.

Tanggal 29 desember 2013,
Setelah sholat subuh langsung penulis keluar setelah sebelumnya buang air besar sebagai persiapan perjalanan. Dengan kaos oblong dan celana jeans penulis berangkat pagi masih gelap menuju Ringroad mencari bus trayek Parangtritis. Sebuah sandal jepit menjadi andalan penulis kemanapun bahkan untuk bekerja sebagai pengusaha swasta sukses tapi kecil-kecilan. Ya kecil modalnya kecil juga kiosnya, dan kecil juga omzet perharinya. Karenanya hasilnya hanya cukup mengisi perut sehari-hari.
Jalan kaki sampai  di perempatan Druwo, maunya cepat dapat angkutan bus menuju Kretek. Tapi apa daya, menunggu sampai lama sekitar satu jam barulah bus kecil tersebut muncul. Itupun dengan penumpang sudah penuh, jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh. Eiiit untuk trayek bus sekarang ini memang sudah sepi, tidak seperti tahun-tahun sembilan puluhan. Penyebabnya adalah kepemilikan kendaraan pribadi baik itu sepeda motor maupun mobil.
Bus tersebut penuh sesak, berjubel karena itu bus pertama meluncur ke Parangtritis membawa penumpang ke berbagai kecamatan disekitarnya. Tak terelakan lagi  penulis hanya bisa berdiri di pintu dengan badan hanya menyentuh sedikit kedalam agar seimbang dengan tangan berpegangan kuat di besi semacam cantelan. Penulis tidak sendirian, beberapa penumpang pun mengalaminya. Begitu bus berangkat langsung terasa angin menerpa dan perasaan ngeri menyergap. Itupun masih dicoba lagi beberapa penumpang masuk dipaksakan. Saat itu seorang  penumpang merasa diluar, begitu ada kesempatan masuk segera orangnya kedalam mungkin merasa ngeri karena  terkena angin dan kecepatan bus yang  cukup cepat.
Ha Ha Ha Gundul pringis ini merasakan jatahnya, angin sepoi keras itu membuat kepala penulis dingin seperti masuk angin, oh ya beberapa hari sebelumnya penulis memang potong rambut sampai gundul untuk meluruskan rambut saat tumbuh pertama kalinya. Kebiasaan penulis ini sudah dijalani beberapa tahun di Yogya, setiap tiga empat bulan sekali.
Sampai juga di start rute yang diinginkan penulis, pintu gerbang obyek wisata Parangtritis.
Penulis stop disitu saja, turun dan menuju jalan kecil menuju pantai Depok. Karena menunggu cukup lama diperempatan Druwo tadi penulis ingin buang air kecil, jadi segera menuju sebuah selokan air irigasi pertanian.
Huuup penulis turun ke saluran air biar tidak kelihatan oleh orang lain saat buang hajat tak tertahankan. Seekor ayam menyambut penulis di selokan itu,
"Keoook keook!" Tuh ayam berteriak langsung nyebur ke air selokan langsung berenang ke hulunya karena mendapati makhluk gundul pringis dan tengik mengganggu acaranya.
Sayang penulis tak sempat menolongnya lagi karena sadar itu sebenarnya bahaya besar buat si ayam berenang, sampai berapa jauh ayam itu berenang?
Oh kasihan sekali mungkin sampai lemas dan kemungkinan mati sendiri karena tak ada yang menolongnya. Sadis sekali penulis ini ya?
 Ya bagaimana lagi, hendak ditolong itu ayam sudah berenang jauh, bila dikejar nanti malah ketahuan orang bisa dituduh sebagai pencuri......
Segera penulis menghindari insiden kecil tak sengaja tersebut, semoga di hulu sana nanti ada seorang yang berbaik hati menolong itu ayam celaka.
Penulis melanjutkan perjalanan, hup jalan kecil sepanjang beberapa kilometer itu hanya lebar tiga empat meter, sebuah jalan desa tapi mulus beraspal karena tempat tujuan wisata. Terus di susuri, sampai setengah jam kemudian sampailah di pintu gerbang obyek wisata Depok.
Uuh itu tak penting, penulis sempat singgah di tepi sungai Opak yang menjadi sebab terbentuknya formasi bukit-bukit pasir gumuk sebagai obyek kajian Geografi.Sungai itu membawa pasir halus dari hulu berupa butiran halus sekali dari Gunung Merapi. Jadi inilah material erupsi terakhir berlabuh di pantai Depok dan Samas. Pasir-pasir itu akhirnya terbuang di hantam ganasnya ombak pantai selatan. Oh tidak demikian, sebagian kemudian timbul ke pantai terdorong ombak dan tertiup angin kencang menjadi timbunan perbulitan kecil setinggi sepuluh dua puluh meter. Tiupan angin terhadap material pasir halus itu berlangsung ribuan bahkan jutaan tahun. Tentu bisa dibayangkan, bukit setinggi dua puluh meter di pesisir pantai depok itu benar-benar hanya terdiri pasir-pasir halus. Di bawahnya kemungkinan berupa tanah sedimen seperti formasi batuan gunung kapur.
Fenomena bukit pasit itulah yang biasa disebut gumuk dan itu dijadikan perlindungan ekologi oleh Fakultas Geografi untuk dilindungi. Konon di luar negeri fenomena yang sama hanya ada di tepi pantai laut kuning Cina karena pasir-pasir halus dari sungai Huang Ho (Sungai Kuning).
Karena itulah Indonesia itu beruntung mendapatkan fenomena alam yang sama prosesnya dengan di Cina tersebut. Biarpun misalnya lingkupnya lebih kecil tapi cukup menjadi study geologi terbentuknya gumuk-gumuk pasir, itu sepeti gurun pasir di pemandangan alam Timur Tengah.
Mulai adanya formasi batuan gumuk penulis coba survey berdasarkan pengetahuan yang pernah penulis dapatkan di hutan Perusahaan HPH di Kalimantan.
Metoda paling gampangnya, meninjau kanan kiri jalan masuk sekitar lima puluh  meter sebagai semacam laporan pandangan mata. He He He jadi bukan tinjauan atau mencari data di lapangan. Kalau itu tugas lembaga akademik.....
Penulis ini hanya melakukan perjalanan untuk menyusuri dan  mendapatkaan sebuah suasana yang lain dari sekitar pemandangan yang ada. Tentu cukup sampai detilnya.
Ya itulah penasaran, langsung melangkah masuk ke sebuah gang kecil  yang kemungkinan biasa dilewati orang.
Huup fenomena gumuk pasir terlihat berupa gundukan yang terasa naik turun tidak terlalu tinggi, ditambah semak belukar dan berbgai pohon yang kuat tumbuh di tanah gersang. Beberapa tegakan jambu monyet terlihat terbiarkan hingga buah yang jatuh terlihat kecil-kecil tak komersial. Penulis agak tertarik dengan adanya jenis timun liar yang sebenarnya bisa dikonsumsi, ukurannya kecil seibu jari dan telah membusuk. Cukup banyak tapi sulurnya sudah banyak yang mati, berarti bila tumbuh itu biasa dikonsumsi berbagai binatang seperti musang. Ya jejak binatang yang ada menunjukan musang yang liar sebagai binatang bebas tak dipelihara manusia. 
Mencapai beberapa puluh meter ternyata mendekati kandang itik dan rumah ladang. Terdapat sumur pantek di salah satu ladang, coba penulis mendekati, ternyata berair dan bisa dipertahankan sebagai sumber air di tanah gersang tersebut. Dalam naungan tegakan (Ini istilah untuk tumbuh-tumbuhn yang berkayu dalam hutan) Penulis merasakan serasa di dunia yang berbeda dengan tanah Jawa.....
Ya sebuah kesunyian karena berada disebuah bukit gumuk pasir yang merupakan formasi berbeda dengan proses terbentuknya lapisan  tanah yang lain.
Oh itu hanya sedikit nuansa yang penulis dapatkan. Soalnya Penulis sadar beberapa bunyi kendaraan di sekitar menunjukan tempat itu tidak jauh dari jalan ramai. Jadi segera penulis kembali ke tempat semula. Penulis mencoba melihat HP signal kuat sekali, itu bukan daerah terisolir karena beberapa menara Telkomsel berdiri megah  sekali.
Segera penulis melanjutkan perjalanan, sampai di pintu gerbang obyek wisata pantai Depok. Penulis lebih tertarik ke sebuah jalan kecil menuju kiri, tertuju Museum Geospasial milik UGM. Ya itulah yang harus ditelusuri sebagai oleh-oleh perjalanan ini.
Masih beraspal mulus dan metode peninjauan kanan kiri jalan sejauh lima puluh meter ke dalam menjadi andalan penulis untuk mendapatkan nuansa setiap detil menarik obyek gumuk pasir. Jadi ada bukan areal hingga terlihat pasir halus seperti padang pasir, ada gundukan jerami ternyata itu adalah sediaan makan ternak sapi. Berbagai kelompok ternak menjadikan lahan tersebut sebagai kandang untuk menjauhi sapi dan kambing mendekati pakan. Oh kalau tumpukan jerami itu jelas didatangkan dari penenan sawah di lembah pertanian.
Ya kalau museum menara geospasial itu memang menarik. tetapi sayang itu bukan untuk tempat kunjungan umum. Soalnya berpagar dan dijaga beberapa orang, penulis cuma melihat ada banyak orang, mungkin mahasiswa dari berbagai universitas sedang mengunjunginya. Dari bus yang mencapai tiga buah berarti sekitar seratus  mahasiswa. Entah apa yang mereka praktekan di lahan gumuk tersebut.
Penulis terus berjalan, terasa tanjakan turunan dan berbagai papan larangan berburu dan merambah untuk lahan study Geografi tersebut. Toh tetap ada saja galian pasir untuk bangunan sembunyi-sembunyi. Ini bukan daerah sunyi, kecuali kita masuk kedalam sekitar lima puluh meter itu baru terasa sebagai dunia lain. Kalau jalan kecil beraspal mulus ini sering dilewati orang kampung dan kendaraan wisata. Juga pasangan pacaran,
Bah saat lewat beberapa anak kecil bersepeda, mungkin dari kampung setempat. Mereka itu melihat penulis dengan terbelak. Seseorang diantaranya berkomentar,
"Huh ana wong edan lewat!" Katanya sambil melihat kepala gundul penulis yang tengik ini.
Setelahnya mereka menghambur lari lebih cepat untuk menghindari penulis. He He He ada yang ketinggalan, Di belakangnya ada seorang cewek remaja ketinggalan, duileh cukup cantik cewek kecil itu mengangguk tersenyum kepada si GUNDUL TENGIK itu sebagai permintaan maaf atas kelakuan teman-temannya.
Suka nggak sih orang dengan kepala gundul?
Nyeleneh sedikit kan gak apa-apa........
Sedikit kejutan, ketika melewati tempat belukar sunyi penulis melihat seekor burung puyuh liar berlari menghindari Penulis. Langsung coba penulis mengejar, 
Eeeh ternyata burung kecil itu sembunyi di bawah pohon palem berbuah, ya itu jenis palem yang bisa untuk dikonsumsi. Burung kecil itu memanfaatkan warna bulunya menyamar diakar yang mendekati bulu tubuhnya. Ya semacam perlindungan diri dari hewan pemangsa lain. Penulis mendekati bahkan yang paling dekat hanya sekitar satu meter, menjulurkan tangan dan menyentuh sedikit burung liar tersebut. 
Berhasil....... suatu fenomena yang jarang di dapat oleh orang lain.
Ingat itu peristiwa langka, seorang berhasil meraih seekor burung puyuh liar tanpa dicurigai, berarti daerah itu termasuk aman dari gangguan. Burung-burung puyuh liar tersebut berarti merasa tidak terancam atas kehadiran penulis disekitar habitatnya tersebut.
"Ciiiet  cieet!" Barulah burung itu berteriak menyadari akan bahaya asing yang menimpanya. Langsung lari dan dari arah berlainan dua ekor yang lain juga menghambur karena sudah ketahuan penyamaran mereka.
Mendekati jalan besar obyek wisata Parangtritis sudah berupa kampung padat rumah warga dan kandang ternak, juga kegiatan wisata sudah ada seperti pemilik beberapa kereta wisata dan motor untuk jelajah pasir pantai.
Seseorang warga sudah tua menyapa Penulis, "Hendak kemana Mas?" Tanyanya mungkin karena heran, jarang orang jalan kaki menyusuri hutan di daerah tersebut kecuali untuk berbagai keperluan seperti penulis. 
"Jalan-jalan saja Pak." Penulis menjawab ala kadarnya.
Penulis tahu itu seorang pencari rumput yang mungkin memantau penulis sudah dari dalam hutan gumuk pasir  
Sampai di obyek wisata ya sudah berjubel pengunjung berupa species manusia yang memenuhi hajat akan hiburan karena mereka adalah makhluk sosial.
Sempat penulis berjalan-jalan di pantai dan kemudian duduk di salah satu gubuk tepi pantai. Tak berapa lama didatangi seorang pemilik warung.
"Mas bayar sewa gubuk?" Katanya meminta jasa.
Ealah kukira gubuk kosong sepi dan jauh dari lokasi keramian, ternyata itu sudah masuk paket wisata toh......
Penulis mengulurkan uang dua ribu rupiah,
"Sepuluh ribu mas, itu untuk sejam saja di sini." Ketus ibu-ibu pemilik warung meminta.
Terpaksa sudah penulis mengeluarkan uang sejumlah yang diminta sebagai bayar sewa gubug.
 Yah sama mahalnya dengan tarif ongkos Yogya- Parangtritis........
Ah biarlah, penulis meneruskan masih menyusuri jalan sunyi menghindar dari keramian wisata, itu sebuah jalan setapak yang biasa dilewati orang kampung untuk menembus jalan di atasnya yang menuju Gunungkidul. Ya itu sudah berbatasan dengan wilayah Gunungkidul, Parang Endog sebagai tempat terakhir kunjungan penulis.
Masih sempat penulis kembali ke rute semula dan beristirahat di Cepuri Parangkusumo. Sempat ada ritual didalam cepuri oelh seorang juru kunci dan seorang pengunjung wisata untuk berbagai hajat agar terkabul. Melihat penampilannya yang perlente tak akan mengira kalau orangnya masih percaya hal-hal seperti itu. 
Ah penulis istirahat berebah di salah satu aula yang tersedia, yang hadir di aula itu ya keluarga dari pemuda yang tadi menjalani ritual di areal batu Parangkusumo. Mungkin dahulu disitulah perjanjian antara Danang Sutawijaya dan Kanjeng Nyai Ratu Kidul berlaku sampai sekarang.
Selesai......................................................................

Pengasong koran

Ya inilah sebenarnya profesi penulis. Setiap hari mejeng di perempatan Ringroad Selatan Yogyakarta. Wah sangat narsis ya.......
Dimana posisi tepatnya?
Jika Anda berada di perempatan Ringroad selatan Jalan Parangtritis km 4,5 itulah tempat strategis yang penulis tempati. Oh masih kurang detail ya, tepatnya di perempatan jalan Parangtritis sebelah selatan ringroad. Ck ck ck bila masih  kurang jelas langsung datang dan beli koran di sana saja ya.
Hitung-hitung sudah berapa tahun menjadi pengasong  koran?
Wow ternyata sudah sukses sampai saat ini sepuluh tahun (mulai tahun 2004 sampai sekarang), sukanya banyak sedihnya juga banyak. Tak terhitung keuntungan jual koran tetapi juga beriringan mengalami kerugian. Dan pasti selalu dilihat pengendara motor dengan wajah iba.
Awalnya penulis mengasong itu di Jokteng wetan. Jadi persis di depaan situs cagar budaya tersebut. Itu mulai tahun 2004 sampai 2005 setelahnyaa itu setia menjadi demit perempatan ringroad sampai sekarang.
Apa nggak rendah diri mengasong  koran?
Ya sebenarnya ada perasaan tersebut, apa lagi bila melihat ternyata memang mengecer koran  seperti ini sebenarnya pekerjaan yang tak diminati oleh  orang pada umumnya.
Kan GAK ADA LOWONGAN PENGASONG  Dimanapun ada iklan lowongan pekerjaan di surat kabar!
Begitulah seorang pengasong koran adalah pekerjaan tak bergengsi, siapapun pasti tak akan bercita-cita menjadi pengasong koran.
Kelebihannya?
Ya mungkin koran adalah penambah pengetahuan akan kabar berita hari ini. Informasi apapun ada walaupun tidak secepat internet. Dan pasti setiap lembar koran  penulis mendapat rupiah demi rupiah keuntungan jualan.
He He He karena pekerjaan tak bergengsi jadinya tak ada istilah pecat memecat sampai sekarang, juga tak ada sangsi bila ada pelanggaran. Paling-paling mengurangi rasa malas saat memulai karena bila hujan deras mengguyur, pikiran sudah tak konsen lagi menjalani
Semua itu penulis jalani dan tak terkira suksesnya,
coba dibandingkan dengan saat penulis mencoba bekerja di perusahaan kayu,  supermarket, pabrik plywood, asuransi jiwa dll. Semuanya terasa berbeda karena banyak mengalami tekanan dari atasan dan kejenuhan karena pekerjaan hanya itu-itu saja. Tak ada variasi pekerjaan lain.
Oh pekerjaan ini hanya penulis lakukan sekitar dua tiga jam saja, mulai dari jam enam sampai jam sembilan. Kalau dilanjutkan sebenarnya bisa tetapi perut dan badan sangat kecapean. Penulis tidak ngoyo melakukan pekerjaan ini sebagai pendapatan utama. Jam sepuluh hingga jam lima sore kegiatan penulis membuka kios kaki lima jasa stempel.
Lumayan biarpun keuntungan sedikit paling tidak bisa untuk sarapan dan sedikit sisa keuntungan menjadi simpanan berupa  recehan koin logam. Wah banyak sekali sudah simpanan koin logam penulis, mungkin sampai ratusan ribu rupiah. He He He koin-koin itu baru terpakai bila usaha stempel lagi sepiiiiii sekali. Jadi diam-diam di dalam kamar kontrakan penulis tertimbun harta karun.
Ah tidak apa-apa, koin logam itu sendiri aneh juga. Tiap beberapa tahun sekali ada cetakan baru hingga penarikan  uang logam lama akan menimbulkan sejenis koleksi uang logam. Ah bisa jadi barang antik di tahun-tahun mendatang.
Kalau perempatan ringroad selatan, ya inilah tempat berbagai orang berdatangan dan pergi menuju sebuah tujuan. Sekedar lewat tetapi juga banyak yang mencoba mengais rezeki di sana.
Pengasong koran paling kuat bertahan hanya sampai setengah hari, kemudian pengamen berbagai jenis. Uh banyak juga jenisnya.....
ada yang group band dengan berbagai alat musik mulai dari gitar kecil, ketipung, sampai hanya sebuah kricikan tutup botol yang dibunyikan. Terkadang ada juga yang memainkan jathilan dan alat gamelan atau group topeng monyet.
Warung-warung bertebaran menempati sudut yang diijinkan berjualan, soalnya tidak semua tempat diperbolehkan untuk lapak, bisa karena harus menyewa juga karena ditolak pemilik lahan. Nah salah satunya langganan penulis bila usai mengasong. Itulah warung angkringan di sebelah selatan depan restaurant Tahu Telupat. Warungnya  buka pagi jam setengah delapan sampai jam dua siang. Penjualnya seorang perempuan paling berumur tiga puluh tahunan sudah beranak satu. Hidupnya selalu mencoba mencari peruntungan dari orang-orang yang bekerja disekitar, beberapa perusahaan distributor, toko bangunan, toko besi, pengrajin batu dan baja dll.
Bila sudah selesai mengasong penulis segera menuju warung angkringan untuk sarapan. Penjualnya sudah sangat hafal dengan selera penulis, kopi hitam kental sebagai kewajiban dan beberapa gorengan.
Kalau nasi, ya yang terhidang itu pasti nasi kucing, lumayan warung ini pernah menampilkan menu nasi sambal belut. Uah gara-gara nasi itu banyak orang yang berburu hingga antri tiap pagi mulai jualan. Warung ini penulis duga masih yang paling murahnya diseantero yogyakarta. Soalnya minum segelas teh atau es masih dihargai seribu rupiah.
Kalau tampilannya, wah sedikit berantakan. Tenda warung saja tak pernah ngepas  saat dipasang. Sepertinya keluarga ini memang kurang begitu peduli tampilan warung. Juga kebersihannya kurang terjaga, sekarang pun sudah mendapat bantuan tenda dan peralatan dari program Warung Beres UGM tetap saja tak berubah manajemennya. Bahkan pemiliknya berujar,
 "Huh dapat bantuan malah menyulitkan karena selalu diikat dengan berbagai peraturan. aku tak bisa mengikuti aturan yang mereka berikan karena kriterianya tidak sesuai modalku."
Nah begitulah orang-orang jalanan hidup. Bila ada aturan mereka merasa tambah beban karena pasti susah di ikuti. Tak seperti yang mereka jalani, coba modal hanya sebuah tenda dan beberapa meja kursi. Modal seperti itu bila dijadikan agunan ke Bank, tak akan masuk untuk mendapatkan pinjaman modal kan!!!

Yah akhirnyaa orang-orang jalanan pasti mencukupi hidup dengan modal keberanian belaka, termasuk penulis yang hanya berjualan dan mencoba menawarkan koran setiap pagi hari.

"Koran     Koran   Koran.....!!!"

Sunday, December 8, 2013

Asana

Kini penulis mulai mencatat latihan Asana. Berbagai asana dilatih hampir setiap hari menjadikan penulis sebenarnya sudah menjadi seorang  praktisi Yoga. He He He walaupun tak terkenal dan bukan seorang instruktur. Wong semuanya dilatih hanya untuk kesenangan belaka dan sedikit merasakan manfaatnya. Semoga latihan ini terus berlanjut sampai hari tua.
Ini kelanjutan asana yang disinggung dalam artikel "Burung-burung beterbangan",
PADMASANA,
Postur awal : Duduk dengan kedua kaki merapat dan lurus ke depan. Lengan menyentuh badan dan telapak tangan menyentuh lantai. Tulang punggung  tegak lurus.
-Tekuklah kaki kanan dan letakkan diatas bagian teratas paha kiri. Setelah itu menekuk kaki kiri dan  meletakkannya di atas bagian teratas paha kanan.
-Tangan kiri di taruh kebelakang dan mencoba memegang jempol kaki kanan. setelah itu tangan kanan di  taruh ke belakang dan memegang jempol kaki kiri.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya) 2x (kanan kiri)
POSTUR MENYILANGKAN KAKI
Postur awal : sama seperti padmasana
-Angkatlah kaki kiri dan pegang jempol kaki kiri dengan tangan kanan.
-Tangan kiri memegang jempol kaki kanan yang masih lurus kedepan.
-Berusahalah untuk duduk setegak mungkin hingga tangan kanan yang mengangkat kaki kiri berkontraksi.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya) 2x (kanan kiri)
VAKRASANA I (Miring)
Postur awal : Sama seperti padmasana
-Tekuklah kaki kanan dan letakkan tumit anda di bawah pantat.
-Angkat kaki kiri dan letakkan menyilang melintas kaki kanan.
-Pegang telapak kaki kiri dengan tangan kanan anda.
-Tangan kiri memutar kebelakang dan menyentuh kemaluan.
-Putar badan kebelakang sampai pandangan mata ikut melihat arah belakang.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya) 2x (Kanan kiri).
MAHAMUDRA (Sikap utama)
Postur awal : Sama seperti padmasana
-Tekuklah kaki kiri kedalam sehingga menyentuh selangkangan.
-Rentangkan kaki kanan semampu anda.
-Peganglah jari-jari kaki kanan dengan kedua tangan hingga mampu mencium lutut kaki kanan anda.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya) 2x (kanan kiri)
VAKRASANA II
Postur awal : Sama seperti padmasana
-Tekuklah kaki kanan dan letakkan tumit anda di bawah pantat.
-Angkat lengan kanan kebawah dibelakang punggung anda.
-Angkat lengan kiri keatas dibelakang punggung anda.
cobalah menyentuhkan kedua tangan yang sudah berada di belakang tubuh hingga saling bersentuhan.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya) 2x (Kanan kiri)
SIRSASANA
Postur awal :Berdiri biasa
-Berdirilah diatas jari-jari  kaki dan tekuk tubuh anda pada pinggang, satukan jari-jari tangan dan letakkan kepala diantaranya dengan puncak kepala menempel pada lantai.
-Tungkai anda harus lurus, dan berat tubuh dibagi secara rata pada segitiga dari tangan anda. Untuk memperoleh simetris yang sempurna, lihat antara pergelangan kaki anda.
-Ayunkan tungkai kanan lurus keatas, disusul dengan tungkai kiri. hingga anda mampu berdiri dengan kepala di bawah.
-Perhatikan keseimbangan dan petahankan beberapa saat.
HALASANA (Postur cangkul)
Postur awal : Berbaringlah diatas lantai yang beralas. Kedua kaki merapat.
-Jatuhkan tubuh kebelakang dengan bertumpu pada tulang belakang anda.
-Luruskan kaki dan dorong tubuh lebih kedepan. Dalam posisi ini telapak kaki anda harus membentuk sudut 90* terhadap tungkai.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya)
PADA HASTASANA
Postur awal : Berdiri tegak lurus, lengan kedua kaki merapat. Lengan merapat deengan badan, tangan terbuka dan jari-jari melurus (TADASANA)
-Angkat kedua tangan keatas.
-Bungkukkan tubuh kedepan dan sentuhlah ibu jari kaki anda.
-Berusahalah mencium lutut dengan keadaan kaki tetap lurus.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya)
VIRASANA
Postur awal : Sama seperti Padmasana.
-Tekuklah masing-masing kaki pada lutut. Telapak kaki menghadap kearah atas. Beri jarak secukupnya antara kedua kaki.
-Duduklah dengan meletakkan pantat diantara kedua kaki hingga menyentuh lantai. Letakkan kedua tangan di pangkuan.
-Pertahankan beberapa saat (Semampunya)
Demikian penulis mencoba mengutarakan latihan yang selalu dilakukan. Latihan ini masuk sesi Asana. Masiih banyak nama asana di dunia Yoga. Apa yang penulis utarakan hanya sebagian kecil saja, sesungguhnya bila merujuk pada mistik Yoga maka isi dunia adalah Asana dan meditasi.Bahkan bila ditambah dengan kepercayaan Hinduisme maka Kedewaan pun dalam alamnya tetap menghayati Yoga sebagai persatuan, dan mungkin tercapainya Nirvana atau tidak menjelma lagi kebentuk lain (Reinkarnasi). Jadi yoga merupakan jalan pembebasan diri manusia untuk menjadi sempurna hingga tidak perlu lagi mengalami reinkarnasi. Puncak tertinggi dalam Hinduisme adalah moksa.
Oh tak perlu mendalami Hinduisme bila anda seorang muslim, cukupkan Yoga sebagai jenis olah  badan yang ditambah mistik. Masih banyak unsur yoga yang positif seperti pengaturan nafas, olah pikir dan mantra, Ingat tinggalkan hal-hal yang bersifat pemujaan sesuatu, sesungguhnya hinduisme berinti pada pemujaan sebagai jalan mendekatkan diri pada ketuhanan. Itulah ritual utama Hinduisme, hindarilah ritual seperti itu!
Pagi hari minggu ini penulis berlatih di sebuah ruko Perwirta regency. Tempatnya sesuai dengan tema penulis yaitu asana. Karena kios tempat berlatih penulis ini adalah praktisi penyembuhan Reiki asuhan Firmansyah Efendi yaitu Reiki Tumo (Tak sengaja penulis menempati latihan ditempat tersebut) Kios dengan lantai bersih diapit dua pot berisi tanaman teratai. Semacam gambaran betapa meditasi selalu diasosiasikan dengan keberadaan teratai yang tumbuh digenangan lumpur dosa.
Tentu penulis mencampurkan dengan latihan bela diri yaitu jurus Pencak Silat. Ah nanti secara perlahan penulis akan membahasnya, begitu banyak olah raga penulis ya.
Terakhir sesi jogging, kali ini penulis menelusuri jalan Parangtritis menuju keselatan. tujuan penulis mencapai rute kampus ISI (Institut Seni Indonesia). He He He penulis secara tak sengaja selalu menjadikan sebuah tempat yang mengandung civitas akademis sebagai rujukan intelektualitas. Biarpun penulis buta masalah pendidikan tinggi tetapi hidup penulis mencoba mendalami dunia dari segi nalar dan logika. Yah biar tidak tersesat dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
Sekitar dua puluh lima menit jogging mencapai rute ISI. Di sebuah gedung UPT Galeri dan UPT Perpustakaan penulis istirahat. Demikian penulis menyajikan semacam kegemaaran dalam hidup.