Sunday, August 24, 2014

Kelanjutan Beteng Baluwarti Kotagede

Wah sudah berapa tahun penulis berlatih Pencak Silat dan Yoga?
Gara-gara berlatih inilah banyak pengamatan penulis terhadap lingkungan dan menjadi tulisan dalam blog walaupun mungkin tak diminati para pembaca.
Seperti pagi hari minggu ini....
Bangun!!!
Sempat sholat subuh langssung ngeloyor menuju sebuah tempat favorit berlatih. Teras pertokoan Perwita Regency tapi ini juga tempat yang agak tersembunyi karena tidak kena jalan utama yang ramai jalan Parangtritis. Soalnya masuk jalan kampung yang dirawat oleh pengelola perumahan hingga mulus aspal hotmiks.
Menghadap ke depannya adalah tanah luas eks kampus STIEKERS yang terbengkalai dan menjadi jujugan pembuangan sampah tak resmi walaupun ada larangan keras.
Ya sambil berlatih dikeremangan pagi itu ada beberapa motor berhenti dan penumpangnya melemparkan bungkusan plastik besar segala macam sampah.
Biarin saja....penulis tetap berlatih keras.
CIIAAAAT     HIAAAAATTTT
wkwkwkwk gak ada tuh teriakan seperti itu dalam kamus penulis, tak bisa mencontoh film atau komik Wiro Sableng, Kho Ping Ho dll.
Bagi penulis itu yang penting bagian inti dari Bela Diri dan Yoga bisa terlaksana, yaitu Jurus dan Asana, keduanya menjadi bagian yang dihayati seumur hidup...ingat jangan tumpang tindihkan dengan agama ya?
Terutama urusan Yoga...penulis khawatir karena sudah ada fatwa haram dari MUI tahun 2009, fatwa tersebut tak efektif karena penghayat yoga tak banyak di Indonesia. Mau apalagi gara-gara Yoga itu dari unsur Hindu maka dimungkinkan ada ajaran yang menuju Syrik yang harus dihindari.
Kalau menurut pendapat penulis, masih banyak unsur yoga yang bisa dipelajari menjauhi unsur syrik dan tetap bisa mengambil manfaatnya.
Mungkin manfaat yang dirasakan penulis inilah yang menjadikan penulis tetap mempertahankan latihan, juga sebuah kenyataan fatwa MUI itu kayaknya terlalu terlambat berlaku.
Kasihan orang-orang yang sudah berlatih puluhan tahun harus menghentikan semua latihan gara-gara sepotong surat edaran HARAM dari MUI.
Sesungguhnya sulit bagi penghayat Yoga yang sudah terlanjur terjun dalam bidang ini untuk berhenti begitu saja....pendalaman Yoga begitu menarik untuk dipelajari dan manfaatnya bukan cuma untuk sekedar sehat badan saja. Salah satunya adalah pendalaman MISTIK Yoga, itu nanti yang sedikit dibahas dalam tulisan lain.
Kesan bahwa sulit Yoga dan Jurus diterima masyarakat umum adalah biarpun banyak saja penulis mendapati orang-orang berjalan-jalan pagi tapi tak pernah mengusik penulis dan bertanya macam-macam urusan pribadi ini.
Jadi penulis hingga bertahun-tahun berlatih tetap MERDEKA!!!
Oh penulis mulai berlatih Asana dan Jurus itu tahun 1998...itu berada jauh di pedalaman Kalimantan. Semuanya bukan tanpa sebab...kejiwaan penulislah taruhannya.
Penulis mengalami kebimbangan dalam hidup...istilahnya jiwa tergoncang karena kurang pondasi kerohanian. Pelariannya adalah membangkitkan pelatihan yang sudah lama terkubur yaitu saat bernaung dalam sebuah Perguruan Pencak Silat saat masa kecil penulis.
Kenangan itulah yang digali kembali hingga saat ini.
Kok tidak mempelajari agama saja?
Ya inilah kekurangan penulis, biarpun saat berlatih awal mula tahun tersebut diiringi pendalaman ibadah seperti sholat dan mencoba membaca buku-buku agama tapi dasar pengetahuannya kurang jadi tak berkembang sama sekali. Bayangkan mungkin dalam soal agama penulis itu tahunya cuma pelajaran agama Islam sesuai sekolah formal saja, jadi sampai sekarang dasar agama penulis adalah sama dengan kurikulum pelajaran SD tahun 1977, kurikulum SMP tahun 1983 dan SMA tahun 1988, tak sebanding dengan lulusan Pondok Pesantren tentunya.
Tak apalah, sekarang sudah usia empat puluh empat tahun, tinggal mempertahankan apa yang penulis peroleh selama ini. Mungkin sedikit menuliskannya dalam karya tulis pribadi adalah salah satunya...ya bisa bentuk NOVEL atau buku populer nantinya...itu cita-cita penulis.
Yak kembali pada jounal latihan, wow sudah selesai sesi Jurus dan Asana.
Sesi Jogging mengakhiri dengan rute menyusuri RingRoad selatan menuju timur Kotagede.
Lumayan perjalanan cukup jauh tersebut dilakukan dengan langkah kaki lari kecil. Tak tergesa-gesa karena tidak dikejar waktu, keringat tak bercucuran banyak masih pagi hari belum panas...juga hati ini tak panas karena emosi sih! Hi Hi Hi
Ringroad selatan tetap ramai biar hari masih pagi...sampailah tujuan di sebuah beteng baluwarti yang sering disinggahi penulis setiap menjalani sesi jogging di kotagede. Hal yang jarang bagi pengunjung wisata atau peziarah karena inti kunjungan biasanya hanya di pasar Kotagede,  kampung bekas Alun-alun dan masjid besar Mataram atau hanya gerai-gerai kerajinan perak.
Perkembangan menarik adalah penulis mendapati makin panjangnya eksavakasi beteng Baluwarti hingga nampak sosoknya sebagai bekas pusat kerajaan Mataram Islam pada jamannya.
Terpikir betapa sebenarnya kita bila membuat kisah petualangan tak kalah dengan Barat...tentang penemuan sebuah kota kuno di sebuah hutan. Lokasi yang penulis dapatkan adalah salah satunya, sebuah gerumbul semak-semak yang menutupi sebuah kota kuno dari kanal-kanalnya hingga mungkin beberapa taman dan Jeron Beteng yang kini berupa rumah-rumah warga tetapi masih menyisakan keteraturan karena menyesuaikan dengan bekas reruntuhan bangunan beteng sebuah kerajaan Islam tahun 1500 M.
He He He penulis terus menjelajahi seluruh bekas beteng yang kemungkinan akan menarik sebagai kunjungan wisata...tetapi pemugaran ini juga memperlihatkan kekakuan karena sebenarnya hanya menampakkan yang pernah ada dahulu kala. Coba lihat sebenarnya....hampir semua yang tersusun adalah batu isian cor...tidak sesuai dengan aslinya yang dari batu kali dipahat persegi, yah memang sulit menemukan semuanya sebagai bagian utuh yang bisa ditata ulang agar kebesaran keraton Mataram itu nampak.
Tapi itu memang upaya agar kota Yogyakarta tidak kehabisan situs kunjungan nantinya. Keraton dan Taman Sari di Yogyakarta sudah sangat mudah diakses, dengan adanya pemugaran bekas beteng keraton Kotagede tentunya tahun-tahun mendatang bisa menambah destinasi waisata kota Yogyakarta. Itulah  gelagat yang tercium oleh penulis.
Makanya lihatlah sekeliling kita, mungkin banyak hal remeh yang bisa dikembangkan sebagai sebuah ikon dimasa mendatang.
Di kampung penulis mengontrak ada situs Kandang Menjangan, itu juga belum dilirik sebagai tempat wisata. Harus ditata menjadi taman dengan ikon yang bisa mengundang pengunjung mendatanginya. Pokoknya tak habis Yogya ini digeledah semuanya beberapa puluh tahun mendatang. Jangan kalah kita oleh Singapura yang harus membuat negaranya semodern mungkin karena hanya itulah yang bisa dijual kepada wisatawan. 
Sudah dulu deh.....

No comments:

Post a Comment