Monday, September 11, 2017

Karya Tulis Tarung Sendeng



    TARUNG SENDENG
     (Sebuah Karya Tulis)
            Penulis mencari artikel Pencak Silat daerah Sulawesi. Mesin pencari Google langsung mengajukan kata kunci Sendeng. Beberapa artikel yang tersaji sudah cukup menerangkan jenis silat yang berasal dari suku Bugis ini.
            Diketahui juga bila jenis silat ini sudah diklaim Malaysia walaupun untuk asal daerahnya mereka tetap mengakuinya dari Sulawesi sebagai bagian NKRI.
            Tak perlu kita menggugat hal tersebut karena Indonesia dan Malaysia memang bangsa serumpun. Apa lagi untuk berbagai suku yang banyak menjadikan budaya maritim sebagai identitasnya.
            Bahkan tak mengapa Sendeng berkembang baik di Malaysia. Tapi untuk Sendeng di Indonesia tak perlu lagi belajar ke Malaysia kan? Nah bikin saja Sendeng versi Indonesia sendiri sebagai khasanah kekayaan ragam aliran dan jenis Pencak Silat Indonesia.
            Karena Sendeng sebagai bentuk silat sudah berkembang dan sumbernya sudah sangat jelas dari Bugis Sulawesi maka Penulis tak perlu mengklaimnya sebagai penciptanya. Siapapun boleh mengembangkannya sebagai aliran tersendiri atau bentuk pengembangan secara pribadi.
            Tarung Sendeng ini anggap saja merupakan variasi dari berbagai Sendeng yang sudah ada di Indonesia maupun di Malaysia, atau siapapun yang mengembangkannya dalam ragam tulisan maupun peragaan.
            Sendeng berarti miring, dalam prakteknya tak menggunakan kaki untuk menyerang. Silat Sendeng tercipta karena pertarungan ini terjadi di sudut-sudut ruang kapal. Prinsip utama tarung sendeng adalah menyerang dengan tangan ke bagian sasaran di tubuh, melepaskan serangan dengan tangan ke tangan lawan, dan sebagai tambahannya adalah kaki boleh juga menyerang tapi hanya bagian kaki lawan.
            Karena dari asalnya Sendeng dilakukan di tempat sempit dan terpojok maka cara bertarungnya selalu dalam jarak dekat. Sekali terjadi seorang Petarung merangkul lawan harus segera dipisahkan wasit.
            Sendeng terdiri dari berbagai teknik, mungkin banyak namanya dalam bahasa lokal. Tulisan ini hanya imaginasi Penulis saja jadi bukan referensi yang tepat untuk pembenarannya. Pemaparannya merupakan versi Penulis setingkat karangan belaka. Mungkin seperti inilah bentuknya,
1.      Penggunaan tangan (Poin 1)
2.      Penggunaan kaki     (Poin 1)
3.      Menjatuhkan lawan (Poin 3)
-Teknik Pukulan     :Sasaran di dada dan perut
-Teknik Sabetan      :Sasaran di dada dan perut
-Teknik Betotan      :Sasaran tangan
-Teknik Kuncian     :Sasaran tangan
-Teknik Telikung    :Sasaran tangan
-Teknik menjegal kaki
-Teknik injakan kaki
-Teknik melumpuhkan kaki
-Dorongan   (Poin 3)
-Lemparan   (Poin 3)
-Sapuan       (Poin 3)
            Prinsip utama tarung ini memanfaatkan posisi lawan agar bisa dimasuki berbagai serangan mencapai poin di sebuah arena sempit. Arena ideal dan paling sempitnya menurut pendapat Penulis adalah sebuah garis memanjang misalnya 4 meter anggap saja itu adalah sebuah titian jembatan. Garis sepanjang empat meter tersebut dibagi dua, warna merah dan biru. Begitu juga untuk Petarungnya, tinggal menyesuaikan dengan warna tempatnya (Garis) bertarung.
Simulasi Pertarungan
            Dua Petarung bersabuk merah dan biru saling berhadapan jarak dekat. Batas garis merah dan biru sebagai penanda awal dan kembali bertarung dipandu seorang Wasit.
            Begitu Wasit menyatakan pertarungan dimulai kedua Petarung saling menyerang. Dalam tarung sendeng hanya ada langkah maju dan mundur dalam koridor garis memanjang arena.
            Kedua Petarung melancarkan teknik serang menyerang, tangan adu tangan, kaki adu kaki, atau teknik menjatuhkan lawan. Pukulan, sabetan, betotan, kuncian dan telikung untuk penggunaan tangan. Menjegal, menginjak, dan melumpuhkan kaki untuk mendapatkan poin dari kaki. Serta mendorong, melempar, dan menyapu kaki hingga menjatuhkan lawan.
            Bila seorang Petarung jatuh karena teknik dari lawannya maka nilainya tiga. Menjatuhkan lawan jelas keluar (Terlempar, bagaikan tercebur di kubangan air) dari garis arena, begitu juga dorongan dan sapuan. Yang memberi nilai adalah tiga Juri di luar arena.
            Bila terjadi seorang jatuh di luar arena garis maka kedua Petarung dihadapkan lagi. Wasit memandu pertarungan untuk setiap waktu ronde sampai selesai. Untuk penilaian dilakukan oleh tiga Juri dengan mengumpulkan nilai dari keberhasilan teknik masing-masing Petarung. Dua Juri dari kedua kubu Petarung dan satu Juri netral. Siapa Petarung mendapat nila tinggi adalah pemenangnya setelah diperselisihkan tiga Juri.
            Konsep tarung sendeng adalah budaya Maritim. Bela diri ini dilatih dan diperagakan di kabin-kabin kapal. Sangat mengagumkan bahwa suku Bugis mengembangkannya sebagai identitas silat mereka. Karena itulah untuk menghormati dan menghargai jejak nenek moyang maka tarung sendeng harus berkonsep situasi di perahu.
            Banyak ragam jenis perahu Indonesia. Kapal Phinisi adalah khas Bugis, mungkin itu aslinya. Sebaliknya berbagai jenis kepal tradisional bertebaran di daerah lain, masing-masing memiliki kekhasan dan kelebihannya sendiri. Bukan main ternyata untuk perahu Nusantara adalah gudangnya pengelana dunia berabad-abad yang lalu. Jadi bangsa kita sebenarnya tak kalah oleh seorang Columbus yang mencoba membuktikan bahwa bumi itu bulat.
            Karena itu bila juga terdapat jenis Sendeng berdasarkan perahu-perahu daerah lain selain dari asalnya di Sulawesi adalah wajar. Corak kapal tradisional sudah ada di relief candi Borobudur, naskah-naskah daerah lain pasti juga menyimpannya. Jadi segala filosofi dari pelayaran suku-suku di Nusantara sudah sangat mengakar jauh sebelum kemajuan bangsa-bangsa Eropa menjajah kita.
            Kalau suku-suku di Nusantara itu ada beberapa tipe. Suku bertipe agraris diwakili Jawa, Bali, dan Sunda. Suku bertipe budaya sungai adalah Melayu baik di Sumatera maupun Kalimantan, termasuk diantaranya adalah suku Dayak. Suku bertipe maritim adalah Bugis, Bajau, suku Melayu Laut (Kepulauan Riau), seluruh suku di Maluku, atau bahkan suku-suku terpencil di kepulauan seperti Kepulauan Seribu, Karimun Jawa dll.
            Ada juga suku-suku di Papua yang lebih mendasarkan pada lanskap tempat tinggalnya seperti suku Asmat berdasarkan lingkungan tanah rawa, Baliem di dataran tinggi, dan Papua kepulauan (Biak Numfor). Tipe budaya yang dipaparkan Penulis ini tidak mutlak, sebagian diantaranya adalah gabungan dari tipe budaya yang dibahas.
            Perang di laut sudah menjadi sejarah tersendiri, antar kerajaan di Nusantara sudah banyak contohnya. Misalnya ekspedisi Pamalayu di jaman Singasari, penaklukan oleh prajurit Majapahit ke seluruh Nusantara, atau yang tak tercatat dalam sejarah seperti kolonisasi bugis hampir di setiap pantai pulau-pulau Sulawesi, Kalimantan bahkan sampai ke Malaysia dan Filipina.
            Berarti telah ada corak militer angkatan laut yang kuat di masa lalu. Karenanya itu bisa diabadikan sebagai bentuk tarung sebagai khasanah kekayaan bela diri Pencak Silat. Ingat bagaimana Kesultanan Tidore mengalahkan VOC di bawah pimpinan Sultan Nuku. Akibatnya namanya diabadikan hampir di setiap pulau-pulau di perairan Samudera pasifik. Kita harus bangga dan menghargainya.
            Bentuk menghargai jasa pahlawan adalah dengan menggali semua kejayaan kita di masa silam. Dengan demikian kita tak perlu berkiblat hanya pada kemajuan Barat belaka. Sudah waktunya kita berpaling pada kebudayaan Nusantara baik di masa lalu maupun hingga jaman kita hidup sekarang ini di era modern.
            Untuk Penulis sendiri tarung Sendeng dalam bentuk karangan ini hanya variasi pribadi. Tentunya sudah banyak orang mempelajari Sendeng dan mempraktekannya sebagai bagian budaya daerah dan bahkan dihayati warga Malaysia sebagai identitasnya.
            Tarung Sendeng menjadi nomor tersendiri karena konsepnya sangat berbeda dengan tarung resmi yang diakui IPSI, atau even Nasional dan Internasional. Sendeng bahkan terkadang tidak dimasukan kategori Pencak Silat karena variasi geraknya di tempat sempit, hanya segaris titian jembatan antar perahu.
            Perhatikan saja orang yang lewat titian jembatan, sekali hilang keseimbangan langsung jatuh tercebur ke kubangan air. Dengan demikian teknik seperti lemparan, dorongan, sapuan adalah relevan diterapkan dalam jenis tarung ini.
            Karena sendeng bukan hak cipta Penulis, maka segala aturan pertandingan jenis tarung yang sudah berlaku tinggal mengikuti saja. Sendeng sudah diklaim Malaysia, sedangkan di daerah asalnya sendiri biarpun dikenal tapi tidak berkembang meluas. Jadi untuk tarung yang dikarang Penulis ini hanya mencatut namanya saja, ini upaya Penulis mengarang untuk membuat varian tarung Sendeng. Semoga karya tulis ini bisa dipertandingkan lembaga-lembaga bela diri Pencak Silat sebagai kekayaan khasanah budaya Indonesia.
            Segala tulisan karangan Penulis boleh ditanggapi, Penulis akan dengan senang hati menerima segala bentuk saran dan kritik dari pembaca. Lagi pula mungkin di lain waktu tulisan ini akan direvisi terus menerus menyesuaikan dengan pengetahuan Penulis.
            Wasalam.

Karya Tulis Tarung RAGA



         TARUNG RAGA
                                                       (Sebuah Karya Tulis)
Artikel ini benar-benar hanya karangan belaka. Penulis tak peduli akan masuk kategori apa karena bukan bidangnya. Maklum seumur hidup selalu aktif  berolah raga dan bekerja  punya hobi yang mendarah daging, begitu merasuk pada diri Penulis.
Penulis seorang pengkhayal, termasuk kelas berat sehingga mengganggu diri sendiri saat bersosialisasi di masyarakat. Dunia yang menyendiri ini mengakibatkan rasa rendah diri dan pesimis akan masa depan. Masa muda yang produktif justru menjadi masa-masa sulit dari segi kejiwaan.
Siapa yang pernah mengalami keadaan yang sama?
Ini saran dari Penulis,
Mulailah Menggerakan tubuh melakukan aktifitas, membaca, berolah raga, dan rekreasi. Jadikanlah kegiatan-kegiatan tersebut sebagai rutinitas, terutama kegiatan yang berada di alam terbuka.
Jangan berpikir olah raga untuk melangsingkan tubuh, mengurangi berat badan dll. Biarpun itu benar tetapi sangat relatif, tujuan utama adalah kesehatan jiwa dan raga. Menjalaninya sebagai rutinitas harian lebih penting secara perlahan, meningkat dari pemula hingga mahir, dan menjadikannya sebagai rekreasi seumur hidup.
Satu kegiatan Penulis adalah pernah berlatih bela diri Pencak Silat dan Yoga di perguruan KBPS Asma Purwokerto. Menjadi kenangan masa kecil yang akhirnya menjadi rutinitas harian walaupun dari segi materi pengajaran kurang mendalam.
Wujudnya adalah sekarang ini, mencoba membuat sebuah Karya Tulis berjudul TARUNG RAGA.
Satu pemikiran sudah lama bercokol di otak Penulis. Bukan tentang Jurus yang dilatih tapi bentuk-bentuk kejuaraan Pencak Silat. Kejuaraan itu sudah resmi terselenggara, apa lagi yang harus dibahas?
Penulis menyesuaikan saja, tinggal mengakui dan menaati yang sudah ada. Cuma Penulis penasaran, terutama dari segi fisik. Pencak Silat kebanyakan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertubuh ramping. Ini bukan kelemahan justru kelebihan berlatih bela diri Pencak Silat karena menjadi tuntutan seorang atletnya.
Bagaimana untuk orang-orang berbadan gemuk/berbobot lebih dari rata-rata ukuran tubuh orang biasa?
Masih bisakah orang-orang berbobot lebih itu melakukan gerak olah jurus?
Setahu Penulis berdasarkan pengamatan untuk seorang Petinju tak masalah berbobot badan lebih karena kelasnya pasti masuk kelas berat. Daya pukulannya masih menghunjam keras mampu menggetarkan gelanggang dan menjatuhkan lawan hingga Knock Out.
Tapi akan sulit untuk orang bertubuh gemuk melakukan jurus yang banyak teknik lompatannya, apa lagi sampai bersalto nomor senam. Tapi orang-orang berbobot tubuh lebih ini juga tetap perlu berolah raga untuk kesehatan dan prestasi.
Yang dialami Penulis sekarang setelah mencapai usia 45 ke atas adalah kenaikan berat badan. Masih mampu menggenjot tubuh dengan latihan-latihan berat, tapi menyadari ada yang berubah di bagian perut. Di bagian ini timbul jaringan lemak yang menonjol ke depan, tak bisa menipu dari pandangan orang bahwa Penulis mengalami kegemukan.
Latihan-latihan olah raga Penulis sudah cukup memadai melatih bagian perut. Ada Sit Up, Push Up, dan Scot Jump. Kuda-kuda bangku untuk kekuatan paha, mengangkat tubuh saat selonjor, menggerak-gerakan kaki turun naik saat berebah dll. Ternyata latihan-latihan ini sudah tidak berhasil mengurangi jaringan lemak di perut, tubuh Penulis makin melar dan perut menonjol ke depan. Jadi yang dialami Penulis adalah alamiah, jaringan lemak terbentuk karena metabolisme tubuh makin menurun.
Membiarkan bagian perut berlemak tanpa aktifitas adalah keputusasaan. Tak bisa melawan kehendak alam, tetap bisa berolah raga jenis lain. Tetap memperhatikan bagian perut, melatih jaringan-jaringan lemak yang tumbuh sebagai metoda olah raga baru masih berlangsung hingga kini. Semoga Penulis bisa mendapat jurus latihan yang cocok untuk perut agar tetap sehat seumur hidup.
Salah satu gagasan Penulis untuk meraih prestasi olah raga bagi orang-orang yang berbobot tubuh lebih adalah Tarung Raga. Inilah hasil Karya Tulis Penulis semoga bisa dicerna para pembaca.
Penulis terinspirasi dari gulat Sumo. Gulat Sumo merupakan bagian tradisi Jepang yang tak disebarkan ke luar negeri. Siapapun Pegulat Sumo biarpun dari luar negeri mereka hanya boleh mengikuti turnamen yang diselenggarakan di dalam negeri Jepang. Sumo bagian dari ritual tradisi Sinto dan menjadi benteng terakhir brigade pasukan pengawal Kaisar.
Ada fakta menarik di hutan Kalimantan, setahu Penulis orang utan adalah primata yang hidup dari pohon ke pohon. Namun bila sudah tua kemampuannya menurun, orang utan yang sudah tua dan berbobot tubuh berlebih ini akan turun dari pohon dan hidup merayap di tanah.
Orang utan bisa menjadi prinsip gagasan TARUNG RAGA. Penulis belum pernah melihat orang utan bertarung, pernah bertemu di sebuah ruas jalan dorongan traktor pengangkut kayu. Sang orang utan begitu berjumpa dengan manusia segera bergerak naik dari perdu ke perdu hingga ke ketinggian yang aman dari jangkauan manusia yang memergokinya. Yang luar biasa adalah kemampuan tangan dan kaki orang utan tersebut, dari ketinggian dahan di tebing ia menggertak kami dengan mematahkan dahan yang sama besarnya dengan genggaman tangannya.
KRAK!
Langsung patah agar manusia yang memergokinya takut dan tak mengganggu dirinya di wilayah kekuasaannya.
Kehebatan lengan dan kaki orang utan sama kuatnya. Itu bisa disamakan dengan orang bertubuh gemuk, pasti menyimpan potensi di tangan dan kakinya terutama dalam pertarungan fisik sebagai senjata andalannya.
Prinsip utama Tarung Raga adalah adu fisik membenturkan tubuh ke tubuh lawan sampai terdapat seseorang terdorong atau terjatuh. Itulah yang disebut adu Raga, bobot tubuh sangat menentukan dan menjadi andalan setiap Petarungnya. Dari benturan antara tubuh yang masing-masing berbobot tubuh lebih ini sudah ketahuan kalah menangnya.
Benturan Raga bukan pada area kepala, area yang dibenturkan selanjutnya disebut Gebrakan adalah dada dan perut. Untuk pria bagian perut sangat menentukan, kalau untuk kaum hawa mungkin lebih beragam karena lemak lebih menyebar ke seluruh tubuh.
Barulah setelah satu Gebrakan terjadi tangan dan kaki saling menyerang. Area serangan adalah dari dada dan perut lawan. Area kepala harus bebas dari serangan untuk masing-masing mampu melancarkan taktik/ teknik untuk meraih kemenangan.
Teknik mencapai kemenangan sederhana, pertarungan lebih pada adu bobot tubuh sebagai penentuan poin yang diraih.
-Mendorong tubuh lawan      (SURUNG)      Poin 1
-Menjatuhkan lawan              (TIBA)             Poin 2
-Mengangkat tubuh lawan,     (BEKUK)         Poin 3
(Melumpuhkan serangan lawan)
Satu Gebrakan kemudian terjadi serangan tangan dan kaki ke tubuh (Raga) sudah bisa diketahui siapa pemenangnya.
Bila seorang Petarung berhasil mendorong lawan hingga keluar dari arena disebut SURUNG. Kemungkinan ini adalah teknik paling mudahnya bagi seorang Petarung mendapat poin. Begitu kaki lawan yang didorong keluar dari batas yang ditentukan sudah bisa disebut poin.
Bila seorang Petarung berhasil menjatuhkan lawan saat adu bobot tubuh baik itu masih dalam arena maupun jatuh di luar arena menjadi poin kemenangan. Poin TIBA lebih tinggi dari SURUNG yaitu 2.
Bila seorang Petarung berhasil mengangkat tubuh lawan, atau melumpuhkan serangan lawan dengan misalnya mengunci hingga lawan tak berkutik disebut BEKUK. Poinnya lebih tinggi lagi yaitu 3, keberhasilan membekuk lawan jelas lebih membutuhkan upaya berat. Terdiri dari strategi yang dipasang atau pergerakan tangan dan kaki untuk membuat tubuh lawan tak berkutik melakukan perlawanan.
Penulis cenderung menyebut pertarungan sebagai Gebrakan. Diperlukan tiga gebrakan untuk menjadi pemenang penuh. Satu gebrakan sudah terlihat poin apa yang didapat, misalnya SURUNG (1), TIBA (2), dan BEKUK (3).
Bila sudah tercapai gebrakan dengan berbagai nilai yang diperoleh paling tinggi menjadi pemenang. Bila terjadi dua gebrakan dengan hasil berbagi angka sama ditentukan gebrakan ketiga sebagai penentuan kalah menang.
Tiga gebrakan sudah cukup untuk menunjukan dominasi seorang Petarung terhadap lawannya, juga memuaskan penonton karena permainan memiliki unsur hiburan. Juga dengan tiga gebrakan seorang Petarung dituntut memasang strategi yang jitu untuk melakukan teknik mencapai poin tertinggi sebagai kemenangan.
Terjadi berbagai prediksi pertarungan.
Seorang Petarung mungkin menang mutlak tiga gebrakan berturut-turut dari teknik-teknik SURUNG, TIBA, dan BEKUK.
Seorang Petarung mungkin menang dua gebrakan dan satu kali kalah, asal dua gebrakan tersebut poinnya lebih tinggi dari satu gebrakan yang kalah dinyatakan sebagai pemenang. Bila lawan berhasil mendapat poin lebih tinggi dalam satu gebrakan maka diteruskan gebrakan keempat sebagai penentuan. Bila sampai pada gebrakan keempat malah terjadi Draw tambahi satu gebrakan kelima, tentu itu adalah pertarungan yang sangat seru dan memuaskan penonton.
Ingat pertarungan TARUNG RAGA ini lebih berunsur hiburan dan ketangkasan, jauh dari insiden cedera fisik. Satu gebrakan terjadi kedua Petarung dipersilahkan istirahat dan mempersiapkan diri kembali. Satu gebrakan sudah langsung ketahuan poin perolehan seorang Petarung. Barulah tiga gebrakan sebagai penentu kemenangan.
Sistem pertandingan bisa kompetisi maupun gugur. Bila sistem kompetisi yang dipilih maka akan terjadi pemeringkatan berdasarkan poin dan teknik yang berhasil diperagakan masing-masing Petarung. Sedangkan bila sistem gugur sudah mencukupi bila nantinya ada penentuan juara 1, 2, dan 3. Sedangkan Petarung yang kalah langsung berguguran tanpa hasil apapun.
Tarung Raga mungkin tidak masuk kategori bela diri Pencak Silat. Penulis membuat Karya Tulis ini dengan maksud memperkaya khasanah Tarung untuk mendapatkan prestasi. Lembaga Tarung Raga jelas sangat berbeda dengan Tarung Jurus versi I dan Tarung Jurus versi II yang bernaung di bendera lembaga bela diri Pencak Silat.
Jenis latihannya mungkin tak pernah menjadi Jurus, sama dengan Tarung Etang yang sangat sederhana. Perbedaan prinsip-prinsip tarung adalah dasar penulisan Karya Tulis ini. Seorang berbobot tubuh berat membutuhkan latihan tersendiri, bukan kelincahan gerak Petarung tapi justru kelenturan tubuh dan keluwesan bergerak. Bobot tubuh yang berat tak bisa diubah sampai langsing. Orang gemuk banyak diderita sebagian masyarakat karena keturunan, usia, kelainan hormon dll. Tapi tubuh tetap harus dilatih agar mencapai tingkat kesehatan maksimal.
Latihan utama seorang berbobot badan berat adalah kelenturan otot-otot di seluruh tubuh. Kelenturan menjadi modal bertarung, bukan membesarkan otot seperti Bina Raga. Tak perlu berlatih angkat beban atau dengan alat pembentuk tubuh. Dalam Tarung Raga saat membenturkan tubuh ke lawan penilaiannya lebih pada kelenturan dan keluwesan gerak.
Jika benturan terjadi sedemikian lentur dan luwes maka sifat kerasnya berkurang. Tercapailah harmoni indah masing-masing tubuh Petarung, itulah yang bisa disahkan Wasit, Juri, dan diketahui Penonton di sekeliling arena.
Mungkin sekali melatih kelenturan tubuh seorang yang gemuk badannya perlu dalam bentuk ketahanan stamina. Orang-orang gemuk tetap perlu mengeluarkan kelebihan kalorinya dengan jalan kaki jarak jauh. Untuk otot-otot tubuh supaya harmonis samakan saja dengan jenis Yoga, lebih penting mengalahkan tubuh sendiri agar bisa hidup selaras dengan alam.
Dalam soal jalan kaki jarak jauh Penulis mencontohkan diri sendiri. Saat jalan kaki imaginasi menjadi kuat sekali, apa-apa yang dibayangkan dan dipikirkan seolah-olah bisa menjadi kenyataan. Inilah yang didapat Penulis, semacam daya kreasi akibat pergerakan otot motorik.
Tarung-tarung yang dipaparkan Penulis adalah hasil pemikiran saat acara jalan-jalan ini. Dari satu hari, satu tahun menempel di otak Penulis, akhirnya dicoba tuangkan dalam sebuah Karya Tulis.
Jadi tidak penting bentuk tarung paparan Penulis ini nanti diterapkan atau tidak. Juga boleh dipraktekan orang lain dan diklaim sebagai ciptaannya, atau diplagiat siapapun….Penulis bisa memakluminya.
Lebih penting imaginasi Penulis dituangkan dalam bentuk tulisan, mungkin nanti direvisi terus menerus dengan berbagai tambahan dokumentasi, foto peragaan dll.
Aturan TARUNG RAGA
Diperlukan seorang Wasit sebagai pemandu tarung, dan penentu seorang Petarung mendapat poin saat terjadi gebrakan. Satu gebrakan pasti sudah diperoleh seorang pemenangnya. Jadi setelah dinyatakan poin perolehan seorang Petarung maka dilanjutkan kegebrakan selanjutnya setelah masing-masing diberi kesempatan menata kembali penampilannya.
Tiga orang Juri mencukupi untuk mengesahkan setiap poin yang didapat seorang Petarung. Satu Juri netral dan dua Juri dari masing-masing kubu Petarung. Juri cukup mencatat dan melihat bukti-bukti sahnya seorang Petarung mengalahkan lawannya. Misalnya seberapa kaki keluar dari arena karena dorongan, ingat faktor bobot tubuh sebagai alat penentu adalah titik berat sahnya sebuah poin.
Jadi bila ada seorang Petarung Raga terjatuh tanpa ada gebrakan tubuh lawan tubuh itu adalah kecelakaan bukan poin.
Jurilah yang nantinya akan mengumumkan peringkat seorang Petarung bila itu sistem kompetisi. Atau bila sistem gugur tinggal menentukan juara 1, 2, dan 3 pada setiap even kejuaraan.
 Karena masih karangan bebas maka tulisan ini bisa berubah-ubah sesuai selera Penulis. Bila dipraktekan di lapangan yang terjadi di arena itulah aturan baku yang sesungguhnya. Aturan-aturan dibuat satu persatu dengan berbagai kemungkinan yang terjadi di arena pertandingan dan kesepakatan antar Petarung serta Panitia pertandingan.
Syukurlah bila suatu waktu tulisan ini dianggap sebagai pemula sebuah bentuk Tarung yang menarik dan memenuhi kriteria kejuaraan yang berbobot tinggi. Penulis berlatih Pencak Silat sendirian, sebagai cara menghargai diri sendiri memutuskannya menulisnya dalam bentuk artikel. Mungkin pembaca suatu ketika membutuhkannya sebagai referensi atau pegangan untuk menambah semangat berlatih.
Ada gagasan Penulis, yaitu memberi penghargaan kepada orang-orang yang berlatih intensif dalam bela diri Pencak Silat biarpun hanya semacam surat bertanda tangan sebuah penyelenggara resmi bela diri.
Penghargaan itu diberikan setiap tahun, maka bila sepuluh tahun sudah terkumpul sampai 10 surat bertanda tangan, tentunya cukup membanggakan. Itulah hasil jerih payah, suka duka menghayati bela diri Pencak Silat.
Syukur bila kemudian menjadi Pelatih, Pencipta Jurus atau menjadi Guru Besar, Juara tingkat apapun baik itu kejuaraan daerah, nasional maupun internasional. Lumayan juga bila sampai divideokan atau sampai jadi artis film sebagai sebuah profesi.
1.      Faktanya Penulis berlatih Pencak Silat sendirian. Menghayatinya dalam berlatih bagian inti berupa Jurus. Untuk terus melatihnya supaya tetap fokus adalah dengan berimaginasi lawan tanding.
2.      Dari ide dua orang saling berhadapan akan muncul hubungan yang menghasilkan prinsip. Ini bukan saling berhadapan rebutan cewek, tapi berupa adu fisik menunjukan kemampuan dari apa yang dilatihnya sehari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
3.      Gagasan Tarung ini sebenarnya sangat sederhana. Penulis mendapatkannya dari imaginasi dua orang saling berhadapan itu saja, kemudian terjadilah beberapa interaksi diantara keduanya.
Interaksi dua orang saling berhadapan menjadi lawan tanding menghasilkan bentuk Tarung. Penulis menyesuaikan dengan bela diri Pencak Silat menelurkan gagasan Tarung secara terbatas yaitu TARUNG ETANG, TARUNG JURUS versi I, TARUNG JURUS versi II, dan terakhir TARUNG RAGA.
Untuk menciptakan gagasan Penulis belum bisa mempraktekannya, apa lagi mendemonstrasikan di depan publik sebagai bukti puncak prestasi Penulis. Karena itulah hingga saat ini Penulis masih berkutat mendokumentasikan ide-ide/ gagasan dalam lingkup bela diri Pencak Silat dalam bentuk tulisan berupa artikel.
Kesimpulan:
1.      Tarung ETANG adalah permainan berunsur bela diri, kedua Petarung saling menyerang untuk memperoleh poin kemenangan. Alat utamanya adalah kedua tangan menyerang dan menangkis dengan sasaran area kepala dan area kedua kaki lawan.
2.      Tarung JURUS versi I merupakan pertarungan di mana kedua Petarung harus menghasilkan teknik-teknik bela diri yang bila dirangkai akan menjadi JURUS.
3.      Tarung JURUS versi II merupakan Tarung turunan dari kandungan Jurus. Kedua Petarung saling menyerang mengandalkan kemampuan fisik dan tenaga. Hasilnya menjadi pemenang angka atau menang Knock Out. Pertarungan dibatasi tetap dalam kaidah bela diri Pencak Silat untuk membedakannya dengan tarung sejenis seperti Tinju.
4.      Tarung RAGA merupakan tarung yang dikhususkan untuk orang dengan bobot tubuh berlebih. Prinsipnya adalah saling menggebrak adu bobot tubuh sebagai pemenang. Setiap terjadi satu gebrakan sudah diperoleh teknik dan poinnya. Dicukupkan mencapai tiga gebrakan untuk mendapatkan bukti kemampuan seorang Petarung.
Tulisan ini masih boleh direvisi terus menerus. Bila Penulis disebut Pencipta TARUNG RAGA ini sudah sangat bersyukur, masuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Jika ada tulisan sejenis atau praktek yang memiliki persamaan dalam artikel ini, itu adalah hak orang lain. Disarankan agar mengubah nama Tarung dan membedakan dengan kalimat-kalimat yang telah ditulis oleh Penulis.
Penulis menerima kritik, saran, masukan dalam bentuk apapun dari pembaca. Penulis menyadari tulisan ini sangat banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan Penulis.
Wasalam.