TARUNG ETANG
(Sebuah Karya Tulis)
Sudah ada tulisan artikel di blog Penulis tentang
Tarung Etang, tapi isinya mengadopsi dari sebuah draf naskah novel milik
Penulis. Karena itu Penulis mencoba memulainya sebagai karya tulis tersendiri
untuk menguatkan bentuk gagasan Tarung sebagai kejuaraan dari bela diri Pencak
Silat. Nomor Tarung ini merupakan pengayaan dari bentuk-bentuk tarung yang
sudah diselenggerakan secara resmi baik itu tingkat Nasional maupun
Internasional.
Penulis coba membahas Tarung Etang lebih detail.
Tarung ini sudah ada jauh sebelum Penulis lahir. Bahkan jejaknya ada dalam
sebuah Tarian milik Pura Mangkunegaran. Soal nama tarian klasiknya Penulis
kurang mengetahui, Penulis mendapatkan sumbernya dari sebuah artikel di sebuah
surat kabar Kompas tapi sudah tak hapal tanggal dan tahun penerbitannya.
Dinyatakan permainan Etang dijadikan sebagai pembuka
sebuah tarian untuk menggambarkan suasana damai di sebuah wilayah kerajaan
Mataram Islam. Tentu menarik dikaji bahwa saat itu permainan ini sudah digemari
anak-anak di jaman berkuasanya raja-raja Mataram. Dengan demikian permainan
Etang adalah sebuah jejak sejarah, sudah dikenal di seluruh wilayah
pecahan-pecahan kerajaan Mataram Islam.
Nama permainannya Etang tanpa Penulis mengetahui
dari bahasa mana berasal kata tersebut. Penulis tak memusingkan asal-usul nama
dan bahasa penamaannya, pokoknya Penulis tahunya sejak kecil itu permainan
Etang.
Permainan Etang menjadi kenangan masa kecil Penulis
bersama dengan teman-teman sebaya. Saat itu adalah era tahun delapan puluhan,
terutama menginjak sekolah Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Dasar (SD).
Kemudian bersekolah di SMP Penulis sudah tidak mendapati permainan ini
dilakukan anak-anak kecil lagi. Lenyap juga berbagai permainan ketangkasan
lainnya seperti Gobag Sodor, Barlen, Anggar dll. Permainan yang masih eksis
sampai sekarang adalah berundi kelereng, Yoyo, Gasing, atau Petak Umpet.
Penulis tertarik dengan permainan Etang karena bisa
dikembangkan mencapai nilai olah raga. Yaitu menjadi nomor Tarung yang bisa
diselenggarakan sebagai ajang prestasi dalam sebuah kejuaraan resmi. Sayang sampai
menjadi karya tulis ini semuanya bagi Penulis masih cita-cita dan angan-angan
belaka. Tapi tak apa Penulis tetap mencoba membuat artikelnya agar bisa dibaca
dan diketahui khalayak ramai.
Sederhananya permainan ini dilakukan dua orang
saling berhadapan. Jadi sengaja atau tidak dua orang saling berhadapan sebagai
lawan, dalam bela diri posisi kuda-kuda bertarung. Kuda-kudanya ringan saja,
sikapnya tak sampai seperti jenis kuda-kuda Pencak Silat yang berbagai macam
ragamnya. Kedua tangan menjadi alat untuk mencapai sasaran di tubuh lawan.
Sasaran serangan adalah seluruh area kepala dan area kaki dari mulai paha
sampai lutut. Tangan sebagai senjata tangan kosong harus bisa menyentuh dua
area tubuh lawan untuk mendapatkan poin (Nilai).
Saat di masa kecil, begitu tangan mengenai area
kepala dan kaki seseorang bisa disebut pemenang. Sang pemenang berhak maju
menghadapi orang lain untuk mendapatkan siapa paling banyak mencapai kemenangan
dari beberapa pemain yang hadir. Misalnya terdapat tiga orang anak, satu orang
akan berhadapan dua kali. Bila bisa mengalahkan keduanya maka ia lah juaranya.
Jadi terdapat urutan pemenang satu sampai tiga, tentu yang urutan tiga belum
pernah menang sama sekali. Semakin banyak pesertanya semakin banyak lawan yang
dihadapi. Saat masih kecil Penulis sangat bangga bila menang biarpun tidak
keseluruhan, asalkan yang dihadapi misalnya lawan yang lebih tua atau berbadan
besar itu berarti sangat hebat.
Yang dicontohkan Penulis adalah sederhananya
permainan saat masih kecil. Bila tangan seorang lawan berhasil mengenai sasaran
serangan, yang terkena disebut MATI atau tak berkutik. Soalnya permainan ini
tanpa wasit, apalagi juri penilai.
Untuk menjadi nomor Tarung sebagai ajang meraih
prestasi maka permainan yang sederhana ini harus dimodifikasi. Terutama untuk
bisa diterima sebagai nomor tarung mencapai prestasi kejuaraan. Gagasan Penulis
adalah dalam pemaparan berikut ini.
Diperlukan seorang Wasit pemandu pertarungan, satu
juri netral dan dua juri dari masing-masing kubu Petarung. Dan tak lupa peserta
(Petarung) pertandingan yang jumlahnya cukup banyak untuk tercapainya sebuah
even kegiatan. Jadilah tarung Etang ini sebagai sebuah nomor Tarung tersendiri
dalam kejuaraan bela diri Pencak Silat.
Di sini Penulis artikel menyatakan klaim sebagai HAK
CIPTA dari ; TARUNG ETANG
Karena latar belakang Penulis dari bela diri Pencak
Silat maka nomor tarung ETANG bisa menggunakan arena matras kejuaraan Pencak
Silat. Matras arena pertarungan Pencak Silat adalah berupa garis melingkar di
tengahnya terdapat dua garis untuk petarung saling berhadapan. Gambarannya
Penulis tak terlalu mendetail karena mencukupi dengan aturan arena pertandingan
berbagai kejuaraan dunia Pencak Silat masa kini.
Seorang Wasit adalah berposisi sebagai pemandu
pertarungan sekaligus pemberi nilai bila seorang Petarung berhasil mengenai
sasaran di tubuh lawan. Karena itu Wasit dipilih betul-betul dari pihak netral
agar tidak subyektif saat menyatakan keberhasilan Petarung mengenai sasaran dan
menyatakan sebagai pemenang sebuah pertarungan. Bila seorang Petarung berhasil
menyarangkan serangn dengan menyentuh area sasaran serangan yang telah
ditentukan Wasit segera harus menyatakan sebagai Poin.
Satu serangan tangan Petarung berhasil menyentuh
area serangan tubuh lawan menjadi poin bernilai satu. Pertarungan dihentikan
lebih dahulu untuk mendapatkan pengesahan dari tiga juri pertandingan. Poin
diumumkan Wasit menjadi poin yang terkumpul seorang Petarung yang berhasil
menyarangkan serangan di area serangan lawan. Begitu seterusnya.
Seorang Petarung menjadi pemenang setelah terkumpul
poin sesuai kesepakatan even pertandingan, mislanya tercapai sepuluh (10) Poin.
Maka ada kemungkinan kedua Petarung mencapai nilai sembilan (9) bersama-sama.
Nah sebagai penentu pemenangnya diperlukan satu angka lagi sebagai pemenang
pertarungan yaitu siapa yang lebih dulu menyarangkan serangan ke area serangan
lawan.
Dengan sistem seperti di atas maka setiap Petarung
akan mendapat giliran satu persatu dari peserta sebuah even pertandingan, dan
mungkin dalam sebuah kelas tertentu pula. Melihat cara bertarungnya
pertandingan nomor Tarung Etang adalah memiliki ketangkasan dan kelincahan
bergerak. Seorang Petarung dituntut memiliki kecepatan dan harus saling dahulu
mendahului mengumpulkan poin.
Kemungkinan lebih banyak Petarung nomor Etang ini
bertubuh ramping. Bobot/ berat badan tubuh Petarung nomor ini mungkin banyak
yang di bawah 80 kg. Soalnya dalam tarung ini tidak diperlukan melumpuhkan
lawan sampai Knock Out (KO), tangan cukup menyentuh area tubuh serangan lawan
yaitu area kepala dan area kaki dari paha ke bawah sampai tumit (Mata kaki).
Keputusan Wasit mutlak tak bisa digugat apa lagi
setelah disahkan bersama tiga juri pertandingan. Poin yang terkumpul bisa
dilihat Penonton di papan arena seperti halnya poin-poin di kejuaraan bulu
tangkis atau tenis meja.
Bila kedua Petarung masing-masing berhasil
menyarangkan serangan ke lawan bersamaan, maka hak Wasit menentukan poin
kemenangan terhadap seorang Petarung yang lebih dahulu menyarangkan serangan
berdasarkan pengamatannya. Ini hak mutlak Wasit karena berada di jarak paling dekatnya
para Petarung bertanding.
Dengan sistem pertarungan di atas maka setiap even
pertandingan bisa diperoleh peringkat Petarung. Misalnya terdapat sepuluh
Petarung bertanding akan diketahui siapa Petarung paling banyak menangnya dan
poin yang diperoleh, juga berurutan dari peringkat satu sampai sepuluh di mana
Petarung peringkat sepuluh paling banyak kekalahannya dan poin paling sedikit
terkumpul. Mungkin nantinya peringkat-peringkat di bawah lima bila sebuah even
pertandingan terselenggara berkesinambungan setiap tahun bisa didegradasi
sehingga akan tercipta semacam kompetisi divisi I, divisi II, dan seterusnya.
Setiap pertarungan tetap diperlukan Ronde. Jadi ada
ronde 1, 2, 3, dan seterusnya. Waktu ronde samakan saja dengan ronde
pertarungan Tinju, misalnya 3 menit. Ronde diperlukan untuk memberi kesempatan
Petarung beristirahat dan mengatur strategi pada ronde berikutnya untuk
mendapatkan poin dan pemenang. Tapi jumlah ronde tidak mutlak diatur, sebuah
pertarungan bila sudah ada seorang Petarung mendapatkan nilai (Poin) sepuluh
(10) dinyatakan pemenang biarpun masih di ronde pertama sekalipun.
Di sini Penulis menyatakan sebuah pemikiran tentangWwasit
dan Ronde sebagai perbedaaan dengan jenis Tarung lainnya. Biasanya sebuah jenis
Tarung dipimpin Wasit memandu pertarungan hanya untuk memisahkan, memberi
peringatan, memulai pertarungan dan memerintahkan Petarung istirahat ketika bel
ronde berbunyi atau berakhir. Penilaian masuk serangan dilakukan oleh Juri
pertandingan di luar arena.
Di dalam Tarung ETANG dan jenis Tarung ciptaan
Penulis Wasit memiliki kekuasaan mana sebuah serangan Petarung dinyatakan Poin.
Tentu setelah juga disahkan Juri pertandingan di laur arena, jadi kesahihan
masuk serangan menjadi poin bisa dipertanggungjawabkan semua pihak. Karenanya
Wasit benar-benar orang terpilih dan diketahui latar belakangnya sebagai orang
netral dan tidak menilai berdasarkan subyektifitasnya sendiri.
Ada Jeda setiap Petarung berhasil menyarangkan
serangan ke lawan untuk disahkan oleh Wasit dan tiga Juri pertandingan menjadi
poin. Waktu ronde tetap berlanjut sampai selesai, Jeda setiap pengesahan poin
Petarung adalah bagiannya. Jadi bisa dihitung setiap ronde kemungkinan telah
diperoleh beberapa poin untuk masing-masing Petarung.
Bila demikian kemungkinan setiap Petarung untuk
mencapai seorang pemenangnya selalu di bawah lima ronde. Lima ronde terhitung
cukup memeras stamina atlet Petarung Etang juga memuaskan Penonton. Jadi ronde
diperlukan hanya benar-benar untuk istirahat Petarung, mendapatkan instruksi
dari Pelatih, dan perapihan penampilan Petarung misalnya pengeringan keringat,
memberi minum pada Petarung yang kehausan dll.
Gagasan Tarung ini masih mentah, belum dipraktekan
di arena manapun. Jadi akan banyak kekurangannya diketahui bila coba
dipraktekan. Yang penting bagi Penulis mencoba memaparkannya sebagai sebuah
hasil Hak Karya Cipta lebih dahulu walaupun hanya melalui tulisan.
Kemudian saat dipraktekan tentu akan banyak ditemui berbagai
aturan baru yang bisa dikembangkan. Juga kemungkinan mana bentuk-bentuk
pelanggarannya, misalnya saat menyerang area kepala adalah mata tidak boleh
menjadi sasaran serangan. Sangsinya ditentukan berat ringannya, tentu menyerang
mata sangat berat sangsinya karena bisa berupa pengurangan nilai atau bahkan
didiskualifikasi. Bayangkan saja seorang Petarung yang matanya tersentuh tangan
lawan, tentu sangat sakit bahkan bila terluka bakalan gagal melanjutkan
pertandingan. Jadinya untuk Petarung yang sengaja maupun tidak menyerang mata
terpaksa didiskualifikasi dan pengurangan poin karena pelanggaran berat.
Imaginasi Penulis saat mencoba Tarung ETANG.
Dalam latihan jurus yang rutin dilatih Penulis ada
jurus Colok. Jurus ini berasal dari perguruan Pencak Silat KBPS Asma di
Purwokerto. Jurus ini banyak menggunakan tangan terutama bagian jari dengan
menyasar arah mata lawan.
Tentu sangat berbahaya!
Juga di arena pertandingan Penccak Silat mengincar
mata lawan atau area kepala lawan hanya akan mendapat ganjaran sangsi dan
diskualifikasi, ibaratnya wong cuma memukul kepala saja sudah pelanggaran
sangat berat.
Tapi karena ada jurus Colok yang tetap dilatih
jadinya Penulis menghubungkannya dengan nomor TARUNG ETANG, ternyata sangat
cocok. Sasaran diubah cukup hanya menyentuh area kepala dan ditambah dengan
area kaki mulai dari paha hingga mata kaki. Juga dengan cara demikian jurus
Colok yang hanya menyasar mata dikembangkan agar tidak hanya menyerang bagian
mata lawan saja, juga mencari celah lawan yang lemah di bagian kakinya.
Jadi jurus Colok tetap bisa dipraktekan tanpa
mengubah tujuan mengalahkan lawan, cuma harus diperhalus dan terarah tanpa
melukai siapapun. Bahkan serangan dikembangkan tidak hanya area kepala tapi
juga ditambah area kaki dari paha sampai mata kaki lawan.
Tarung Etang hanya menyasar menyerang area kepala
dan kaki lawan, terus bagian tubuh yang lain boleh tidak menjadi sasaran untuk
mendapatkan poin?
Nah untuk bagian tubuh terutama badan, dalam Pencak
Silat sudah diatur sebagai sasaran mendapatkan nilai yaitu pukulan dan
tendangan, terutama untuk bagian dada dan perut. Tapi untuk urusan Tarung
bagian ini Penulis sendiri sudah menyusunnya dalam jenis tarung berbeda yaitu
Tarung Jurus versi I dan Tarung Jurus versi II.
Saat berimaginasi Tarung Etang Penulis mendapati,
Memiliki teknik menyerang dengan tangan bebas ke
area kepala dan area kaki lawan mulai dari paha hingga mata kaki. Kuda-kuda
ringan bisa bergeser kanan maupun kiri. Kedua tangan selalu bergerak mencari
celah sasaran atau bersentuhan dengan kedua tangan lawan yang juga mengincar
bagian kepala dan kaki kita. Maju mundur menyorongkan tangan ke sasaran,
menangkis bila tangan lawan hendak menyentuh kepala atau kaki kita. Kaki jarang
terangkat karena beresiko kena sentuhan tangan lawan.
Selalu waspada dan cermat karena biarpun kita
agresif menyerang tetap beresiko kebobolan oleh trik serangan lawan. Dan yang
pasti karena sebuah pertandingan tetap harus mensupremasikan fair play. Kalah
menang adalah suatu kepastian dari sebuah pertarungan di pertandingan kejuaraan
manapun. Itu adalah prestasi yang didambakan setiap Atlet olah raga apapun.
Penulis menerima kritik, saran, masukan untuk
menjadikan kesempurnaan karya tulis ini. Juga menerima segala kelengkapan media
apapun misalnya artikel rujukan untuk melengkapi pengetahuan Penulis yang
terbatas ini.
Penulis berusaha untuk terus menambahai kelengkapan
karya tulis ini agar semakin lengkap dalam bentuk misalnya Foto dokumentasi, Video
contoh tarung ETANG, atau bahkan Revisi terus menerus menjadi jurnal Nomor
TARUNG ETANG.
Demikian paparan Penulis sebagai Pencipta TARUNG
ETANG.
Semoga bermanfaat dikemudian hari……..NUWUN.
No comments:
Post a Comment