Monday, September 11, 2017

Karya Tulis Tarung Etang



       TARUNG ETANG   
      (Sebuah Karya Tulis)
Sudah ada tulisan artikel di blog Penulis tentang Tarung Etang, tapi isinya mengadopsi dari sebuah draf naskah novel milik Penulis. Karena itu Penulis mencoba memulainya sebagai karya tulis tersendiri untuk menguatkan bentuk gagasan Tarung sebagai kejuaraan dari bela diri Pencak Silat. Nomor Tarung ini merupakan pengayaan dari bentuk-bentuk tarung yang sudah diselenggerakan secara resmi baik itu tingkat Nasional maupun Internasional.
Penulis coba membahas Tarung Etang lebih detail. Tarung ini sudah ada jauh sebelum Penulis lahir. Bahkan jejaknya ada dalam sebuah Tarian milik Pura Mangkunegaran. Soal nama tarian klasiknya Penulis kurang mengetahui, Penulis mendapatkan sumbernya dari sebuah artikel di sebuah surat kabar Kompas tapi sudah tak hapal tanggal dan tahun penerbitannya.
Dinyatakan permainan Etang dijadikan sebagai pembuka sebuah tarian untuk menggambarkan suasana damai di sebuah wilayah kerajaan Mataram Islam. Tentu menarik dikaji bahwa saat itu permainan ini sudah digemari anak-anak di jaman berkuasanya raja-raja Mataram. Dengan demikian permainan Etang adalah sebuah jejak sejarah, sudah dikenal di seluruh wilayah pecahan-pecahan kerajaan Mataram Islam.
Nama permainannya Etang tanpa Penulis mengetahui dari bahasa mana berasal kata tersebut. Penulis tak memusingkan asal-usul nama dan bahasa penamaannya, pokoknya Penulis tahunya sejak kecil itu permainan Etang.
Permainan Etang menjadi kenangan masa kecil Penulis bersama dengan teman-teman sebaya. Saat itu adalah era tahun delapan puluhan, terutama menginjak sekolah Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Dasar (SD). Kemudian bersekolah di SMP Penulis sudah tidak mendapati permainan ini dilakukan anak-anak kecil lagi. Lenyap juga berbagai permainan ketangkasan lainnya seperti Gobag Sodor, Barlen, Anggar dll. Permainan yang masih eksis sampai sekarang adalah berundi kelereng, Yoyo, Gasing, atau Petak Umpet.
Penulis tertarik dengan permainan Etang karena bisa dikembangkan mencapai nilai olah raga. Yaitu menjadi nomor Tarung yang bisa diselenggarakan sebagai ajang prestasi dalam sebuah kejuaraan resmi. Sayang sampai menjadi karya tulis ini semuanya bagi Penulis masih cita-cita dan angan-angan belaka. Tapi tak apa Penulis tetap mencoba membuat artikelnya agar bisa dibaca dan diketahui khalayak ramai.
Sederhananya permainan ini dilakukan dua orang saling berhadapan. Jadi sengaja atau tidak dua orang saling berhadapan sebagai lawan, dalam bela diri posisi kuda-kuda bertarung. Kuda-kudanya ringan saja, sikapnya tak sampai seperti jenis kuda-kuda Pencak Silat yang berbagai macam ragamnya. Kedua tangan menjadi alat untuk mencapai sasaran di tubuh lawan. Sasaran serangan adalah seluruh area kepala dan area kaki dari mulai paha sampai lutut. Tangan sebagai senjata tangan kosong harus bisa menyentuh dua area tubuh lawan untuk mendapatkan poin (Nilai).
Saat di masa kecil, begitu tangan mengenai area kepala dan kaki seseorang bisa disebut pemenang. Sang pemenang berhak maju menghadapi orang lain untuk mendapatkan siapa paling banyak mencapai kemenangan dari beberapa pemain yang hadir. Misalnya terdapat tiga orang anak, satu orang akan berhadapan dua kali. Bila bisa mengalahkan keduanya maka ia lah juaranya. Jadi terdapat urutan pemenang satu sampai tiga, tentu yang urutan tiga belum pernah menang sama sekali. Semakin banyak pesertanya semakin banyak lawan yang dihadapi. Saat masih kecil Penulis sangat bangga bila menang biarpun tidak keseluruhan, asalkan yang dihadapi misalnya lawan yang lebih tua atau berbadan besar itu berarti sangat hebat.
Yang dicontohkan Penulis adalah sederhananya permainan saat masih kecil. Bila tangan seorang lawan berhasil mengenai sasaran serangan, yang terkena disebut MATI atau tak berkutik. Soalnya permainan ini tanpa wasit, apalagi juri penilai.
Untuk menjadi nomor Tarung sebagai ajang meraih prestasi maka permainan yang sederhana ini harus dimodifikasi. Terutama untuk bisa diterima sebagai nomor tarung mencapai prestasi kejuaraan. Gagasan Penulis adalah dalam pemaparan berikut ini.
Diperlukan seorang Wasit pemandu pertarungan, satu juri netral dan dua juri dari masing-masing kubu Petarung. Dan tak lupa peserta (Petarung) pertandingan yang jumlahnya cukup banyak untuk tercapainya sebuah even kegiatan. Jadilah tarung Etang ini sebagai sebuah nomor Tarung tersendiri dalam kejuaraan bela diri Pencak Silat.
Di sini Penulis artikel menyatakan klaim sebagai HAK CIPTA dari ; TARUNG ETANG
Karena latar belakang Penulis dari bela diri Pencak Silat maka nomor tarung ETANG bisa menggunakan arena matras kejuaraan Pencak Silat. Matras arena pertarungan Pencak Silat adalah berupa garis melingkar di tengahnya terdapat dua garis untuk petarung saling berhadapan. Gambarannya Penulis tak terlalu mendetail karena mencukupi dengan aturan arena pertandingan berbagai kejuaraan dunia Pencak Silat masa kini.
Seorang Wasit adalah berposisi sebagai pemandu pertarungan sekaligus pemberi nilai bila seorang Petarung berhasil mengenai sasaran di tubuh lawan. Karena itu Wasit dipilih betul-betul dari pihak netral agar tidak subyektif saat menyatakan keberhasilan Petarung mengenai sasaran dan menyatakan sebagai pemenang sebuah pertarungan. Bila seorang Petarung berhasil menyarangkan serangn dengan menyentuh area sasaran serangan yang telah ditentukan Wasit segera harus menyatakan sebagai Poin.
Satu serangan tangan Petarung berhasil menyentuh area serangan tubuh lawan menjadi poin bernilai satu. Pertarungan dihentikan lebih dahulu untuk mendapatkan pengesahan dari tiga juri pertandingan. Poin diumumkan Wasit menjadi poin yang terkumpul seorang Petarung yang berhasil menyarangkan serangan di area serangan lawan. Begitu seterusnya.
Seorang Petarung menjadi pemenang setelah terkumpul poin sesuai kesepakatan even pertandingan, mislanya tercapai sepuluh (10) Poin. Maka ada kemungkinan kedua Petarung mencapai nilai sembilan (9) bersama-sama. Nah sebagai penentu pemenangnya diperlukan satu angka lagi sebagai pemenang pertarungan yaitu siapa yang lebih dulu menyarangkan serangan ke area serangan lawan.
Dengan sistem seperti di atas maka setiap Petarung akan mendapat giliran satu persatu dari peserta sebuah even pertandingan, dan mungkin dalam sebuah kelas tertentu pula. Melihat cara bertarungnya pertandingan nomor Tarung Etang adalah memiliki ketangkasan dan kelincahan bergerak. Seorang Petarung dituntut memiliki kecepatan dan harus saling dahulu mendahului mengumpulkan poin.
Kemungkinan lebih banyak Petarung nomor Etang ini bertubuh ramping. Bobot/ berat badan tubuh Petarung nomor ini mungkin banyak yang di bawah 80 kg. Soalnya dalam tarung ini tidak diperlukan melumpuhkan lawan sampai Knock Out (KO), tangan cukup menyentuh area tubuh serangan lawan yaitu area kepala dan area kaki dari paha ke bawah sampai tumit (Mata kaki).
Keputusan Wasit mutlak tak bisa digugat apa lagi setelah disahkan bersama tiga juri pertandingan. Poin yang terkumpul bisa dilihat Penonton di papan arena seperti halnya poin-poin di kejuaraan bulu tangkis atau tenis meja.
Bila kedua Petarung masing-masing berhasil menyarangkan serangan ke lawan bersamaan, maka hak Wasit menentukan poin kemenangan terhadap seorang Petarung yang lebih dahulu menyarangkan serangan berdasarkan pengamatannya. Ini hak mutlak Wasit karena berada di jarak paling dekatnya para Petarung bertanding.
Dengan sistem pertarungan di atas maka setiap even pertandingan bisa diperoleh peringkat Petarung. Misalnya terdapat sepuluh Petarung bertanding akan diketahui siapa Petarung paling banyak menangnya dan poin yang diperoleh, juga berurutan dari peringkat satu sampai sepuluh di mana Petarung peringkat sepuluh paling banyak kekalahannya dan poin paling sedikit terkumpul. Mungkin nantinya peringkat-peringkat di bawah lima bila sebuah even pertandingan terselenggara berkesinambungan setiap tahun bisa didegradasi sehingga akan tercipta semacam kompetisi divisi I, divisi II, dan seterusnya.
Setiap pertarungan tetap diperlukan Ronde. Jadi ada ronde 1, 2, 3, dan seterusnya. Waktu ronde samakan saja dengan ronde pertarungan Tinju, misalnya 3 menit. Ronde diperlukan untuk memberi kesempatan Petarung beristirahat dan mengatur strategi pada ronde berikutnya untuk mendapatkan poin dan pemenang. Tapi jumlah ronde tidak mutlak diatur, sebuah pertarungan bila sudah ada seorang Petarung mendapatkan nilai (Poin) sepuluh (10) dinyatakan pemenang biarpun masih di ronde pertama sekalipun.
Di sini Penulis menyatakan sebuah pemikiran tentangWwasit dan Ronde sebagai perbedaaan dengan jenis Tarung lainnya. Biasanya sebuah jenis Tarung dipimpin Wasit memandu pertarungan hanya untuk memisahkan, memberi peringatan, memulai pertarungan dan memerintahkan Petarung istirahat ketika bel ronde berbunyi atau berakhir. Penilaian masuk serangan dilakukan oleh Juri pertandingan di luar arena.
Di dalam Tarung ETANG dan jenis Tarung ciptaan Penulis Wasit memiliki kekuasaan mana sebuah serangan Petarung dinyatakan Poin. Tentu setelah juga disahkan Juri pertandingan di laur arena, jadi kesahihan masuk serangan menjadi poin bisa dipertanggungjawabkan semua pihak. Karenanya Wasit benar-benar orang terpilih dan diketahui latar belakangnya sebagai orang netral dan tidak menilai berdasarkan subyektifitasnya sendiri.
Ada Jeda setiap Petarung berhasil menyarangkan serangan ke lawan untuk disahkan oleh Wasit dan tiga Juri pertandingan menjadi poin. Waktu ronde tetap berlanjut sampai selesai, Jeda setiap pengesahan poin Petarung adalah bagiannya. Jadi bisa dihitung setiap ronde kemungkinan telah diperoleh beberapa poin untuk masing-masing Petarung.
Bila demikian kemungkinan setiap Petarung untuk mencapai seorang pemenangnya selalu di bawah lima ronde. Lima ronde terhitung cukup memeras stamina atlet Petarung Etang juga memuaskan Penonton. Jadi ronde diperlukan hanya benar-benar untuk istirahat Petarung, mendapatkan instruksi dari Pelatih, dan perapihan penampilan Petarung misalnya pengeringan keringat, memberi minum pada Petarung yang kehausan dll.
Gagasan Tarung ini masih mentah, belum dipraktekan di arena manapun. Jadi akan banyak kekurangannya diketahui bila coba dipraktekan. Yang penting bagi Penulis mencoba memaparkannya sebagai sebuah hasil Hak Karya Cipta lebih dahulu walaupun hanya melalui tulisan.
Kemudian saat dipraktekan tentu akan banyak ditemui berbagai aturan baru yang bisa dikembangkan. Juga kemungkinan mana bentuk-bentuk pelanggarannya, misalnya saat menyerang area kepala adalah mata tidak boleh menjadi sasaran serangan. Sangsinya ditentukan berat ringannya, tentu menyerang mata sangat berat sangsinya karena bisa berupa pengurangan nilai atau bahkan didiskualifikasi. Bayangkan saja seorang Petarung yang matanya tersentuh tangan lawan, tentu sangat sakit bahkan bila terluka bakalan gagal melanjutkan pertandingan. Jadinya untuk Petarung yang sengaja maupun tidak menyerang mata terpaksa didiskualifikasi dan pengurangan poin karena pelanggaran berat.
Imaginasi Penulis saat mencoba Tarung ETANG.
Dalam latihan jurus yang rutin dilatih Penulis ada jurus Colok. Jurus ini berasal dari perguruan Pencak Silat KBPS Asma di Purwokerto. Jurus ini banyak menggunakan tangan terutama bagian jari dengan menyasar arah mata lawan.
Tentu sangat berbahaya!
Juga di arena pertandingan Penccak Silat mengincar mata lawan atau area kepala lawan hanya akan mendapat ganjaran sangsi dan diskualifikasi, ibaratnya wong cuma memukul kepala saja sudah pelanggaran sangat berat.
Tapi karena ada jurus Colok yang tetap dilatih jadinya Penulis menghubungkannya dengan nomor TARUNG ETANG, ternyata sangat cocok. Sasaran diubah cukup hanya menyentuh area kepala dan ditambah dengan area kaki mulai dari paha hingga mata kaki. Juga dengan cara demikian jurus Colok yang hanya menyasar mata dikembangkan agar tidak hanya menyerang bagian mata lawan saja, juga mencari celah lawan yang lemah di bagian kakinya.
Jadi jurus Colok tetap bisa dipraktekan tanpa mengubah tujuan mengalahkan lawan, cuma harus diperhalus dan terarah tanpa melukai siapapun. Bahkan serangan dikembangkan tidak hanya area kepala tapi juga ditambah area kaki dari paha sampai mata kaki lawan.
Tarung Etang hanya menyasar menyerang area kepala dan kaki lawan, terus bagian tubuh yang lain boleh tidak menjadi sasaran untuk mendapatkan poin?
Nah untuk bagian tubuh terutama badan, dalam Pencak Silat sudah diatur sebagai sasaran mendapatkan nilai yaitu pukulan dan tendangan, terutama untuk bagian dada dan perut. Tapi untuk urusan Tarung bagian ini Penulis sendiri sudah menyusunnya dalam jenis tarung berbeda yaitu Tarung Jurus versi I dan Tarung Jurus versi II.
Saat berimaginasi Tarung Etang Penulis mendapati,
Memiliki teknik menyerang dengan tangan bebas ke area kepala dan area kaki lawan mulai dari paha hingga mata kaki. Kuda-kuda ringan bisa bergeser kanan maupun kiri. Kedua tangan selalu bergerak mencari celah sasaran atau bersentuhan dengan kedua tangan lawan yang juga mengincar bagian kepala dan kaki kita. Maju mundur menyorongkan tangan ke sasaran, menangkis bila tangan lawan hendak menyentuh kepala atau kaki kita. Kaki jarang terangkat karena beresiko kena sentuhan tangan lawan.
Selalu waspada dan cermat karena biarpun kita agresif menyerang tetap beresiko kebobolan oleh trik serangan lawan. Dan yang pasti karena sebuah pertandingan tetap harus mensupremasikan fair play. Kalah menang adalah suatu kepastian dari sebuah pertarungan di pertandingan kejuaraan manapun. Itu adalah prestasi yang didambakan setiap Atlet olah raga apapun.
Penulis menerima kritik, saran, masukan untuk menjadikan kesempurnaan karya tulis ini. Juga menerima segala kelengkapan media apapun misalnya artikel rujukan untuk melengkapi pengetahuan Penulis yang terbatas ini.
Penulis berusaha untuk terus menambahai kelengkapan karya tulis ini agar semakin lengkap dalam bentuk misalnya Foto dokumentasi, Video contoh tarung ETANG, atau bahkan Revisi terus menerus menjadi jurnal Nomor TARUNG ETANG.
Demikian paparan Penulis sebagai Pencipta TARUNG ETANG.
Semoga bermanfaat dikemudian hari……..NUWUN.

      


No comments:

Post a Comment