Monday, September 11, 2017

Karya Tulis Tarung Sendeng



    TARUNG SENDENG
     (Sebuah Karya Tulis)
            Penulis mencari artikel Pencak Silat daerah Sulawesi. Mesin pencari Google langsung mengajukan kata kunci Sendeng. Beberapa artikel yang tersaji sudah cukup menerangkan jenis silat yang berasal dari suku Bugis ini.
            Diketahui juga bila jenis silat ini sudah diklaim Malaysia walaupun untuk asal daerahnya mereka tetap mengakuinya dari Sulawesi sebagai bagian NKRI.
            Tak perlu kita menggugat hal tersebut karena Indonesia dan Malaysia memang bangsa serumpun. Apa lagi untuk berbagai suku yang banyak menjadikan budaya maritim sebagai identitasnya.
            Bahkan tak mengapa Sendeng berkembang baik di Malaysia. Tapi untuk Sendeng di Indonesia tak perlu lagi belajar ke Malaysia kan? Nah bikin saja Sendeng versi Indonesia sendiri sebagai khasanah kekayaan ragam aliran dan jenis Pencak Silat Indonesia.
            Karena Sendeng sebagai bentuk silat sudah berkembang dan sumbernya sudah sangat jelas dari Bugis Sulawesi maka Penulis tak perlu mengklaimnya sebagai penciptanya. Siapapun boleh mengembangkannya sebagai aliran tersendiri atau bentuk pengembangan secara pribadi.
            Tarung Sendeng ini anggap saja merupakan variasi dari berbagai Sendeng yang sudah ada di Indonesia maupun di Malaysia, atau siapapun yang mengembangkannya dalam ragam tulisan maupun peragaan.
            Sendeng berarti miring, dalam prakteknya tak menggunakan kaki untuk menyerang. Silat Sendeng tercipta karena pertarungan ini terjadi di sudut-sudut ruang kapal. Prinsip utama tarung sendeng adalah menyerang dengan tangan ke bagian sasaran di tubuh, melepaskan serangan dengan tangan ke tangan lawan, dan sebagai tambahannya adalah kaki boleh juga menyerang tapi hanya bagian kaki lawan.
            Karena dari asalnya Sendeng dilakukan di tempat sempit dan terpojok maka cara bertarungnya selalu dalam jarak dekat. Sekali terjadi seorang Petarung merangkul lawan harus segera dipisahkan wasit.
            Sendeng terdiri dari berbagai teknik, mungkin banyak namanya dalam bahasa lokal. Tulisan ini hanya imaginasi Penulis saja jadi bukan referensi yang tepat untuk pembenarannya. Pemaparannya merupakan versi Penulis setingkat karangan belaka. Mungkin seperti inilah bentuknya,
1.      Penggunaan tangan (Poin 1)
2.      Penggunaan kaki     (Poin 1)
3.      Menjatuhkan lawan (Poin 3)
-Teknik Pukulan     :Sasaran di dada dan perut
-Teknik Sabetan      :Sasaran di dada dan perut
-Teknik Betotan      :Sasaran tangan
-Teknik Kuncian     :Sasaran tangan
-Teknik Telikung    :Sasaran tangan
-Teknik menjegal kaki
-Teknik injakan kaki
-Teknik melumpuhkan kaki
-Dorongan   (Poin 3)
-Lemparan   (Poin 3)
-Sapuan       (Poin 3)
            Prinsip utama tarung ini memanfaatkan posisi lawan agar bisa dimasuki berbagai serangan mencapai poin di sebuah arena sempit. Arena ideal dan paling sempitnya menurut pendapat Penulis adalah sebuah garis memanjang misalnya 4 meter anggap saja itu adalah sebuah titian jembatan. Garis sepanjang empat meter tersebut dibagi dua, warna merah dan biru. Begitu juga untuk Petarungnya, tinggal menyesuaikan dengan warna tempatnya (Garis) bertarung.
Simulasi Pertarungan
            Dua Petarung bersabuk merah dan biru saling berhadapan jarak dekat. Batas garis merah dan biru sebagai penanda awal dan kembali bertarung dipandu seorang Wasit.
            Begitu Wasit menyatakan pertarungan dimulai kedua Petarung saling menyerang. Dalam tarung sendeng hanya ada langkah maju dan mundur dalam koridor garis memanjang arena.
            Kedua Petarung melancarkan teknik serang menyerang, tangan adu tangan, kaki adu kaki, atau teknik menjatuhkan lawan. Pukulan, sabetan, betotan, kuncian dan telikung untuk penggunaan tangan. Menjegal, menginjak, dan melumpuhkan kaki untuk mendapatkan poin dari kaki. Serta mendorong, melempar, dan menyapu kaki hingga menjatuhkan lawan.
            Bila seorang Petarung jatuh karena teknik dari lawannya maka nilainya tiga. Menjatuhkan lawan jelas keluar (Terlempar, bagaikan tercebur di kubangan air) dari garis arena, begitu juga dorongan dan sapuan. Yang memberi nilai adalah tiga Juri di luar arena.
            Bila terjadi seorang jatuh di luar arena garis maka kedua Petarung dihadapkan lagi. Wasit memandu pertarungan untuk setiap waktu ronde sampai selesai. Untuk penilaian dilakukan oleh tiga Juri dengan mengumpulkan nilai dari keberhasilan teknik masing-masing Petarung. Dua Juri dari kedua kubu Petarung dan satu Juri netral. Siapa Petarung mendapat nila tinggi adalah pemenangnya setelah diperselisihkan tiga Juri.
            Konsep tarung sendeng adalah budaya Maritim. Bela diri ini dilatih dan diperagakan di kabin-kabin kapal. Sangat mengagumkan bahwa suku Bugis mengembangkannya sebagai identitas silat mereka. Karena itulah untuk menghormati dan menghargai jejak nenek moyang maka tarung sendeng harus berkonsep situasi di perahu.
            Banyak ragam jenis perahu Indonesia. Kapal Phinisi adalah khas Bugis, mungkin itu aslinya. Sebaliknya berbagai jenis kepal tradisional bertebaran di daerah lain, masing-masing memiliki kekhasan dan kelebihannya sendiri. Bukan main ternyata untuk perahu Nusantara adalah gudangnya pengelana dunia berabad-abad yang lalu. Jadi bangsa kita sebenarnya tak kalah oleh seorang Columbus yang mencoba membuktikan bahwa bumi itu bulat.
            Karena itu bila juga terdapat jenis Sendeng berdasarkan perahu-perahu daerah lain selain dari asalnya di Sulawesi adalah wajar. Corak kapal tradisional sudah ada di relief candi Borobudur, naskah-naskah daerah lain pasti juga menyimpannya. Jadi segala filosofi dari pelayaran suku-suku di Nusantara sudah sangat mengakar jauh sebelum kemajuan bangsa-bangsa Eropa menjajah kita.
            Kalau suku-suku di Nusantara itu ada beberapa tipe. Suku bertipe agraris diwakili Jawa, Bali, dan Sunda. Suku bertipe budaya sungai adalah Melayu baik di Sumatera maupun Kalimantan, termasuk diantaranya adalah suku Dayak. Suku bertipe maritim adalah Bugis, Bajau, suku Melayu Laut (Kepulauan Riau), seluruh suku di Maluku, atau bahkan suku-suku terpencil di kepulauan seperti Kepulauan Seribu, Karimun Jawa dll.
            Ada juga suku-suku di Papua yang lebih mendasarkan pada lanskap tempat tinggalnya seperti suku Asmat berdasarkan lingkungan tanah rawa, Baliem di dataran tinggi, dan Papua kepulauan (Biak Numfor). Tipe budaya yang dipaparkan Penulis ini tidak mutlak, sebagian diantaranya adalah gabungan dari tipe budaya yang dibahas.
            Perang di laut sudah menjadi sejarah tersendiri, antar kerajaan di Nusantara sudah banyak contohnya. Misalnya ekspedisi Pamalayu di jaman Singasari, penaklukan oleh prajurit Majapahit ke seluruh Nusantara, atau yang tak tercatat dalam sejarah seperti kolonisasi bugis hampir di setiap pantai pulau-pulau Sulawesi, Kalimantan bahkan sampai ke Malaysia dan Filipina.
            Berarti telah ada corak militer angkatan laut yang kuat di masa lalu. Karenanya itu bisa diabadikan sebagai bentuk tarung sebagai khasanah kekayaan bela diri Pencak Silat. Ingat bagaimana Kesultanan Tidore mengalahkan VOC di bawah pimpinan Sultan Nuku. Akibatnya namanya diabadikan hampir di setiap pulau-pulau di perairan Samudera pasifik. Kita harus bangga dan menghargainya.
            Bentuk menghargai jasa pahlawan adalah dengan menggali semua kejayaan kita di masa silam. Dengan demikian kita tak perlu berkiblat hanya pada kemajuan Barat belaka. Sudah waktunya kita berpaling pada kebudayaan Nusantara baik di masa lalu maupun hingga jaman kita hidup sekarang ini di era modern.
            Untuk Penulis sendiri tarung Sendeng dalam bentuk karangan ini hanya variasi pribadi. Tentunya sudah banyak orang mempelajari Sendeng dan mempraktekannya sebagai bagian budaya daerah dan bahkan dihayati warga Malaysia sebagai identitasnya.
            Tarung Sendeng menjadi nomor tersendiri karena konsepnya sangat berbeda dengan tarung resmi yang diakui IPSI, atau even Nasional dan Internasional. Sendeng bahkan terkadang tidak dimasukan kategori Pencak Silat karena variasi geraknya di tempat sempit, hanya segaris titian jembatan antar perahu.
            Perhatikan saja orang yang lewat titian jembatan, sekali hilang keseimbangan langsung jatuh tercebur ke kubangan air. Dengan demikian teknik seperti lemparan, dorongan, sapuan adalah relevan diterapkan dalam jenis tarung ini.
            Karena sendeng bukan hak cipta Penulis, maka segala aturan pertandingan jenis tarung yang sudah berlaku tinggal mengikuti saja. Sendeng sudah diklaim Malaysia, sedangkan di daerah asalnya sendiri biarpun dikenal tapi tidak berkembang meluas. Jadi untuk tarung yang dikarang Penulis ini hanya mencatut namanya saja, ini upaya Penulis mengarang untuk membuat varian tarung Sendeng. Semoga karya tulis ini bisa dipertandingkan lembaga-lembaga bela diri Pencak Silat sebagai kekayaan khasanah budaya Indonesia.
            Segala tulisan karangan Penulis boleh ditanggapi, Penulis akan dengan senang hati menerima segala bentuk saran dan kritik dari pembaca. Lagi pula mungkin di lain waktu tulisan ini akan direvisi terus menerus menyesuaikan dengan pengetahuan Penulis.
            Wasalam.

No comments:

Post a Comment