TARUNG SENDENG
(Sebuah Karya Tulis)
Penulis
mencari artikel Pencak Silat daerah Sulawesi. Mesin pencari Google langsung
mengajukan kata kunci Sendeng. Beberapa artikel yang tersaji sudah cukup
menerangkan jenis silat yang berasal dari suku Bugis ini.
Diketahui
juga bila jenis silat ini sudah diklaim Malaysia walaupun untuk asal daerahnya
mereka tetap mengakuinya dari Sulawesi sebagai bagian NKRI.
Tak
perlu kita menggugat hal tersebut karena Indonesia dan Malaysia memang bangsa
serumpun. Apa lagi untuk berbagai suku yang banyak menjadikan budaya maritim
sebagai identitasnya.
Bahkan
tak mengapa Sendeng berkembang baik di Malaysia. Tapi untuk Sendeng di
Indonesia tak perlu lagi belajar ke Malaysia kan? Nah bikin saja Sendeng versi
Indonesia sendiri sebagai khasanah kekayaan ragam aliran dan jenis Pencak Silat
Indonesia.
Karena
Sendeng sebagai bentuk silat sudah berkembang dan sumbernya sudah sangat jelas
dari Bugis Sulawesi maka Penulis tak perlu mengklaimnya sebagai penciptanya.
Siapapun boleh mengembangkannya sebagai aliran tersendiri atau bentuk
pengembangan secara pribadi.
Tarung
Sendeng ini anggap saja merupakan variasi dari berbagai Sendeng yang sudah ada
di Indonesia maupun di Malaysia, atau siapapun yang mengembangkannya dalam
ragam tulisan maupun peragaan.
Sendeng
berarti miring, dalam prakteknya tak menggunakan kaki untuk menyerang. Silat
Sendeng tercipta karena pertarungan ini terjadi di sudut-sudut ruang kapal.
Prinsip utama tarung sendeng adalah menyerang dengan tangan ke bagian sasaran
di tubuh, melepaskan serangan dengan tangan ke tangan lawan, dan sebagai
tambahannya adalah kaki boleh juga menyerang tapi hanya bagian kaki lawan.
Karena
dari asalnya Sendeng dilakukan di tempat sempit dan terpojok maka cara
bertarungnya selalu dalam jarak dekat. Sekali terjadi seorang Petarung
merangkul lawan harus segera dipisahkan wasit.
Sendeng
terdiri dari berbagai teknik, mungkin banyak namanya dalam bahasa lokal.
Tulisan ini hanya imaginasi Penulis saja jadi bukan referensi yang tepat untuk
pembenarannya. Pemaparannya merupakan versi Penulis setingkat karangan belaka.
Mungkin seperti inilah bentuknya,
1. Penggunaan
tangan (Poin 1)
2. Penggunaan
kaki (Poin 1)
3. Menjatuhkan
lawan (Poin 3)
-Teknik Pukulan :Sasaran
di dada dan perut
-Teknik Sabetan :Sasaran
di dada dan perut
-Teknik Betotan :Sasaran
tangan
-Teknik Kuncian :Sasaran
tangan
-Teknik Telikung :Sasaran tangan
-Teknik menjegal kaki
-Teknik injakan kaki
-Teknik melumpuhkan kaki
-Dorongan (Poin 3)
-Lemparan (Poin 3)
-Sapuan (Poin 3)
Prinsip
utama tarung ini memanfaatkan posisi lawan agar bisa dimasuki berbagai serangan
mencapai poin di sebuah arena sempit. Arena ideal dan paling sempitnya menurut
pendapat Penulis adalah sebuah garis memanjang misalnya 4 meter anggap saja itu
adalah sebuah titian jembatan. Garis sepanjang empat meter tersebut dibagi dua,
warna merah dan biru. Begitu juga untuk Petarungnya, tinggal menyesuaikan
dengan warna tempatnya (Garis) bertarung.
Simulasi Pertarungan
Dua
Petarung bersabuk merah dan biru saling berhadapan jarak dekat. Batas garis
merah dan biru sebagai penanda awal dan kembali bertarung dipandu seorang
Wasit.
Begitu
Wasit menyatakan pertarungan dimulai kedua Petarung saling menyerang. Dalam
tarung sendeng hanya ada langkah maju dan mundur dalam koridor garis memanjang
arena.
Kedua
Petarung melancarkan teknik serang menyerang, tangan adu tangan, kaki adu kaki,
atau teknik menjatuhkan lawan. Pukulan, sabetan, betotan, kuncian dan telikung
untuk penggunaan tangan. Menjegal, menginjak, dan melumpuhkan kaki untuk
mendapatkan poin dari kaki. Serta mendorong, melempar, dan menyapu kaki hingga
menjatuhkan lawan.
Bila
seorang Petarung jatuh karena teknik dari lawannya maka nilainya tiga.
Menjatuhkan lawan jelas keluar (Terlempar, bagaikan tercebur di kubangan air)
dari garis arena, begitu juga dorongan dan sapuan. Yang memberi nilai adalah
tiga Juri di luar arena.
Bila
terjadi seorang jatuh di luar arena garis maka kedua Petarung dihadapkan lagi.
Wasit memandu pertarungan untuk setiap waktu ronde sampai selesai. Untuk
penilaian dilakukan oleh tiga Juri dengan mengumpulkan nilai dari keberhasilan
teknik masing-masing Petarung. Dua Juri dari kedua kubu Petarung dan satu Juri
netral. Siapa Petarung mendapat nila tinggi adalah pemenangnya setelah diperselisihkan
tiga Juri.
Konsep
tarung sendeng adalah budaya Maritim. Bela diri ini dilatih dan diperagakan di
kabin-kabin kapal. Sangat mengagumkan bahwa suku Bugis mengembangkannya sebagai
identitas silat mereka. Karena itulah untuk menghormati dan menghargai jejak
nenek moyang maka tarung sendeng harus berkonsep situasi di perahu.
Banyak
ragam jenis perahu Indonesia. Kapal Phinisi adalah khas Bugis, mungkin itu
aslinya. Sebaliknya berbagai jenis kepal tradisional bertebaran di daerah lain,
masing-masing memiliki kekhasan dan kelebihannya sendiri. Bukan main ternyata
untuk perahu Nusantara adalah gudangnya pengelana dunia berabad-abad yang lalu.
Jadi bangsa kita sebenarnya tak kalah oleh seorang Columbus yang mencoba
membuktikan bahwa bumi itu bulat.
Karena
itu bila juga terdapat jenis Sendeng berdasarkan perahu-perahu daerah lain
selain dari asalnya di Sulawesi adalah wajar. Corak kapal tradisional sudah ada
di relief candi Borobudur, naskah-naskah daerah lain pasti juga menyimpannya.
Jadi segala filosofi dari pelayaran suku-suku di Nusantara sudah sangat
mengakar jauh sebelum kemajuan bangsa-bangsa Eropa menjajah kita.
Kalau
suku-suku di Nusantara itu ada beberapa tipe. Suku bertipe agraris diwakili
Jawa, Bali, dan Sunda. Suku bertipe budaya sungai adalah Melayu baik di
Sumatera maupun Kalimantan, termasuk diantaranya adalah suku Dayak. Suku
bertipe maritim adalah Bugis, Bajau, suku Melayu Laut (Kepulauan Riau), seluruh
suku di Maluku, atau bahkan suku-suku terpencil di kepulauan seperti Kepulauan
Seribu, Karimun Jawa dll.
Ada
juga suku-suku di Papua yang lebih mendasarkan pada lanskap tempat tinggalnya
seperti suku Asmat berdasarkan lingkungan tanah rawa, Baliem di dataran tinggi,
dan Papua kepulauan (Biak Numfor). Tipe budaya yang dipaparkan Penulis ini
tidak mutlak, sebagian diantaranya adalah gabungan dari tipe budaya yang
dibahas.
Perang
di laut sudah menjadi sejarah tersendiri, antar kerajaan di Nusantara sudah
banyak contohnya. Misalnya ekspedisi Pamalayu di jaman Singasari, penaklukan
oleh prajurit Majapahit ke seluruh Nusantara, atau yang tak tercatat dalam
sejarah seperti kolonisasi bugis hampir di setiap pantai pulau-pulau Sulawesi,
Kalimantan bahkan sampai ke Malaysia dan Filipina.
Berarti
telah ada corak militer angkatan laut yang kuat di masa lalu. Karenanya itu
bisa diabadikan sebagai bentuk tarung sebagai khasanah kekayaan bela diri
Pencak Silat. Ingat bagaimana Kesultanan Tidore mengalahkan VOC di bawah
pimpinan Sultan Nuku. Akibatnya namanya diabadikan hampir di setiap pulau-pulau
di perairan Samudera pasifik. Kita harus bangga dan menghargainya.
Bentuk
menghargai jasa pahlawan adalah dengan menggali semua kejayaan kita di masa
silam. Dengan demikian kita tak perlu berkiblat hanya pada kemajuan Barat
belaka. Sudah waktunya kita berpaling pada kebudayaan Nusantara baik di masa
lalu maupun hingga jaman kita hidup sekarang ini di era modern.
Untuk
Penulis sendiri tarung Sendeng dalam bentuk karangan ini hanya variasi pribadi.
Tentunya sudah banyak orang mempelajari Sendeng dan mempraktekannya sebagai
bagian budaya daerah dan bahkan dihayati warga Malaysia sebagai identitasnya.
Tarung
Sendeng menjadi nomor tersendiri karena konsepnya sangat berbeda dengan tarung
resmi yang diakui IPSI, atau even Nasional dan Internasional. Sendeng bahkan
terkadang tidak dimasukan kategori Pencak Silat karena variasi geraknya di
tempat sempit, hanya segaris titian jembatan antar perahu.
Perhatikan
saja orang yang lewat titian jembatan, sekali hilang keseimbangan langsung
jatuh tercebur ke kubangan air. Dengan demikian teknik seperti lemparan,
dorongan, sapuan adalah relevan diterapkan dalam jenis tarung ini.
Karena
sendeng bukan hak cipta Penulis, maka segala aturan pertandingan jenis tarung
yang sudah berlaku tinggal mengikuti saja. Sendeng sudah diklaim Malaysia,
sedangkan di daerah asalnya sendiri biarpun dikenal tapi tidak berkembang
meluas. Jadi untuk tarung yang dikarang Penulis ini hanya mencatut namanya
saja, ini upaya Penulis mengarang untuk membuat varian tarung Sendeng. Semoga
karya tulis ini bisa dipertandingkan lembaga-lembaga bela diri Pencak Silat
sebagai kekayaan khasanah budaya Indonesia.
Segala
tulisan karangan Penulis boleh ditanggapi, Penulis akan dengan senang hati
menerima segala bentuk saran dan kritik dari pembaca. Lagi pula mungkin di lain
waktu tulisan ini akan direvisi terus menerus menyesuaikan dengan pengetahuan
Penulis.
Wasalam.
No comments:
Post a Comment