TARUNG JURUS versi I
(Sebuah
Karya Tulis)
Tulisan
ini tidak bermaksud merubah jenis nomor Tarung Pencak Silat yang sudah berlaku
baik itu dari IPSI, Kejuaraan Tingkat Nasional maupun Internasional. Bahkan
bila ada kejuaraan terbatas dalam sebuah Perguruan maupun kejuaraan yang
berunsur kedaerahan.
Tujuan
Penulis adalah memperkaya nomor Tarung Pencak Silat sehingga makin menambah
khasanah yang sudah diakui, mungkin bila disamakan dengan Tarung Derajat yang
sudah resmi sebagai bela diri baru, tulisan ini tidak mencapai bentuk seperti
itu. Tulisan ini hanya merupakan turunan dari nomor kejuaraan Pencak Silat.
Sumber-sumbernya
berasal dari banyaknya teknik-teknik dalam kandungan jurus yang ada di
Perguruan maupun Pencak Silat daerah di wilayah Nusantara agar tetap bisa
dilestarikan. Akar masalahnya adalah Pencak Silat memiliki kekhasan di berbagai
daerah dan Perguruan atau aliran yang tidak terakomodasi dalam nomor Tarung
yang sudah diakui sebagai kejuaraan. Misalnya berdasarkan aliran, kedaerahan,
komunitas, bahkan mungkin sebagai milik keluarga turun temurun.
Penulis
mencontohkan diri sendiri atas latihan-latihan jurus yang dikoleksi, misalnya
jurus satu yang dinamakan Jurus Teguh mengandung teknik sebagai berikut,
Dalam kuda-kuda kanan depan,
PUKUL….tangkis kanan pukul kiri, Tendang kaki kiri lakukan teknik yang sama
dengan di atas….TAHAN, Pelintir tangan kanan yang ditahan BESETdengan tangan
kiri, kuda-kuda direndahkan….SIKUT kanan sambil majukan kaki kanan…PUKUL atas….
SELESAI
Ada
teknik pukulan, tangkisan, tendangan, pelintir pergelangan tangan yang berarti
tangan dalam keadaan terpegang lawan, beset berarti melepaskan diri dari
kuncian lawan, sikut kanan sebuah teknik yang jarang ada di perguruan lain, dan
sebagainya.
Teknik-teknik
inilah yang ditekankan untuk bisa diperagakan dalam nomor Tarung gagasan
Penulis.
Gagasan
ini massih mentah dan baru terealisir dalam imaginasi, masih harus dijabarkan
dalam praktek dan peragaan untuk diakui resmi sebagai nomor Tarung dalam sebuah
kejuaraan, hal ini masih cita-cita terpendam hingga saat ini.
Penilaian
utama adalah siapa Petarung yang berhasil melakukan teknik jurus terhadap
lawan, Petarung tersebut berhak mendapatkan nilai (Poin) berdasarkan kriteria
yang sudah diatur. Dari selisih nilai (Poin) yang didapat antar Petarung bisa
diketahui seorang Pemenang dan Peringkatnya dalam sebuah Even Kejuaraan.
Anggap
saja tulisan ini masih teori belaka. Walaupun begitu Penulis mencoba
menelaahnya dengan fakta-fakta, yaitu latihan jurus yang rutin dilakukan harian
selama ini.
Penulis
berargumentasi nomor tarung ini untuk mengakomodasi Petarung yang lebih
mengutamakan teknik sebagai perolehan nilai untuk kemenangan.
Alasan
paling kuatnya menjadikan nomor tarung ini menjadi sebuah nomor tersendiri
adalah adanya nomor seni yang merupakan penilaian jurus berdasarkan nilai
estetika jurus dan kerapian teknik yang diperagakan. Jurus yang diperagakan
harus juga bisa dipraktekan saat bertarung.
Penulis
menganggap ada dua tipe Petarung pertandingan Pencak Silat. Maaf anggapan ini
ada karena tidak didukung dengan pengamatan di lapangan. Tipe pertama adalah
Petarung yang mengandalkan serangan keras biasanya berupa pukulan dan tendangan
untuk menjatuhkan lawan hingga Knock Out.
Petarung
ini memang berlatih dengan menu latihan seperti memukul sansak, menendang
dengan sasaran benda keras, menyerang bagian tubuh yang lemah seperti kepala,
perut bawah, leher dll. Selain itu biasanya Petarung tipe ini mengandalkan
fisik sebagai penunjang meraih kemenangan.
Pertarungan
selalu seru, keras lawan keras. Siapa yang lebih dulu mampu memasukan serangan
ke bagian tubuh yang diincar menjadi poin (Nilai) atau bila tercapai lawan
jatuh hingga tidak mampu memberikan perlawanan lagi (Knock Out).
Seorang
Petarung yang berhasil meng KO lawan langsung menjadi Pemenang, dan bila tidak
terjadi insiden KO tinggal dihitung selisih nilai serangan yang masuk sebagai
kemenangan angka.
Untuk
Petarung tipe ini Penulis mengusulkan nomor Tarung tersendiri yaitu TARUNG
JURUS versi II.
Tipe
kedua adalah Petarung yang mengandalkan teknik untuk mendapatkan Poin. Tipe
Petarung ini berlatih teknik-teknik yang cukup rumit agar bisa diterapkan dalam
pertarungan. Kemenangan diperoleh karena seorang Petarung memiliki banyak
teknik serangan dan berhasil menyarangkannya pada tubuh lawan.
Penulis
membayangkan sebuah masalah bila dua tipe Petarung diatas tersebut melakukan
pertarungan, tentu akan terjadi kontradiksi. Sulit seorang Petarung tipe kedua
melayani Petarung tipe pertama yang hanya mengincar tubuh menyerang sampai
Knock Out.
Untuk
itulah dibedakan nomor Tarung tipe pertama dan kedua.
Dalam
kejuaraan Pencak Silat tak ada pembagian nomor tarung, kedua tipe Petarung bisa
berjumpa saling kalah mengalahkan. Untungnya sasaran serangan dalam kejuaraan
Pencak Silat sudah dibatasi hingga tidak mencolok adanya kedua tipe Petarung
tersebut.
Dengan
adanya aturan hanya boleh memasukan serangan ke bagian dada dan perut lawan
maka kedua tipe Petarung tersebut hanya samar-samar keberadaannya. Apa lagi
setiap Petarung dilindungi dengan kostum di tubuhnya menghindari cedera bila
terkena pukulan dan tendangan.
Penulis
tidak menyebut ini kelemahan di kejuaraan Pencak Silat, teruskan saja yang
sudah ada karena sudah menjadi nomor yang diakui secara internasional.
Nomor
Tarung yang digagas Penulis adalah penyesuaiannya dengan Jurus. Misalnya dari
sepuluh jurus yang dilatih selain bernama juga terkandung banyak nama-nama
tekniknya. Dalam jurus satu diatas sudah diterangkan.
Jurus-jurus
lainnya makin banyak jumlah nama tekniknya, ada kelit, sempok, pukulan dobel,
tendangan putar, sapuan, bantingan, giles, pancingan, dorongan kaki dll. Nah
teknik-teknik dalam kandungan jurus inilah yang menjadi tujuan Penulis menjadi
poin meraih kemenangan terhadap lawan.
Karenanya
Penulis menamakan nomor ini sebagai nomor TARUNG JURUS versi I.
Jadi
TARUNG JURUS versi I ini sesuai dengan tipe Petarung kedua yang lebih
mengutamakan teknik hingga mengumpulkan nilai untuk meraih kemenangan.
Penulis
mencontohkan diri sendiri.
Berlatih
jurus puluhan tahun tidak pernah bertanding dengan siapapun, hasilnya pukulan
dan tendangan tidak keras. Tubuh Penulis sendiri biasa saja karena berlatih
lebih banyak sebagai hobi. Tapi kalau stamina lumayan masih bisa diandalkan
untuk kegiatan lapangan.
Pencak
Silat menjadi gaya hidup, menyesuaikan dengan latihan. Bila menghadapi masalah
dengan orang lain mencoba mampu membatasi mana yang diprioritaskan dan berpikir
logis. Dan yang jelas latihan jurus itu bermanfaat mengurangi naluri berkelahi,
soalnya berlatih saja sudah capai apa lagi berkelahi sungguhan!
Pencak
Silat menjadi seni budaya yang dikuasai Penulis sebagai penghayatnya. Jangan
sampai budaya Melayu ini hilang ditelan jaman. Semoga Penulis cukup
diperhitungkan sebagai pelaku budaya bidang bela diri ini.
Penilaian
Nomor Tarung Jurus versi I
Penulis
mulai menjabarkan detail gagasan karya tulis ini, bila disebut pencipta Tarung
syukurlah. Bisa masuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) bukan benda, apa lagi
bila Penulis sampai dinyatakan sebagai nama penciptanya.
Nomor
tarung ini tidak mengubah peraturan yang sudah diakui secara internasional.
Sampaipun pelindung badan masih tetap bisa diberlakukan. Begitu juga untuk
arena pertandingan, tidak ada yang berubah.
Dua
orang Petarung berada di arena matras saling berhadapan sesuai dengan kelasnya
masing-masing. Untuk kelas Petarung Penulis cenderung memakai sistem lama
yaitu,
Kelas
Usia Dini- A B C Putera/Puteri
Kelas
Remaja - A B C Putera/Puteri
Kelas
Dewasa - A B C Putera/Puteri
Penulis
menyukai bentuk kelas seperti ini untuk mendekatkan pada budaya sastra lisan
Melayu yaitu Pantun. Pantun memiliki bait kata persamaan bunyi sebagai puisi
yang begitu indah dengan tingkatan usia. Tingkatannya adalah pantun anak-anak,
remaja, dewasa, dan orang tua (Pantun nasehat). Jika diterapkan dalam kelas
Tarung Pencak Silat tentu menambah banyak perolehan pemenang dan kriteria
prestasinya. Penulis lebih berkeyakinan menghidupkan Pencak Silat dengan dasar
budaya setempat agar mudah dijadikan model pendidikan karakter Nasional.
Bentuk
kelas-kelas pertarungan Pencak Silat seperti ini menyesuaikan dengan tradisi
perguruan-perguruan yang sudah ada. Penulis berargumentasi bahwa Perguruan
Pencak Silat termasuk sistem pendidikan kuno yang masih bertahan hingga era
modern ini.
Saat
masih berlatih di perguruan Penulis masih kecil menjadi tingkatan yunior, sistem
perguruannya belum berkembang jadi setiap angkatan bisa menerima siswa segala
usia. Rata-rata perguruan Pencak Silat di seluruh Indonesia adalah seperti ini.
Jadi bila menjadi komunitas maka akan berkumpul dalam ragam usia, terkadang
prestasi tidak terlalu ditonjolkan dalam perguruan tradisional, cukup loyalitas
pada Guru besarnya saja.
Perguruan
Pencak Sialt menjadi komunitas sendiri membentuk pengajaran dari seorang Guru
Besarnya. Ada yang bertahan hingga sekarang seperti Cimande, Cikalong,
Syahbandar dll. Banyak juga yang musnah tinggal cerita tutur saja, atau bahkan
cuma legenda rakyat setempat saja.
*Coba
pikir misalnya adanya legenda di daerah kelahiran Penulis yaitu Banyumas. Ada
legenda Ksatria Kamandaka dengan kemampuannya menyaru sebagai Lutung Kesarung.
Legenda tersebut selalu disertai bukti adanya benda cagar budaya dan klaim
tentang desa-desa yang selalu menyatakan mereka adalah turunan dari tokoh
tersebut.*
Dengan
demikian jangan heran siswa-siswa perguruan dalam setiap angkatan tahunnya bisa
terdiri dari anak-anak, remaja, hingga dewasa dan mungkin orang tua yang masih
mencoba berolah raga untuk kesehatan. Perguruan juga tidak mutlak pelatihan
bela diri saja, juga mungkin menjadi komunitas pengajian, seni pertunjukan,
atau praktek asketik. Warga di dalamnya sering bergabung karena loyalitas dan
keterikatan sebuah keluarga.
Cukuplah
argumentasi Penulis tentang kelas dalam Tarung Jurus versi I ini, pendekatannya
selalu budaya Melayu atau daerah setempat.
Nilai/Poin
teknik Tarung Jurus versi I
-Pukulan - 1(Satu)
-Tendangan - 2(Dua)
-Menjatuhkan
lawan - 3(Tiga) terdiri dari, 1. Bantingan
2. Kuncian
3. Menggempur kuda-kuda lawan dll
Bentuk
Teknik Pasif :
-Menangkis - Poin 1(Satu)
-Melepaskan
diri dari teknik menjatuhkan lawan - Poin 1(Satu)
Yang
termasuk Teknik Pasif dalam jurus contohnya adalah Kelit, Giles, Melepaskan
diri dari kuncian, bantingan, sapuan, cekikan di leher dll.
Bila
itu berupa hindaran, elakan, sempok, pancingan dalam tarung terpaksa bernilai 0
(Nol) karena tidak bersentuhan tubuh antar Petarung. Biarpun begitu bila
terjadi jenis teknik ini lihat segi estetika, etika, dan sportifitasnya.
Nantinya rangkaian hindaran dan elakan yang berhasil diterapkan bisa mendapat
kategori Keindahan sebuah pertarungan. Dan untuk kedua Petarung bisa mendapat
kategori ini baik untuk yang kalah maupun yang menang.
Ingat
dalam Tarung Pencak Silat menghindar, mengelak dari serangan memungkinkan cukup
dengan menggeser langkah, merubah posisi kuda-kuda, membuang badan menjauhi
lawan dll. Semua teknik itu ada dan mungkin terjadi dalam pertarungan karena
berlakunya langkah/tapak sebagai ciri bela diri ini. Makanya bila terjadi
teknik-teknik tersebut biarpun tidak bernilai tetapi bisa masuk kategori
estetika, etika, dan sportifitas.
Pencak
Silat adalah dua kata yang selalu dilakukan bersama-sama, jadi dalam tarung ini
kedua Petarung wajib memperagakan estetika berupa langkah/tapak saat peragaan
teknik jurus mencapai nilai (Poin). Langkah/tapak ini yang membedakan Pencak
Silat dengan bela diri lain.
Dengan
demikian segi sportifitas dan estetika selalu diterapkan bersama-sama. Makanya
dalam sebuah even pertandingan nantinya ada kategori pertarungan yang tersaji
paling indah dan sportif. Penghargaan ini diberikan untuk sebuah pertarungan
baik bagi pemenang maupun Petarung yang kalah.
Peraturan
Tarung
Untuk
Wasit dan Juri Penulis mengadopsi peraturan Tarrung Etang. Begitu juga untuk
pengaturan Ronde. Karena Pencak Silat berasal dari Indonesia untuk penanda
ronde gunakan saja alat musik tradisional Nusantara, misalnya bunyi Bende
(Gong) atau Bedug dll.
Seorang
Wasit selain memandu pertarungan juga penentu mana serangan yang masuk sebagai
Poin. Titik beratnya adalah keberhasilan seorang Petarung memperagakan teknik
mencapai Poin.
Kejelian
Wasit sangat diperlukan karena ia juga bertindak sebagai Pengadil. Diperlukan
syarat Wasit pertandingan yang berkompeten dan netral supaya tidak memihak
seorang Petarung.
Mungkin
terjadi subyektifitas diri seorang Wasit. Hal ini karena Wasit berbeda
penguasaan materi teknik sebagai Poin. Sedangkan Petarung berlatar belakang
perguruan dan aliran yang sangat berbeda saat bertarung. Dalam hal ini
penilaian Wasit tetap menjadi acuan semua pihak. Mungkin aliran-aliran atau
latar belakang perguruan disesuaikan agar setiap Petarung bisa meksimal
melakukan peragaan teknik yang dikuasai untuk meraih Poin sebanyak-banyaknya.
Untuk itu seperti pada Tarung Etang,
diperlukan Tiga Juri sebagai penilai dan penentu kemenangan seorang Petarung.
Dua orang adalah Juri dari dua kubu masing-masing Petarung dan satu Juri netral
agar terjadi selisih poin yang adil.
Setiap
Wasit menyatakan berhasilnya sebuah teknik diperagakan seorang Petarung. Maka
Wasit tersebut segera memberi Poin dengan pengesahan dari Tiga Juri
pertandingan.
Wasit
cukup melihat dua Juri menyatakan sahnya sebuah teknik diperagakan Petarung
sebagai Poin. Misalnya tiga Juri diberi bendera merah dan biru untuk penanda
Petarung berhasil melakukan teknik mencapai Poin (Nilai) dengan mengibarkannya
ke atas.
Simulasi
Tarung
Tujuan
Penulis paling utama menciptakan/menyusun Tarung Jurus ini adalah agar terjadi
peragaan teknik Jurus dengan modal dasar kecerdasan dan strategi. Selain juga
kecepatan dan kecermatan Petarung, misalnya siapa paling cepat memasukan
serangan.
Sesungguhnya
Penulis dalam praktek sehari-hari hanya berlatih jurus. Satu rangkaian jurus
adalah bentuk Tarung secara imaginasi. Serangan, tangkisan, kuncian berurutan,
bila itu terjadi dalam Tarung sesungguhnya maka rangkaian teknik yang menjadi
keberhasilan Petarung memperoleh poin maksimal bisa menjadi jurus Hak Milik.
Jadilah
Petarung Jurus, teknik-teknik yang berhasil diperagakan akan menjadi abadi
dalam bentuk dokumentasi, bahkan mendapat pengakuan oleh lembaga bela diri
penyelenggara even kejuaraan.
Ini
pemaparan Penulis dalam imaginasi,
Dua
orang Petarung masing-masing bersabuk merah dan biru saling berhadapan. Dipandu
seorang Wasit dua Petarung saling memberi hormat baik kepada lawan maupun
kepada Juri dan Penonton di luar arena.
Begitu
tanda ronde berbunyi,
Pertarungan
dimulai dengan Wasit memberi aba-aba untuk segera masing-masing Petarung
mengeluarkan kemampuannya. Tak lupa Pencak dengan Langkah-langkah harus
diberlakukan kedua Petarung mengitari arena lingkaran sesuai aturan matras
kejuaraan resmi.
“Langkah/Tapak adalah hasil
kejeniusan suku-suku Nusantara sehingga menjadikan Pencak Silat berbeda dengan
bela diri lainnya di dunia. Dengan langkah itu adalah membuka seribu jalan
teknik-teknik menyerang, menangkis, mengunci menjadi rangkaian JURUS bermakna
filosofis dan estetika.”
Kedua
Petarung boleh mulai saling menyerang. Untuk teknik Pukulan dan Tendangan sudah
jelas sasaran di tubuh lawan, ini menyesuaikan dengan kejuaraan Pencak Silat
yang hanya boleh menyarangkan serangan di area dada dan perut di mana bagian
tubuh ini dilindungi dengan rompi khusus.
Bentuk
tarung akan terlihat ke arah mana jalannya. Apakah hanya saling serang
menyerang dengan pukulan dan tendangan saja atau mengeluarkan teknik
menjatuhkan lawan.
Bila
seorang Petarung berhasil memasukan pukulan atau tendangan pada sasaran di
tubuh lawan yang sudah ditentukan segera Wasit menyatakannya dengan menunjuk ke
seorang Petarung sebagai perolehan Poin.
Dengan
sendirinya pertarungan dihentikan sementara, walaupun begitu waktu Ronde terus
berlanjut. Dihentikannya pertarungan dan Wasit menunjuk seorang Petarung
memperoleh Poin juga memberi kesempatan kepada tiga Juri untuk mengesahkannya
dengan mengangkat bendera merah atau biru.
Bila
bendera yang dikibarkan sesuai dengan pernyataan Wasit berarti Poin tersebut
Sah. Wasit cukup melihat dua dari tiga Juri yang mengibarkan bendera merah atau
biru yang berkibar sebagai penentu telah disahkan.
Bila
tiga Juri mengesahkan Poin seorang Petarung dengan pengibaran bendera sesuai
warnanya maka berarti Poin mutlak.
Bila
dua Juri mengesahkan Poin seorang Petarung dan satu Juri mengibarkan bendera
sebaliknya Wasit tetap berpegang pada dua Juri yang mengesahkan keputusannya.
Wasit melihat sudah cukup kuat teknik yang diperagakan Petarung sebagai Poin.
Bila
hanya satu Juri yang mengesahkan keputusan Wasit dan dua Juri yang lain
mengibarkan dua bendera merah dan biru, langsung Poin dibatalkan karena itu
berarti masuknya serangan diragukan dua Juri penilai.
Bila
tiga Juri mengibarkan bendera merah dan biru semuanya maka itu berarti tidak
terjadi keberhasilan teknik peragaan sebagai Poin. Pertarungan diteruskan tanpa
perlu memberi Poin pada kedua Petarung.
Poin
yang sudah disahkan Wasit dan Juri diperlihatkan di papan pengumuman untuk
menunjukan skor pertandingan. Jadi Penonton atau Suporter bisa melihat skor
pertandingan seperti di kejuaraan volley atau bulutangkis.
Hal
sebaliknya bila kedua Petarung lebih mengarah pada teknik menjatuhkan lawan
sebagai kemenangan maka pukulan dan tendangan yang masuk boleh diabaikan. Satu
gebrakan teknik menjatuhkan lawan diperagakan seorang Petarung dibiarkan sampai
tercapai Poin atau tidak. Abaikan saja Petarung yang mencoba memukul atau
menendang, lebih penting teknik menjatuhkan lawan yang terjadi itu tercapai
diperagakan seorang Petarung.
Penulis
percaya teknik menjatuhkan lawan selalu berupa rangkaian dari beberapa langkah,
rangkaian gerak tangan, dan Petarung harus saling bersentuhan, kuda-kuda
berubah karena gempuran serangan dll. Jadi untuk menilai teknik menjatuhkan
lawan cukup rumit, peragaannya memerlukan kecerdasan, ketrampilan, ketepatan,
strategi, posisi yang tepat, dan kecermatan tinggi dari seorang Petarung.
Karenanya teknik menjatuhkan lawan yang berhasil diperagakan memiliki Poin
tertinggi yaitu 3 (Tiga).
Supaya
terbukti bahwa seorang Petarung memiliki kecerdasan, ketrampilan dan strategi
untuk menang dalam sebuah pertarungan maka harus mencapai 10 Poin. Bagi seorang
Petarung untuk mencapai sepuluh poin tentu harus melakukan berbagai variasi
teknik serangan. Coba pikirkan saja sebuah pertarungan untuk cepat mendapatkan
kemenangan seorang Petarung paling tidak melakukan teknik menjatuhkan lawan
tiga kali ditambah satu pukulan atau tendangan, tentu itu tuntutan yang tidak
mudah.
Pencapaian
Poin sampai sepuluh (10) hanya contoh, setiap even kejuaraan berhak
memberlakukan nilai sendiri berdasarkan kepentingan prestasi. Ini cuma karangan
Penulis saja, Oke…
Dengan
pencapaian nilai mencapai 10 sebagai pemenang maka Penonton atau Suporter pun
cukup puas. Yang terjadi pertandingan menjadi adu kecerdasan dan ketrampilan
serta sstrategi baik bagi Petarung yang menang maupun Petarung yang kalah.
Apalagi bila seorang Petarung berhasil mencapai nilai 10 hanya dalam satu
ronde, pujian jelas ditujukan pada Petarung tersebut.
Bagaimana
kalau kedua Petarung berhasil mencapai draw 9 Poin. WOW…itu pertandingan yang
seru sekali, mungkin terjadi jual beli teknik serangan. Untuk itu dilakukan
penentuan sekali lagi siapa yang paling dulu berhasil menyarangkan teknik
mencapai nilai 10 Poin, jadilah sebuah kejuaraan yang menarik.
Kalau
sudah draw 9 : 9 kemudian ada Petarung berhasil memasukan serangan dengan nilai
3 tentu jumlah poinnya menjadi 12, tapi yang dua Poin hanya nilai tambahan.
Nilai tambahan ini nantinya diperhitungkan saat penentuan peringkat dalam
sebuah even kejuaraan.
Sistem
pertandingan Tarung Jurus versi I ini sama dengan Tarung Etang yaitu sistem
Kompetisi, jadi seluruh peserta pertandingan akan mendapat giliran untuk saling
kalah mengalahkan. Untuk sistem kompetisi ini masih harus dijabarkan, Penulis
melihat pada asaz keadilannya. Pada Tarung Jurus versi I ini titik berat
penilaian pada teknik jurus, jadi insiden Knock Out atau terluka sebisa-bisa
dihindari.
Teknik-teknik
jurus perguruan, perorangan, komunitas, jurus bercorak kedaerahan, jurus
ciptaan seorang Guru Besar, kreasi penghayat Pencak Silat dll, semua bisa
dicobakan dalam even pertandingan Tarung Jurus versi I ini. Inilah tujuan
Penulis yang tetap berlatih jurus walaupun hanya sekedar hafalan saja. Jurus
bila dilatih seorang penghayatnya biarpun hanya mantan sebuah perguruan adalah
HAK MILIK nya.
Penulis
berkeyakinan,
“Seorang penghayat Pencak Silat tak
pernah berlatih jurus Ia adalah Pendusta.”
Tulisan
ini semoga bisa menjadi sumbangan gagasan dalam bela diri yang dihayati
Penulis, AMIN.
Juga
dengan terselenggaranya kejuaraan Tarung Jurus versi I ini mungkin seorang
pemenang dengan peringkat atas memiliki dokumentasi atas perjuangannya.
Teknik-teknik yang telah diperagakan sebagai Poin itu bila terus dilatihnya
bisa menjadi jurus HAK MILIK mutlak karena ada bukti saat pertandingan, tentu
sangat manis sebagai kenangan.
Ronde
diperlukan untuk memberi waktu istirahat pada Petarung, bersiap-siap kembali
masuk arena pertarungan, mengatur siasat dll. Jumlah ronde tidak mutlak diatur
pokoknya bila ada seorang Petarung berhasil mencapai nilai 10 SELESAI. Satu
rondepun tak masalah, jeda setiap terjadi teknik serangan masuk tidak
menghentikan waktu ronde.
Hal
ini memungkinkan dalam satu ronde bisa terjadi satu, dua, tiga kali gebrakan
teknik serangan perolehan Poin. Syukur satu ronde bisa terjadi tiga teknik
menjatuhkan lawan hingga setiap Tarung Jurus versi I ini idealnya diperlukan dua,
tiga ronde saja.
Kemungkinan
paling lamanya pencapaian nila 10 adalah empat lima ronde. Jadi selain enak
ditonton juga menguji stamina Petarung yang berlaga, juga akan ketahuan penguasaan
teknik seorang Petarung, misalnya teknik sapuan, bantingan, kuncian, gempuran
kuda-kuda dll.
Dalam
even kejuaraan bila sudah berakhir akan ketahuan peringkat-peringkat dari
Petarung yang telah menyelesaikan pertandingan. Peringkat Petarung ini tahun-tahun
mendatang makin matang dan diakui resmi biarpun hanya tingkat RT sekalipun…..He
He He.
Dari
nilai-nilai yang didapat peserta Tarung bisa ketahuan prestasinya. Penulis tak
menjabarkan karena belum pernah dipraktekan, semuanya masih imaginasi Penulis
belaka.
Dalam
satu pertarungan akan terjadi sebuah teknik serangan masuk. Teknik-teknik ini
pasti memiliki nama, nah Juri dari kubu Petarung yang berhak menyatakan nama
teknik tersebut sebagai tema pertarungan.
Penulis
percaya nama teknik dalam bahasa daerah ribuan jumlahnya. Mungkin tekniknya
sama tapi nama di perguruan dan daerah berbeda. Siapa Petarung yang menang
ialah yang mengabadikan nama teknik tersebut, jadi inilah penghargaan
berdasarkan bentuk Tarung Jurus versi I ini tercapai.
Tujuan
Penulis membuat gagasan Tarung Jurus versi I ini adalah penghargaan kepada
Petarung, Pemenang, dan penghargaan pada peragaan teknik yang berhasil menjadi
Poin. Makin sulit dan rumit teknik yang berhasil menjadi Poin itu menjadi
perjuangan seorang Petarung. Makin sulit dan rumit sebuah teknik diperagakan
bisa didokumentasikan.
Petarung
yang menang maupun kalah tetapi berhasil memperagakan teknik jurus yang sulit
dan seru tetap mendapat penghargaan. Jadi berlatih jurus bertahun-tahun tidak
sia-sia walaupun tidak bernaung dalam perguruan manapun.
Tulisan
ini masih berupa karangan Penulis belaka. Dalam penyajiannya masih harus
dikuatkan dengan praktek, foto, video, testimoni orang-orang, pendapat atau
bahkan kritik dari pembaca. Bila disebut pencipta tampaknya kurang sesuai, tapi
pemikiran atau gagasan ini tetap menjadi Hak Kekayaan Intelektual atas nama
Penulis.
Bila
ada kejuaraan yang ternyata banyak memiliki persamaan dengan gagasan atau
karangan tulisan Penulis ini, itu tetap menjadi hak even kejuaraan tersebut.
Silahkan memberi nama berbeda agar tidak melanggar Hak Cipta Karya Penulis ini.
Karya
tulis ini sekedar karangan, mencapai jurnal resmi apa Penulis tak tahu apa-apa.
Penulis percaya banyak orang lain yang lebih berkompeten dalam bidang ini,
semoga sumbangan Penulis ini bisa menjadi bahan perbandingan orang-orang yang
sekiranya memiliki bidang yang sama dengan Penulis, menjadi penghayat bela diri
Pencak Silat.
Selamat
berlatih jurus dan teruslah menggalinya sampai mendapat gagasan atau ide
tulisan dan praktek. Selamat bertemu kembali dalam artikel tulisan lain sesuai
selera Penulis.
Wasalam.
No comments:
Post a Comment