Monday, September 11, 2017

Journal Latihan



          Journal Latihan
Apa yang ditulis Penulis ini sangat subyektif. Sifatnya sangat pribadi, tapi tak apalah menjadi tulisan agar bisa dibaca publik. Toh yang ditulis bukan keseluruhan kegiatan sehari-hari. Penulis membatasi bidang yang boleh dinyatakan menjadi bagian hidup sebagai praktisi. Kegiatan lain seperti ibadah, pekerjaan, ataupun kegiatan rumah tangga bukan merupakan konsumsi publik.
Perubahan adalah sesuatu yang abadi. Begitu juga dengan Journal Latihan yang dipraktekan Penulis. Latihan sepuluh tahun yang lalu adalah berbeda dengan keadaan sekarang. Semakin lanjut usia kematangan jiwa makin beranjak kedewasaan. Sepuluh tahun yang lalu fisik sedemikian bugar sekarang mulai merasakan berkurang, mungkin sepuluh tahun lagi journal latihan yang tertulis ini hanya menjadi kenangan belaka.
YOGA, PENCAK SILAT, JOGGING
Ketiga bagian praktisi ini campur aduk dalam diri Penulis. Menjadi warna-warni kehidupan rutin harian, menjadi teman seumur hidup, media hiburan, ajang profil diri agar berbeda dengan orang lain dll.
Penulis menjabarkan kegiatan di suatu hari,
Jam 3 dini hari, Penulis terbangun dari mimpi karena mendengar suara adzan awal dari masjid terdekat. Penulis bisa bangun dini hari seperti ini sebagai rutinitas sudah sangat berbahagia. Orang pada umumnya sedang terlelap dibuai mimpi……
Mulailah kegiatan Penulis secara berurutan,
SESI MEDITASI
Terdiri dari dua bagian, dilakukan dalam asana Padmasana (Teratai). Padmasana merupakan sikap mayoritas yang digunakan untuk mencapai ketenangan sekaligus kesahajaan. Banyak bukti-bukti asana ini sebagai jalan mencapai keseimbangan hidup. Candi Borobudur dengan profil Budha adalah yang mudah ditemui di lingkungan sekitar kita. Puncaknya adalah stupa yang merupakan nirwana (moksa, bebas dari hukum inkarnasi). Eiitt….tak usah diperpanjang bagian ini……He He He Penulis bukan pakarnya.
Meditasi yang dipraktekan Penulis terdiri dari campuran.
1.      GROUNDING (Terhubung Bumi dan Langit)
2.      Afirmasi (Mantra), Getaran Suara, Pembersihan Cakra
Grounding dan Pembersihan Cakra diambil dari buku Kundalini karangan Hermansyah Efendi. Sedangkan Afirmasi, Getaran suara dari buku Kundalini karangan Adnan Krishna. Pelaksanaannya tidak mutlak persis buku tersebut, Penulis berkreasi sendiri karena yang tahu keadaan diri ini adalah pribadi kita sendiri. Persoalan Kundalini sendiri Penulis tak tahu apa-apa, bukan beban untuk mendalaminya.
Pemaparannya dalam bentuk tulisan cukup rumit tapi melatihnya sederhana sekali, juga tak membutuhkan waktu lama. Meditasi tak usah dipaksakan, setiap kali berlatih akan terasa tidak pernah sempurna. Kuncinya adalah betah dalam sikap Padmasana, siapapun yang pertama kali melakukan meditasi bakalan banyak mengalami kebingungan terutama dalam mengolah pikir berupa visualisasi, apa lagi unsur dalam pelaksanaannya terdapat berbagai mistik seperti cakra, mantra, dan Getaran suara yang sejatinya semu belaka.
Hanya waktu yang akan menjawab kenapa kita membutuhkan Meditasi hingga akhirnya menjadi kebutuhan harian.
Soal manfaat Penulis tak begitu peduli, pokoknya melatihnya rutin karena bila beberapa hari meninggalkannya rasanya ada yang kurang. Yang penting jangan menjadikan meditasi ini lebih penting dari beribadah dan bekerja untuk mencari penghasilan. Juga pelaksanaannya carilah waktu yang tidak bertabrakan dengan kedua kewajiban kita hidup di dunia ini.
SESI ASANA
Latihan asana ini juga campuran, Penulis tidak mutlak menerapkan asana Yoga dengan dasar-dasar dari lembaga kursus resmi. Cara Penulis berlatih hanya mencontoh dari gambar literatur sebuah perguruan Pencak Silat Asma berupa gerakan dan manfaat serta ditambah doa Asma Ul-Husna.
Justru Penulis mengagumi Guru Besar perguruan KBPS Asma yang telah menggabungkan Asana dengan doa Asma Ul-Husna, ini semacam terobosan di dalam akulturasi spiritual tanpa mencampuradukan ajaran agama. Hasil pemikiran Beliau telah membuat Penulis berketetapan melatihnya tanpa perlu khawatir terjadi sinkritisme agama.
Setelah itu Penulis berlatih mencontoh dari gambar buku-buku Yoga yang ada di pasaran Indonesia. Salah satunya buku berjudul Yoga dan Seks karangan Yogi Chetanand, yang lainnya adalah dari berbagai jenis latihan teman-teman Penulis biarpun bukan bagian dari Yoga Asana.
Sering saat berada di pondok kerja Penulis berlatih asana, nah teman-teman Penulis tak mau kalah melakukan gerakan keahliannya. Penulis pun sering mengagumi kemampuan beberapa teman Penulis dalam olah gerak yang jarang bisa dilakukan orang. Nah beberapa gerakan tersebut diadopsi Penulis untuk menambah variasi asana.
Bisa dikatakan Penulis melatih Yoga secara otodidak, kuncinya sederhana, seringan mungkin (Pelan-pelan) menyesuaikan dengan kemampuan tubuh. Waktulah yang akan menjawwab peningkatan kemampuan asana. Pertama menjalaninya dari gerakan pelan-pelan yang tidak sempurna itu semakin hari akan semakin tertantang dari segi fisik.
Jangan khawatirkan tentang tubuh, sungguh tubuh itu karunia dari Tuhan yang paling ajaib. Segala kemampuan sampai tingkat kesulitan yang tinggi sekalipun bila melatihnya rutin akan tercapai semacam kelenturan yang luar biasa.
Penulis mendapatkan pengalaman berlatih adalah keterbatasan tempat di hutan Kalimantan. Tempat berlatih terbatas di palbet untuk tempat tidur, terdiri dari dua zak beras/kain yang dibentangkan dalam pondok darurat kegiatan survey perusahaan.
Dari pengalaman berlatih di pondok kegiatan survey inilah teknik berlatih didapat. Karena itu hasil latihan bila dipraktekan untuk orang lain tidak disarankan karena tingkatnya berbahaya. Lebih baik berlatih mengikuti lembaga kursus Yoga yang resmi karena lebih berstruktur dan bertahap dari pemula, ini saran dari Penulis.
Asana-asana yang bisa dilatih saat di palbet dominan dalam posisi duduk dan berbaring. Asana dengan posisi berdiri tak memungkinkan bahkan dihindari. Di sinilah kelemahan utama saat berlatih di palbet pondok kegiatan survey.
Asana-asana latihannya: Salabhasana, Cobra, Unta, Dhanurasana, Halasana, Sit up dll. Sikap Sirsasana malah dapat diperagakan karena kedua tangan maish bisa berpegang pada dua kayu penyangga palbet kanan kiri.
Ketika mula-mula berlatih setiap Asana dilatih sekedar dilakukan, ini jadi semacam cara menaklukan tubuh sedikit demi sedikit, tujuannya anggap saja sebagai Kemenangan atas Asana. Jadi bayangkan saja ada sepuluh Asana dilatih maka setiap satu sesi tersebut hanya memakan waktu tidak lebih empat menit. Itupun belum mahir, Asana yang belum sepenuhnya dikuasai biarkan apa adanya dilakukan sekedar mencapai jumlah yang sudah dikoleksi.
Perlahan dari satu dua bulan, kemudian berganti tahun setiap Asana makin mahir dan membutuhkan waktu lebih panjang. Tapi juga tidak pernah berdurasi lama, paling banter sesi Asana sekitar lima belas menit. Benturannya adalah kegiatan lain yang juga menjadi produktivitas kerja sehari-hari, utamakan hal ini.
SESI JURUS
Jurus berasal dari kenangan Penulis berlatih di Perguruan Pencak Silat KBPS Asma di Purwokerto. Tak ada kemajuan berarti dalam melatihnya, hanya hafalan terus menerus. Kenangan itu dipraktekan di perantuan Penulis di Kalimantan.
Jurus dan Asana dilatih di tempat berbeda, bila Asana dilatih saat berada di pondok kerja dan waktunya malam hari, maka latihan Pencak Silat dilakukan bebas di tempat terbuka di siang hari. Kalau mengingatnya Penulis bisa tertawa sendiri, saking bebasnya sampai telanjang cuma memakai celana dalam, aman.
Waktu berlatih biasanya setelah istirahat siang dari survey mencari tegakan kayu di blok kegiatan. Tempat berlatih mencari yang bertanah datar biasanya ketemunya di jalan angkutan kayu, dorongan traktor penyeret kayu, bekas camp tarik penebang kayu, tepi sungai dan telaga berpasir yang datar dll. Yang penting ternaungi rindangnya tajuk pepohonan supaya tidak kepanasan.
Tertulis di diary Penulis,
27 November 1998
Musibah menimpa pondok kerja Pembebasan III, sepotong pohon meranti telah roboh ditimpa angin ribut dan menghancurkan segala-galanya. Seorang anak buahku sekaligus temanku mengalami kecelakaan (Idrus/Bima).
Peristiwa terjadi tgl 15November jam setengah empat sore saat Aku hendak Berlatih SILAT.
Keadaan tak bisa kuatasi, yang jelas Aku hanya bisa secepatnya minta bantuan dengan turun ke camp km 4…….dst.
Latihan di hutan Kalimantan (1996-2001) boleh dikatakan merupakan puncak kebugaran tubuh Penulis. Latihan menggenjot stamina dan penempaan fisik hampir seperti keajaiban, mungkin tak pernah bisa tercapai lagi. Push up 100x, Scot jump 100x, Sit up 100x itu sudah biasa. Latihan Jurus berupa dua Jurus masing-masing dengan bagian tubuh bagian kanan dan kiri hingga sampai empat kali peragaan.
Peragaan Jurus dilakukan dengan tubuh bagian kanan dan kiri bisa jadi Hak Penulis, semacam penemuan biarpun tidak diPatenkan. Hal ini karena anggapan Penulis metode ini menjadikan keseimbangan tubuh yang sangat bermanfaat, jadi kita yang berlatih dengan metode ini tetap tidak kalah dengan seorang yang kiddal. Tentu tetap berbeda berlatih dengan bagian tubuh kiri, terasa tetap lemah. Tujuan Penulis adalah sebagai variasi dan membiasakan rutinitas hidup menggunakan bagian tubuh kanan dan kiri dalam waktu hampir bersamaan.
Tidak nyaman mula-mula berlatih Jurus dengan cara kidal ini, Penulis melihat di perguruan manapun cara ini tidak lazim. Tapi juga Penulis melihat sebagai celah kelemahan setiap peraga sehingga bila mampu melakukannya itu menjadi kebaikan bagi tubuh maupun kejiwaan. Urusan ini bagi Penulis masih gelap, sebab tidak membuatnya sebagai semacam observasi atau penelitian, tak ada data dukungannya.
Puncak kebugaran tubuh Penulis mencapai puncaknya berupa kemampuan seperti push up yang mencapai 100x, Sit up 100x, Scot jump 100x dll. Otot-otot terbentuk tak kalah dengan orang yang biasa berlatih di club-club Fitnes. Semuanya berguna bagi kegiatan Penulis sebagai surveyor di hutan blok kegiatan perusahaan kayu. Bila orang lain misalnya menaiki bukit nafasnya sudah sangat tersengal-sengal maka Penulis bisa mendakinya sedikit lebih ringan. Di sinilah Penulis menyadarinya sebagai ajang profil membedakan diri dengan orang kebanyakan.
Di camp perusahaan Tanjung Raya di Kuala Kurun Penulis berlatih seorang diri. Banyak saja jenis olah raga yang dilakukan penghuni camp tapi biasanya dilakukan karena ditunjang fasilitas perusahaan. Ada tenis meja, bola volley, bulu tangkis, sepak bola dll. Apa yang Penulis lakukan sangat pribadi sifatnya hingga sekarang di perantuan Yogyakarta ini.
Seperti sekarang ini,
Berdasarkan pengalaman berlatih maka perubahan latihan lebih banyak karena pembagian waktu. Di Yogya ini Penulis lebih sering berlatih malam hari, atau bahkan pagi hari sebelum panas menyengat. Itu karena waktu siangnya banyak tersita untuk jenis pekerjaan sebagai pengusaha kecil setingkat Pedagang Kaki Lima (PKL).
Dua jurus tetap dibiasakan melakukannya lebih ringan bahkan tidak terlalu bertenaga karena dilakukan di ruang sempit kamar kos. Gerakan teknik jurus jelas tidak sempurna, seperti kelit misalnya sering hanya dilakukan imaginasi belaka. Walaupun hal tersebut tidak mengubah esensinya sebagai rangkaian teknik jurus berkaidah Pencak Silat.
Jujur saja Penulis sulit mengembangkan latihan lebih baik lagi yang penting urutannya sudah benar misalnya untuk jurus Giles, jurus Potong itu di mana inti gerakannya sebisa-bisa tetap sesuai fungsinya, atau jurus Teguh yang begitu sederhana tapi sikap tubuh dituntut sesuai sifat jurusnya teguh pendirian dll. Tak lupa setiap memperagakan jurus pasti terbayang semacam bentuk tarung imaginasi. Rupanya inilah nilai seni dari peragaan jurus, sebuah keindahan yang terbentuk karena hidup sebenarnya adalah bentuk pertarungan sesuai naluri bela diri.
Tapi jangan salah biarpun gerakannya sudah sangat diringankan ternyata nafas tetap tersengal-sengal. Terkadang setiap selesai peragaan satu jurus harus berhenti barang sebentar atau membungkukan tubuh untuk mengurangi mual di perut. Satu jurus yang hanya satu dua menit itu cukup menguras tenaga dan pikiran.
Kok pikirran?
Menghafal kan sudah kerja pikiran, Oke!
Karena gerakan jurus sudah mendarah daging membuat sikap tubuh menyesuaikan dengan gerak otot motorik yang teratur. Kejujuran itulah hasilnya, tubuh tak bisa menipu bila sedang lelah, atau hanya berhasil melakukan jogging sepuluh putaran lapangan Alun-alun kidul, He He He yang tentunya bisa dibanggakan karena kebenarannnya.
Dari sepuluh jurus dibagi dalam waktu seminggu ternyata tidak cukup, biasanya semua baru bisa diperagakan dua minggu. Itupun bila lancar tanpa halangan, sejatinya hidup di dunia ini pasti ada saja halangan yang memaksa kebiasaan kita tersendat. Jadi sepuluh jurus bisa terlaksana sampai tiga minggu bahkan satu bulan itu sudah biasa.
Seminggu bisa melakukan semua jenis olah raga sampai tiga kali sudah sangat baik. Biasanya bila sudah tiga hari berturut-turut berhasil melaksanakannya nah tubuh seperti menuntut istirahat atau jenuh. Liburkanlah barang sehari toh menu tiga kali seminggu itu sudah sangat memenuhi syarat di kalangan olah raga apapun.
Bila sakit misalnya yang paling sering dialami Penulis adalah Flu, hentikan senua jenis latihan. Istirahat dan berobat agar secepatnya sembuh, olah raga bukan penyembuh dari sakit seperti itu. Olah raga adalah kegiatan yang mendukung kesehatan manusia, jadi jangan salah seorang atlet prestasinya bagus seperti apapun bila sakit ia tetap harus berobat.
Demikian Journal Latihan ini sebagai artikel dianggap selesai, di masa mendatang Penulis bersyukur bila masih mampu menapakinya sebagai menu harian.
Wasalam

No comments:

Post a Comment