Journal Latihan
Apa yang ditulis Penulis ini sangat subyektif.
Sifatnya sangat pribadi, tapi tak apalah menjadi tulisan agar bisa dibaca publik.
Toh yang ditulis bukan keseluruhan kegiatan sehari-hari. Penulis membatasi
bidang yang boleh dinyatakan menjadi bagian hidup sebagai praktisi. Kegiatan
lain seperti ibadah, pekerjaan, ataupun kegiatan rumah tangga bukan merupakan
konsumsi publik.
Perubahan adalah sesuatu yang abadi. Begitu juga
dengan Journal Latihan yang dipraktekan Penulis. Latihan sepuluh tahun yang
lalu adalah berbeda dengan keadaan sekarang. Semakin lanjut usia kematangan
jiwa makin beranjak kedewasaan. Sepuluh tahun yang lalu fisik sedemikian bugar
sekarang mulai merasakan berkurang, mungkin sepuluh tahun lagi journal latihan
yang tertulis ini hanya menjadi kenangan belaka.
YOGA, PENCAK SILAT, JOGGING
Ketiga bagian praktisi ini campur aduk dalam diri
Penulis. Menjadi warna-warni kehidupan rutin harian, menjadi teman seumur
hidup, media hiburan, ajang profil diri agar berbeda dengan orang lain dll.
Penulis menjabarkan kegiatan di suatu hari,
Jam 3 dini hari, Penulis terbangun dari mimpi karena
mendengar suara adzan awal dari masjid terdekat. Penulis bisa bangun dini hari
seperti ini sebagai rutinitas sudah sangat berbahagia. Orang pada umumnya
sedang terlelap dibuai mimpi……
Mulailah kegiatan Penulis secara berurutan,
SESI MEDITASI
Terdiri dari dua bagian, dilakukan dalam asana
Padmasana (Teratai). Padmasana merupakan sikap mayoritas yang digunakan untuk
mencapai ketenangan sekaligus kesahajaan. Banyak bukti-bukti asana ini sebagai
jalan mencapai keseimbangan hidup. Candi Borobudur dengan profil Budha adalah
yang mudah ditemui di lingkungan sekitar kita. Puncaknya adalah stupa yang
merupakan nirwana (moksa, bebas dari hukum inkarnasi). Eiitt….tak usah
diperpanjang bagian ini……He He He Penulis bukan pakarnya.
Meditasi yang dipraktekan Penulis terdiri dari
campuran.
1. GROUNDING
(Terhubung Bumi dan Langit)
2. Afirmasi
(Mantra), Getaran Suara, Pembersihan Cakra
Grounding dan Pembersihan Cakra diambil dari buku
Kundalini karangan Hermansyah Efendi. Sedangkan Afirmasi, Getaran suara dari
buku Kundalini karangan Adnan Krishna. Pelaksanaannya tidak mutlak persis buku
tersebut, Penulis berkreasi sendiri karena yang tahu keadaan diri ini adalah
pribadi kita sendiri. Persoalan Kundalini sendiri Penulis tak tahu apa-apa,
bukan beban untuk mendalaminya.
Pemaparannya dalam bentuk tulisan cukup rumit tapi
melatihnya sederhana sekali, juga tak membutuhkan waktu lama. Meditasi tak usah
dipaksakan, setiap kali berlatih akan terasa tidak pernah sempurna. Kuncinya
adalah betah dalam sikap Padmasana, siapapun yang pertama kali melakukan
meditasi bakalan banyak mengalami kebingungan terutama dalam mengolah pikir
berupa visualisasi, apa lagi unsur dalam pelaksanaannya terdapat berbagai
mistik seperti cakra, mantra, dan Getaran suara yang sejatinya semu belaka.
Hanya waktu yang akan menjawab kenapa kita
membutuhkan Meditasi hingga akhirnya menjadi kebutuhan harian.
Soal manfaat Penulis tak begitu peduli, pokoknya
melatihnya rutin karena bila beberapa hari meninggalkannya rasanya ada yang
kurang. Yang penting jangan menjadikan meditasi ini lebih penting dari
beribadah dan bekerja untuk mencari penghasilan. Juga pelaksanaannya carilah
waktu yang tidak bertabrakan dengan kedua kewajiban kita hidup di dunia ini.
SESI ASANA
Latihan asana ini juga campuran, Penulis tidak
mutlak menerapkan asana Yoga dengan dasar-dasar dari lembaga kursus resmi. Cara
Penulis berlatih hanya mencontoh dari gambar literatur sebuah perguruan Pencak
Silat Asma berupa gerakan dan manfaat serta ditambah doa Asma Ul-Husna.
Justru Penulis mengagumi Guru Besar perguruan KBPS
Asma yang telah menggabungkan Asana dengan doa Asma Ul-Husna, ini semacam terobosan
di dalam akulturasi spiritual tanpa mencampuradukan ajaran agama. Hasil
pemikiran Beliau telah membuat Penulis berketetapan melatihnya tanpa perlu
khawatir terjadi sinkritisme agama.
Setelah itu Penulis berlatih mencontoh dari gambar
buku-buku Yoga yang ada di pasaran Indonesia. Salah satunya buku berjudul Yoga
dan Seks karangan Yogi Chetanand, yang lainnya adalah dari berbagai jenis
latihan teman-teman Penulis biarpun bukan bagian dari Yoga Asana.
Sering saat berada di pondok kerja Penulis berlatih asana,
nah teman-teman Penulis tak mau kalah melakukan gerakan keahliannya. Penulis
pun sering mengagumi kemampuan beberapa teman Penulis dalam olah gerak yang
jarang bisa dilakukan orang. Nah beberapa gerakan tersebut diadopsi Penulis
untuk menambah variasi asana.
Bisa dikatakan Penulis melatih Yoga secara otodidak,
kuncinya sederhana, seringan mungkin (Pelan-pelan) menyesuaikan dengan
kemampuan tubuh. Waktulah yang akan menjawwab peningkatan kemampuan asana.
Pertama menjalaninya dari gerakan pelan-pelan yang tidak sempurna itu semakin
hari akan semakin tertantang dari segi fisik.
Jangan khawatirkan tentang tubuh, sungguh tubuh itu
karunia dari Tuhan yang paling ajaib. Segala kemampuan sampai tingkat kesulitan
yang tinggi sekalipun bila melatihnya rutin akan tercapai semacam kelenturan
yang luar biasa.
Penulis mendapatkan pengalaman berlatih adalah
keterbatasan tempat di hutan Kalimantan. Tempat berlatih terbatas di palbet
untuk tempat tidur, terdiri dari dua zak beras/kain yang dibentangkan dalam
pondok darurat kegiatan survey perusahaan.
Dari pengalaman berlatih di pondok kegiatan survey
inilah teknik berlatih didapat. Karena itu hasil latihan bila dipraktekan untuk
orang lain tidak disarankan karena tingkatnya berbahaya. Lebih baik berlatih
mengikuti lembaga kursus Yoga yang resmi karena lebih berstruktur dan bertahap
dari pemula, ini saran dari Penulis.
Asana-asana yang bisa dilatih saat di palbet dominan
dalam posisi duduk dan berbaring. Asana dengan posisi berdiri tak memungkinkan
bahkan dihindari. Di sinilah kelemahan utama saat berlatih di palbet pondok
kegiatan survey.
Asana-asana latihannya: Salabhasana, Cobra, Unta,
Dhanurasana, Halasana, Sit up dll. Sikap Sirsasana malah dapat diperagakan
karena kedua tangan maish bisa berpegang pada dua kayu penyangga palbet kanan
kiri.
Ketika mula-mula berlatih setiap Asana dilatih
sekedar dilakukan, ini jadi semacam cara menaklukan tubuh sedikit demi sedikit,
tujuannya anggap saja sebagai Kemenangan atas Asana. Jadi bayangkan saja ada
sepuluh Asana dilatih maka setiap satu sesi tersebut hanya memakan waktu tidak
lebih empat menit. Itupun belum mahir, Asana yang belum sepenuhnya dikuasai
biarkan apa adanya dilakukan sekedar mencapai jumlah yang sudah dikoleksi.
Perlahan dari satu dua bulan, kemudian berganti tahun
setiap Asana makin mahir dan membutuhkan waktu lebih panjang. Tapi juga tidak
pernah berdurasi lama, paling banter sesi Asana sekitar lima belas menit.
Benturannya adalah kegiatan lain yang juga menjadi produktivitas kerja
sehari-hari, utamakan hal ini.
SESI JURUS
Jurus berasal dari kenangan Penulis berlatih di
Perguruan Pencak Silat KBPS Asma di Purwokerto. Tak ada kemajuan berarti dalam
melatihnya, hanya hafalan terus menerus. Kenangan itu dipraktekan di perantuan
Penulis di Kalimantan.
Jurus dan Asana dilatih di tempat berbeda, bila
Asana dilatih saat berada di pondok kerja dan waktunya malam hari, maka latihan
Pencak Silat dilakukan bebas di tempat terbuka di siang hari. Kalau
mengingatnya Penulis bisa tertawa sendiri, saking bebasnya sampai telanjang cuma
memakai celana dalam, aman.
Waktu berlatih biasanya setelah istirahat siang dari
survey mencari tegakan kayu di blok kegiatan. Tempat berlatih mencari yang
bertanah datar biasanya ketemunya di jalan angkutan kayu, dorongan traktor
penyeret kayu, bekas camp tarik penebang kayu, tepi sungai dan telaga berpasir
yang datar dll. Yang penting ternaungi rindangnya tajuk pepohonan supaya tidak
kepanasan.
Tertulis di diary Penulis,
27 November 1998
Musibah menimpa
pondok kerja Pembebasan III, sepotong pohon meranti telah roboh ditimpa angin
ribut dan menghancurkan segala-galanya. Seorang anak buahku sekaligus temanku
mengalami kecelakaan (Idrus/Bima).
Peristiwa
terjadi tgl 15November jam setengah empat sore saat Aku hendak Berlatih SILAT.
Keadaan tak bisa
kuatasi, yang jelas Aku hanya bisa secepatnya minta bantuan dengan turun ke
camp km 4…….dst.
Latihan di hutan Kalimantan (1996-2001) boleh
dikatakan merupakan puncak kebugaran tubuh Penulis. Latihan menggenjot stamina
dan penempaan fisik hampir seperti keajaiban, mungkin tak pernah bisa tercapai
lagi. Push up 100x, Scot jump 100x, Sit up 100x itu sudah biasa. Latihan Jurus
berupa dua Jurus masing-masing dengan bagian tubuh bagian kanan dan kiri hingga
sampai empat kali peragaan.
Peragaan Jurus dilakukan dengan tubuh bagian kanan
dan kiri bisa jadi Hak Penulis, semacam penemuan biarpun tidak diPatenkan. Hal
ini karena anggapan Penulis metode ini menjadikan keseimbangan tubuh yang
sangat bermanfaat, jadi kita yang berlatih dengan metode ini tetap tidak kalah
dengan seorang yang kiddal. Tentu tetap berbeda berlatih dengan bagian tubuh
kiri, terasa tetap lemah. Tujuan Penulis adalah sebagai variasi dan membiasakan
rutinitas hidup menggunakan bagian tubuh kanan dan kiri dalam waktu hampir
bersamaan.
Tidak nyaman mula-mula berlatih Jurus dengan cara
kidal ini, Penulis melihat di perguruan manapun cara ini tidak lazim. Tapi juga
Penulis melihat sebagai celah kelemahan setiap peraga sehingga bila mampu
melakukannya itu menjadi kebaikan bagi tubuh maupun kejiwaan. Urusan ini bagi
Penulis masih gelap, sebab tidak membuatnya sebagai semacam observasi atau
penelitian, tak ada data dukungannya.
Puncak kebugaran tubuh Penulis mencapai puncaknya
berupa kemampuan seperti push up yang mencapai 100x, Sit up 100x, Scot jump
100x dll. Otot-otot terbentuk tak kalah dengan orang yang biasa berlatih di
club-club Fitnes. Semuanya berguna bagi kegiatan Penulis sebagai surveyor di
hutan blok kegiatan perusahaan kayu. Bila orang lain misalnya menaiki bukit
nafasnya sudah sangat tersengal-sengal maka Penulis bisa mendakinya sedikit
lebih ringan. Di sinilah Penulis menyadarinya sebagai ajang profil membedakan
diri dengan orang kebanyakan.
Di camp perusahaan Tanjung Raya di Kuala Kurun
Penulis berlatih seorang diri. Banyak saja jenis olah raga yang dilakukan
penghuni camp tapi biasanya dilakukan karena ditunjang fasilitas perusahaan.
Ada tenis meja, bola volley, bulu tangkis, sepak bola dll. Apa yang Penulis
lakukan sangat pribadi sifatnya hingga sekarang di perantuan Yogyakarta ini.
Seperti sekarang ini,
Berdasarkan pengalaman berlatih maka perubahan
latihan lebih banyak karena pembagian waktu. Di Yogya ini Penulis lebih sering
berlatih malam hari, atau bahkan pagi hari sebelum panas menyengat. Itu karena
waktu siangnya banyak tersita untuk jenis pekerjaan sebagai pengusaha kecil
setingkat Pedagang Kaki Lima (PKL).
Dua jurus tetap dibiasakan melakukannya lebih ringan
bahkan tidak terlalu bertenaga karena dilakukan di ruang sempit kamar kos.
Gerakan teknik jurus jelas tidak sempurna, seperti kelit misalnya sering hanya
dilakukan imaginasi belaka. Walaupun hal tersebut tidak mengubah esensinya
sebagai rangkaian teknik jurus berkaidah Pencak Silat.
Jujur saja Penulis sulit mengembangkan latihan lebih
baik lagi yang penting urutannya sudah benar misalnya untuk jurus Giles, jurus
Potong itu di mana inti gerakannya sebisa-bisa tetap sesuai fungsinya, atau
jurus Teguh yang begitu sederhana tapi sikap tubuh dituntut sesuai sifat
jurusnya teguh pendirian dll. Tak lupa setiap memperagakan jurus pasti
terbayang semacam bentuk tarung imaginasi. Rupanya inilah nilai seni dari
peragaan jurus, sebuah keindahan yang terbentuk karena hidup sebenarnya adalah
bentuk pertarungan sesuai naluri bela diri.
Tapi jangan salah biarpun gerakannya sudah sangat
diringankan ternyata nafas tetap tersengal-sengal. Terkadang setiap selesai
peragaan satu jurus harus berhenti barang sebentar atau membungkukan tubuh
untuk mengurangi mual di perut. Satu jurus yang hanya satu dua menit itu cukup
menguras tenaga dan pikiran.
Kok pikirran?
Menghafal kan sudah kerja pikiran, Oke!
Karena gerakan jurus sudah mendarah daging membuat
sikap tubuh menyesuaikan dengan gerak otot motorik yang teratur. Kejujuran
itulah hasilnya, tubuh tak bisa menipu bila sedang lelah, atau hanya berhasil
melakukan jogging sepuluh putaran lapangan Alun-alun kidul, He He He yang
tentunya bisa dibanggakan karena kebenarannnya.
Dari sepuluh jurus dibagi dalam waktu seminggu
ternyata tidak cukup, biasanya semua baru bisa diperagakan dua minggu. Itupun
bila lancar tanpa halangan, sejatinya hidup di dunia ini pasti ada saja
halangan yang memaksa kebiasaan kita tersendat. Jadi sepuluh jurus bisa
terlaksana sampai tiga minggu bahkan satu bulan itu sudah biasa.
Seminggu bisa melakukan semua jenis olah raga sampai
tiga kali sudah sangat baik. Biasanya bila sudah tiga hari berturut-turut
berhasil melaksanakannya nah tubuh seperti menuntut istirahat atau jenuh.
Liburkanlah barang sehari toh menu tiga kali seminggu itu sudah sangat memenuhi
syarat di kalangan olah raga apapun.
Bila sakit misalnya yang paling sering dialami
Penulis adalah Flu, hentikan senua jenis latihan. Istirahat dan berobat agar
secepatnya sembuh, olah raga bukan penyembuh dari sakit seperti itu. Olah raga
adalah kegiatan yang mendukung kesehatan manusia, jadi jangan salah seorang
atlet prestasinya bagus seperti apapun bila sakit ia tetap harus berobat.
Demikian Journal Latihan ini sebagai artikel
dianggap selesai, di masa mendatang Penulis bersyukur bila masih mampu
menapakinya sebagai menu harian.
Wasalam
No comments:
Post a Comment