TARUNG RAGA
(Sebuah Karya Tulis)
Artikel ini benar-benar hanya karangan belaka.
Penulis tak peduli akan masuk kategori apa karena bukan bidangnya. Maklum
seumur hidup selalu aktif berolah raga
dan bekerja punya hobi yang mendarah
daging, begitu merasuk pada diri Penulis.
Penulis seorang pengkhayal, termasuk kelas berat
sehingga mengganggu diri sendiri saat bersosialisasi di masyarakat. Dunia yang
menyendiri ini mengakibatkan rasa rendah diri dan pesimis akan masa depan. Masa
muda yang produktif justru menjadi masa-masa sulit dari segi kejiwaan.
Siapa yang pernah mengalami keadaan yang sama?
Ini saran dari Penulis,
Mulailah Menggerakan tubuh melakukan aktifitas,
membaca, berolah raga, dan rekreasi. Jadikanlah kegiatan-kegiatan tersebut
sebagai rutinitas, terutama kegiatan yang berada di alam terbuka.
Jangan berpikir olah raga untuk melangsingkan tubuh,
mengurangi berat badan dll. Biarpun itu benar tetapi sangat relatif, tujuan
utama adalah kesehatan jiwa dan raga. Menjalaninya sebagai rutinitas harian
lebih penting secara perlahan, meningkat dari pemula hingga mahir, dan
menjadikannya sebagai rekreasi seumur hidup.
Satu kegiatan Penulis adalah pernah berlatih bela
diri Pencak Silat dan Yoga di perguruan KBPS Asma Purwokerto. Menjadi kenangan
masa kecil yang akhirnya menjadi rutinitas harian walaupun dari segi materi
pengajaran kurang mendalam.
Wujudnya adalah sekarang ini, mencoba membuat sebuah
Karya Tulis berjudul TARUNG RAGA.
Satu pemikiran sudah lama bercokol di otak Penulis.
Bukan tentang Jurus yang dilatih tapi bentuk-bentuk kejuaraan Pencak Silat.
Kejuaraan itu sudah resmi terselenggara, apa lagi yang harus dibahas?
Penulis menyesuaikan saja, tinggal mengakui dan
menaati yang sudah ada. Cuma Penulis penasaran, terutama dari segi fisik.
Pencak Silat kebanyakan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertubuh
ramping. Ini bukan kelemahan justru kelebihan berlatih bela diri Pencak Silat
karena menjadi tuntutan seorang atletnya.
Bagaimana untuk orang-orang berbadan gemuk/berbobot
lebih dari rata-rata ukuran tubuh orang biasa?
Masih bisakah orang-orang berbobot lebih itu
melakukan gerak olah jurus?
Setahu Penulis berdasarkan pengamatan untuk seorang
Petinju tak masalah berbobot badan lebih karena kelasnya pasti masuk kelas
berat. Daya pukulannya masih menghunjam keras mampu menggetarkan gelanggang dan
menjatuhkan lawan hingga Knock Out.
Tapi akan sulit untuk orang bertubuh gemuk melakukan
jurus yang banyak teknik lompatannya, apa lagi sampai bersalto nomor senam.
Tapi orang-orang berbobot tubuh lebih ini juga tetap perlu berolah raga untuk
kesehatan dan prestasi.
Yang dialami Penulis sekarang setelah mencapai usia
45 ke atas adalah kenaikan berat badan. Masih mampu menggenjot tubuh dengan
latihan-latihan berat, tapi menyadari ada yang berubah di bagian perut. Di
bagian ini timbul jaringan lemak yang menonjol ke depan, tak bisa menipu dari
pandangan orang bahwa Penulis mengalami kegemukan.
Latihan-latihan olah raga Penulis sudah cukup
memadai melatih bagian perut. Ada Sit Up, Push Up, dan Scot Jump. Kuda-kuda
bangku untuk kekuatan paha, mengangkat tubuh saat selonjor, menggerak-gerakan
kaki turun naik saat berebah dll. Ternyata latihan-latihan ini sudah tidak
berhasil mengurangi jaringan lemak di perut, tubuh Penulis makin melar dan
perut menonjol ke depan. Jadi yang dialami Penulis adalah alamiah, jaringan
lemak terbentuk karena metabolisme tubuh makin menurun.
Membiarkan bagian perut berlemak tanpa aktifitas
adalah keputusasaan. Tak bisa melawan kehendak alam, tetap bisa berolah raga
jenis lain. Tetap memperhatikan bagian perut, melatih jaringan-jaringan lemak
yang tumbuh sebagai metoda olah raga baru masih berlangsung hingga kini. Semoga
Penulis bisa mendapat jurus latihan yang cocok untuk perut agar tetap sehat seumur
hidup.
Salah satu gagasan Penulis untuk meraih prestasi
olah raga bagi orang-orang yang berbobot tubuh lebih adalah Tarung Raga. Inilah
hasil Karya Tulis Penulis semoga bisa dicerna para pembaca.
Penulis terinspirasi dari gulat Sumo. Gulat Sumo
merupakan bagian tradisi Jepang yang tak disebarkan ke luar negeri. Siapapun
Pegulat Sumo biarpun dari luar negeri mereka hanya boleh mengikuti turnamen
yang diselenggarakan di dalam negeri Jepang. Sumo bagian dari ritual tradisi
Sinto dan menjadi benteng terakhir brigade pasukan pengawal Kaisar.
Ada fakta menarik di hutan Kalimantan, setahu
Penulis orang utan adalah primata yang hidup dari pohon ke pohon. Namun bila
sudah tua kemampuannya menurun, orang utan yang sudah tua dan berbobot tubuh
berlebih ini akan turun dari pohon dan hidup merayap di tanah.
Orang utan bisa menjadi prinsip gagasan TARUNG RAGA.
Penulis belum pernah melihat orang utan bertarung, pernah bertemu di sebuah
ruas jalan dorongan traktor pengangkut kayu. Sang orang utan begitu berjumpa dengan
manusia segera bergerak naik dari perdu ke perdu hingga ke ketinggian yang aman
dari jangkauan manusia yang memergokinya. Yang luar biasa adalah kemampuan
tangan dan kaki orang utan tersebut, dari ketinggian dahan di tebing ia
menggertak kami dengan mematahkan dahan yang sama besarnya dengan genggaman
tangannya.
KRAK!
Langsung patah agar manusia yang memergokinya takut
dan tak mengganggu dirinya di wilayah kekuasaannya.
Kehebatan lengan dan kaki orang utan sama kuatnya.
Itu bisa disamakan dengan orang bertubuh gemuk, pasti menyimpan potensi di
tangan dan kakinya terutama dalam pertarungan fisik sebagai senjata andalannya.
Prinsip utama Tarung Raga adalah adu fisik
membenturkan tubuh ke tubuh lawan sampai terdapat seseorang terdorong atau
terjatuh. Itulah yang disebut adu Raga, bobot tubuh sangat menentukan dan
menjadi andalan setiap Petarungnya. Dari benturan antara tubuh yang
masing-masing berbobot tubuh lebih ini sudah ketahuan kalah menangnya.
Benturan Raga bukan pada area kepala, area yang
dibenturkan selanjutnya disebut Gebrakan adalah dada dan perut. Untuk pria
bagian perut sangat menentukan, kalau untuk kaum hawa mungkin lebih beragam
karena lemak lebih menyebar ke seluruh tubuh.
Barulah setelah satu Gebrakan terjadi tangan dan
kaki saling menyerang. Area serangan adalah dari dada dan perut lawan. Area
kepala harus bebas dari serangan untuk masing-masing mampu melancarkan taktik/
teknik untuk meraih kemenangan.
Teknik mencapai kemenangan sederhana, pertarungan
lebih pada adu bobot tubuh sebagai penentuan poin yang diraih.
-Mendorong tubuh lawan (SURUNG) Poin 1
-Menjatuhkan lawan (TIBA) Poin 2
-Mengangkat tubuh lawan, (BEKUK) Poin 3
(Melumpuhkan serangan lawan)
Satu Gebrakan kemudian terjadi serangan tangan dan
kaki ke tubuh (Raga) sudah bisa diketahui siapa pemenangnya.
Bila seorang Petarung berhasil mendorong lawan
hingga keluar dari arena disebut SURUNG. Kemungkinan ini adalah teknik paling
mudahnya bagi seorang Petarung mendapat poin. Begitu kaki lawan yang didorong
keluar dari batas yang ditentukan sudah bisa disebut poin.
Bila seorang Petarung berhasil menjatuhkan lawan
saat adu bobot tubuh baik itu masih dalam arena maupun jatuh di luar arena
menjadi poin kemenangan. Poin TIBA lebih tinggi dari SURUNG yaitu 2.
Bila seorang Petarung berhasil mengangkat tubuh
lawan, atau melumpuhkan serangan lawan dengan misalnya mengunci hingga lawan
tak berkutik disebut BEKUK. Poinnya lebih tinggi lagi yaitu 3, keberhasilan
membekuk lawan jelas lebih membutuhkan upaya berat. Terdiri dari strategi yang
dipasang atau pergerakan tangan dan kaki untuk membuat tubuh lawan tak berkutik
melakukan perlawanan.
Penulis cenderung menyebut pertarungan sebagai Gebrakan.
Diperlukan tiga gebrakan untuk menjadi pemenang penuh. Satu gebrakan sudah
terlihat poin apa yang didapat, misalnya SURUNG (1), TIBA (2), dan BEKUK (3).
Bila sudah tercapai gebrakan dengan berbagai nilai
yang diperoleh paling tinggi menjadi pemenang. Bila terjadi dua gebrakan dengan
hasil berbagi angka sama ditentukan gebrakan ketiga sebagai penentuan kalah
menang.
Tiga gebrakan sudah cukup untuk menunjukan dominasi
seorang Petarung terhadap lawannya, juga memuaskan penonton karena permainan
memiliki unsur hiburan. Juga dengan tiga gebrakan seorang Petarung dituntut
memasang strategi yang jitu untuk melakukan teknik mencapai poin tertinggi
sebagai kemenangan.
Terjadi berbagai prediksi pertarungan.
Seorang Petarung mungkin menang mutlak tiga gebrakan
berturut-turut dari teknik-teknik SURUNG, TIBA, dan BEKUK.
Seorang Petarung mungkin menang dua gebrakan dan
satu kali kalah, asal dua gebrakan tersebut poinnya lebih tinggi dari satu
gebrakan yang kalah dinyatakan sebagai pemenang. Bila lawan berhasil mendapat
poin lebih tinggi dalam satu gebrakan maka diteruskan gebrakan keempat sebagai
penentuan. Bila sampai pada gebrakan keempat malah terjadi Draw tambahi satu
gebrakan kelima, tentu itu adalah pertarungan yang sangat seru dan memuaskan
penonton.
Ingat pertarungan TARUNG RAGA ini lebih berunsur
hiburan dan ketangkasan, jauh dari insiden cedera fisik. Satu gebrakan terjadi
kedua Petarung dipersilahkan istirahat dan mempersiapkan diri kembali. Satu
gebrakan sudah langsung ketahuan poin perolehan seorang Petarung. Barulah tiga
gebrakan sebagai penentu kemenangan.
Sistem pertandingan bisa kompetisi maupun gugur.
Bila sistem kompetisi yang dipilih maka akan terjadi pemeringkatan berdasarkan
poin dan teknik yang berhasil diperagakan masing-masing Petarung. Sedangkan
bila sistem gugur sudah mencukupi bila nantinya ada penentuan juara 1, 2, dan
3. Sedangkan Petarung yang kalah langsung berguguran tanpa hasil apapun.
Tarung Raga mungkin tidak masuk kategori bela diri
Pencak Silat. Penulis membuat Karya Tulis ini dengan maksud memperkaya khasanah
Tarung untuk mendapatkan prestasi. Lembaga Tarung Raga jelas sangat berbeda
dengan Tarung Jurus versi I dan Tarung Jurus versi II yang bernaung di bendera
lembaga bela diri Pencak Silat.
Jenis latihannya mungkin tak pernah menjadi Jurus,
sama dengan Tarung Etang yang sangat sederhana. Perbedaan prinsip-prinsip
tarung adalah dasar penulisan Karya Tulis ini. Seorang berbobot tubuh berat
membutuhkan latihan tersendiri, bukan kelincahan gerak Petarung tapi justru
kelenturan tubuh dan keluwesan bergerak. Bobot tubuh yang berat tak bisa diubah
sampai langsing. Orang gemuk banyak diderita sebagian masyarakat karena keturunan,
usia, kelainan hormon dll. Tapi tubuh tetap harus dilatih agar mencapai tingkat
kesehatan maksimal.
Latihan utama seorang berbobot badan berat adalah
kelenturan otot-otot di seluruh tubuh. Kelenturan menjadi modal bertarung,
bukan membesarkan otot seperti Bina Raga. Tak perlu berlatih angkat beban atau
dengan alat pembentuk tubuh. Dalam Tarung Raga saat membenturkan tubuh ke lawan
penilaiannya lebih pada kelenturan dan keluwesan gerak.
Jika benturan terjadi sedemikian lentur dan luwes
maka sifat kerasnya berkurang. Tercapailah harmoni indah masing-masing tubuh
Petarung, itulah yang bisa disahkan Wasit, Juri, dan diketahui Penonton di
sekeliling arena.
Mungkin sekali melatih kelenturan tubuh seorang yang
gemuk badannya perlu dalam bentuk ketahanan stamina. Orang-orang gemuk tetap
perlu mengeluarkan kelebihan kalorinya dengan jalan kaki jarak jauh. Untuk
otot-otot tubuh supaya harmonis samakan saja dengan jenis Yoga, lebih penting
mengalahkan tubuh sendiri agar bisa hidup selaras dengan alam.
Dalam soal jalan kaki jarak jauh Penulis
mencontohkan diri sendiri. Saat jalan kaki imaginasi menjadi kuat sekali,
apa-apa yang dibayangkan dan dipikirkan seolah-olah bisa menjadi kenyataan. Inilah
yang didapat Penulis, semacam daya kreasi akibat pergerakan otot motorik.
Tarung-tarung yang dipaparkan Penulis adalah hasil
pemikiran saat acara jalan-jalan ini. Dari satu hari, satu tahun menempel di
otak Penulis, akhirnya dicoba tuangkan dalam sebuah Karya Tulis.
Jadi tidak penting bentuk tarung paparan Penulis ini
nanti diterapkan atau tidak. Juga boleh dipraktekan orang lain dan diklaim
sebagai ciptaannya, atau diplagiat siapapun….Penulis bisa memakluminya.
Lebih penting imaginasi Penulis dituangkan dalam
bentuk tulisan, mungkin nanti direvisi terus menerus dengan berbagai tambahan
dokumentasi, foto peragaan dll.
Aturan TARUNG RAGA
Diperlukan seorang Wasit sebagai pemandu tarung, dan
penentu seorang Petarung mendapat poin saat terjadi gebrakan. Satu gebrakan
pasti sudah diperoleh seorang pemenangnya. Jadi setelah dinyatakan poin
perolehan seorang Petarung maka dilanjutkan kegebrakan selanjutnya setelah
masing-masing diberi kesempatan menata kembali penampilannya.
Tiga orang Juri mencukupi untuk mengesahkan setiap
poin yang didapat seorang Petarung. Satu Juri netral dan dua Juri dari masing-masing
kubu Petarung. Juri cukup mencatat dan melihat bukti-bukti sahnya seorang
Petarung mengalahkan lawannya. Misalnya seberapa kaki keluar dari arena karena
dorongan, ingat faktor bobot tubuh sebagai alat penentu adalah titik berat
sahnya sebuah poin.
Jadi bila ada seorang Petarung Raga terjatuh tanpa
ada gebrakan tubuh lawan tubuh itu adalah kecelakaan bukan poin.
Jurilah yang nantinya akan mengumumkan peringkat
seorang Petarung bila itu sistem kompetisi. Atau bila sistem gugur tinggal
menentukan juara 1, 2, dan 3 pada setiap even kejuaraan.
Karena masih
karangan bebas maka tulisan ini bisa berubah-ubah sesuai selera Penulis. Bila
dipraktekan di lapangan yang terjadi di arena itulah aturan baku yang
sesungguhnya. Aturan-aturan dibuat satu persatu dengan berbagai kemungkinan
yang terjadi di arena pertandingan dan kesepakatan antar Petarung serta Panitia
pertandingan.
Syukurlah bila suatu waktu tulisan ini dianggap
sebagai pemula sebuah bentuk Tarung yang menarik dan memenuhi kriteria
kejuaraan yang berbobot tinggi. Penulis berlatih Pencak Silat sendirian,
sebagai cara menghargai diri sendiri memutuskannya menulisnya dalam bentuk
artikel. Mungkin pembaca suatu ketika membutuhkannya sebagai referensi atau
pegangan untuk menambah semangat berlatih.
Ada gagasan Penulis, yaitu memberi penghargaan
kepada orang-orang yang berlatih intensif dalam bela diri Pencak Silat biarpun
hanya semacam surat bertanda tangan sebuah penyelenggara resmi bela diri.
Penghargaan itu diberikan setiap tahun, maka bila
sepuluh tahun sudah terkumpul sampai 10 surat bertanda tangan, tentunya cukup
membanggakan. Itulah hasil jerih payah, suka duka menghayati bela diri Pencak
Silat.
Syukur bila kemudian menjadi Pelatih, Pencipta Jurus
atau menjadi Guru Besar, Juara tingkat apapun baik itu kejuaraan daerah,
nasional maupun internasional. Lumayan juga bila sampai divideokan atau sampai
jadi artis film sebagai sebuah profesi.
1. Faktanya
Penulis berlatih Pencak Silat sendirian. Menghayatinya dalam berlatih bagian
inti berupa Jurus. Untuk terus melatihnya supaya tetap fokus adalah dengan
berimaginasi lawan tanding.
2. Dari
ide dua orang saling berhadapan akan muncul hubungan yang menghasilkan prinsip.
Ini bukan saling berhadapan rebutan cewek, tapi berupa adu fisik menunjukan
kemampuan dari apa yang dilatihnya sehari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun.
3. Gagasan
Tarung ini sebenarnya sangat sederhana. Penulis mendapatkannya dari imaginasi
dua orang saling berhadapan itu saja, kemudian terjadilah beberapa interaksi
diantara keduanya.
Interaksi dua orang saling berhadapan menjadi lawan
tanding menghasilkan bentuk Tarung. Penulis menyesuaikan dengan bela diri
Pencak Silat menelurkan gagasan Tarung secara terbatas yaitu TARUNG ETANG,
TARUNG JURUS versi I, TARUNG JURUS versi II, dan terakhir TARUNG RAGA.
Untuk menciptakan gagasan Penulis belum bisa
mempraktekannya, apa lagi mendemonstrasikan di depan publik sebagai bukti
puncak prestasi Penulis. Karena itulah hingga saat ini Penulis masih berkutat
mendokumentasikan ide-ide/ gagasan dalam lingkup bela diri Pencak Silat dalam
bentuk tulisan berupa artikel.
Kesimpulan:
1. Tarung
ETANG adalah permainan berunsur bela diri, kedua Petarung saling menyerang
untuk memperoleh poin kemenangan. Alat utamanya adalah kedua tangan menyerang
dan menangkis dengan sasaran area kepala dan area kedua kaki lawan.
2. Tarung
JURUS versi I merupakan pertarungan di mana kedua Petarung harus menghasilkan
teknik-teknik bela diri yang bila dirangkai akan menjadi JURUS.
3. Tarung
JURUS versi II merupakan Tarung turunan dari kandungan Jurus. Kedua Petarung
saling menyerang mengandalkan kemampuan fisik dan tenaga. Hasilnya menjadi
pemenang angka atau menang Knock Out. Pertarungan dibatasi tetap dalam kaidah
bela diri Pencak Silat untuk membedakannya dengan tarung sejenis seperti Tinju.
4. Tarung
RAGA merupakan tarung yang dikhususkan untuk orang dengan bobot tubuh berlebih.
Prinsipnya adalah saling menggebrak adu bobot tubuh sebagai pemenang. Setiap
terjadi satu gebrakan sudah diperoleh teknik dan poinnya. Dicukupkan mencapai
tiga gebrakan untuk mendapatkan bukti kemampuan seorang Petarung.
Tulisan ini masih boleh direvisi terus menerus. Bila
Penulis disebut Pencipta TARUNG RAGA ini sudah sangat bersyukur, masuk Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI).
Jika ada tulisan sejenis atau praktek yang memiliki
persamaan dalam artikel ini, itu adalah hak orang lain. Disarankan agar
mengubah nama Tarung dan membedakan dengan kalimat-kalimat yang telah ditulis
oleh Penulis.
Penulis menerima kritik, saran, masukan dalam bentuk
apapun dari pembaca. Penulis menyadari tulisan ini sangat banyak kekurangan
karena keterbatasan kemampuan Penulis.
Wasalam.
No comments:
Post a Comment